Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik Butuh Pemetaan Keunggulan
Tak hanya di sisi produksi, pemetaan selera dan jenis kendaraan yang diminati pasar di tiap negara juga dibutuhkan. Di Indonesia, konsumen cenderung menggunakan mobil listrik untuk kegiatan sehari-hari.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
President Director PT Hyundai Motors Indonesia Woojune Cha (kiri) secara simbolis menyerahkan mobil listrik Hyundai Ioniq 5 untuk penyelenggaraan ASEAN Summit 2023 kepada Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Setya Utama di Jakarta, Senin (17/4/2023). Sebanyak 117 Ioniq 5 diserahkan untuk membantu kesuksesan Indonesia sebagai ASEAN Chairmanship 2023 yang akan menyelenggarakan ASEAN Summit 2023 di Labuan Bajo, NTT, pada bulan Mei mendatang. Ioniq 5 akan menjadi kendaraan resmi operasional sepanjang acara oleh jajaran menteri, protokol, keamanan, serta mobil penyelamatan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemimpin-pemimpin negara anggota ASEAN menyepakati pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan. Pelaku industri menilai, kesepakatan ini perlu ditindaklanjuti dengan pemetaan keunggulan produksi kendaraan listrik dan selera pasar di setiap negara anggota ASEAN hingga penghitungan neraca permintaan dan pasokan logam yang menjadi bahan baku.
Kesepakatan itu mengemuka dalam ASEAN Leaders’ Interface with High Level Task Force yang berlangsung dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (10/5/2023). Sebelumnya, Pertemuan Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) ke-22 di Jakarta pada 6-7 Mei 2023 juga menyepakati pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan.
Mengenai kesepakatan tersebut, Sekertaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Kukuh Kumara menyatakan, pelaku industri otomotif mendukung rencana pengembangan ekosistem kendaraan listrik di tingkat ASEAN. ”Kesepakatan itu perlu ditindaklanjuti dengan pemetaan keunggulan industri terkait di setiap negara anggota. Negara mana yang akan memproduksi baterai, transmisi, hingga komponen pendukung, seperti semikonduktornya. Tentunya, pemetaan keunggulan produksi ini mesti bersifat saling melengkapi,” tuturnya saat dihubungi, Rabu.
KOMPAS/NINA SUSILO
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono (kiri) dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengisi daya listrik pada kendaraan di SPKLU Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Jumat (10/3/2023).
Saat ini, dia menilai, negara-negara anggota ASEAN yang memiliki basis produksi industri otomotif ialah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Namun, berdasarkan ketersediaan bahan bakunya, Indonesia unggul dalam industri baterai.
Tak hanya di sisi produksi, menurut Kukuh, pemetaan selera dan jenis kendaraan yang diminati pasar di tiap negara juga dibutuhkan. Di Indonesia, konsumen cenderung menggunakan mobil listrik untuk kegiatan sehari-hari, seperti ke kantor dan sekolah, atau identik dengan istilah city car. Harganya mesti terjangkau oleh konsumen, yakni sekitar Rp 300 juta per unit.
Minat masyarakat Indonesia terhadap mobil listrik berkembang signifikan yang tecermin lewat serapan pasar yang melonjak dari 700 unit pada 2021 menjadi 10.000 unit pada 2022. Selain itu, potensi pengembangan kendaraan komersial, seperti bus dan truk, dalam ekosistem di tingkat ASEAN juga perlu dikaji.
Di industri antara, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Haykel Hubeis menilai, pengembangan ekosistem kendaraan listrik di tingkat ASEAN berdampak positif pada industri smelter. ”Permintaan terhadap logam (yang menjadi bahan baku kendaraan listrik) akan meningkat. Oleh sebab itu, pelaku industri smelter perlu bersiap menaikkan produksi,” katanya saat dihubungi, Rabu.
Dia mengilustrasikan, kebutuhan logam kendaraan konvensional terdiri dari aluminium dan baja, sedangkan kendaraan listrik membutuhkan pasokan litium, tembaga, dan nikel untuk baterainya. Kenaikan permintaan logam itu, menurut dia, dapat meningkatkan harga. Oleh sebab itu, kebijakan harga dan hilirisasi yang kontinu dibutuhkan untuk mencegah meningkatnya biaya produksi kendaraan listrik. Peningkatan permintaan akan berimbas pada kenaikan harga.
KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG
Suasana pabrik HPAL milik grup Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Minggu (9/4/2023). Fasilitas itu mengolah bijih nikel menjadi produk bernama MHP, yang menjadi bahan intermediari pembuatan baterai kendaraan listrik.
Selain harga, dia berpendapat, dampak lingkungan yang ditimbulkan, seperti limbah dan emisi, perlu menjadi perhatian. Dia mengimbau pelaku industri smelter dan produsen kendaraan listrik untuk bersinergi memenuhi permintaan kendaraan listrik dengan cara-cara yang lestari dan ramah lingkungan.
Secara umum, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan akan menindaklanjuti kesepakatan di tingkat pemimpin ASEAN itu ke tingkat teknis agar kerja sama yang ditargetkan dapat terwujud. ”Indonesia memiliki modal dan berpotensi menjadi pemimpin di kawasan karena memiliki bahan baku. Selain itu, Indonesia juga sedang mengembangkan ekosistem baterainya yang didukung oleh kapasitas industri yang sudah mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN. Namun, kita ingin win-win bagi semua member countries,” tuturnya saat dihubungi, Rabu.
Kesepakatan itu, katanya, selaras dengan program kementerian yang turut membangun ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Program ini bertujuan mewujudkan perubahan perilaku masyarakat untuk menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Ke depan, pengembangan ekosistem tersebut diharapkan dapat menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja, mengurangi penggunaan bahan bakar minyak sehingga menghemat devisa, serta menurunkan emisi karbon dioksida.