Alarm soal risiko dampak El Nino masih berbunyi, tetapi ”tanda bahaya” lain datang menimpali. Kali ini terkait situasi di Laut Hitam yang berisiko mengganggu perdagangan dan harga pangan di pasar internasional.
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·3 menit baca
Alarm soal potensi dampak El Nino di sektor pangan Tanah Air belum lama berbunyi. Namun, tanda bahaya lain datang menimpali. Kali ini dari Laut Hitam. Pada Senin (17/7/2023), Rusia kembali menangguhkan partisipasinya dalam Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative. Kesepakatan ini yang memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melalui Laut Hitam.
Kesepakatan itu ditengahi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Turki pada Juli 2022 guna meringankan krisis pangan global. Caranya dengan membiarkan biji-bijian asal Ukraina yang diblokir oleh konflik Rusia-Ukraina bisa diekspor dengan aman. Ukraina merupakan salah satu produsen utama biji-bijian dan minyak sayur dunia. Gangguan ekspor saat perang Ukraina-Rusia pecah tahun lalu mendorong harga pangan global naik hingga mencapai rekor tertinggi pada Maret 2022.
Kesepakatan itu dinilai membantu menurunkan harga dan meredakan krisis pangan global. Sepanjang tahun ini, harga gandum, bahan utama roti, telah turun sekitar 14 persen, sementara harga jagung telah turun sekitar 23 persen. Namun, penangguhan kesepakatan oleh Rusia itu diyakini bakal mendorong naik lagi harga biji-bijian di tingkat global. Dampak pada kenaikan harga bahan makanan pokok, seperti roti dan pasta, diperkirakan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Situasi kali ini dianggap lebih baik dibandingkan bulan-bulan awal setelah perang dimulai tahun lalu. Namun, menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), krisis pangan global masih jauh dari selesai. Bulan lalu, WFP menyebut bahwa berbagai keadaan darurat telah tumpang tindih menciptakan krisis kelaparan dan kemanusiaan terbesar dan paling kompleks dalam lebih dari 70 tahun. Tahun lalu, 349 juta orang mengalami kelaparan akut dan 772.000 orang tertatih-tatih di ambang kelaparan, menurut WFP dalam tinjauan tahunannya.
Lalu bagaimana situasi stok pangan global? Stok jagung global, menurut laporan Reuters, memulai musim 2021/2022 di level terendah dalam enam tahun. Namun, ada peningkatan ekspor yang tajam dari Brasil. Departemen Pertanian AS (USDA) memperkirakan stok jagung global akan mencapai level tertinggi dalam lima tahun pada akhir musim 2023/2024. Sementara stok gandum global makin ketat dan diperkirakan mencapai level terendah delapan tahun.
Perkuat domestik
Apakah situasi itu akan berdampak ke pasar domestik? Ada beberapa komoditas pangan yang berisiko terdampak oleh situasi di pasar global. Komoditas itu terutama bahan pangan yang masih diimpor oleh Indonesia, seperti gandum, jagung, dan kedelai. Kenaikan harganya akan tertransmisi ke pasar domestik. Tak hanya konsumen akhir, industri pengguna seperti pabrik pakan ternak pun terimbas kenaikan harga bahan baku.
Krisis yang berulang telah menyadarkan banyak negara untuk kembali ke ”khitah ” kemandirian dan kedaulatan pangan.
Selain potensi dampak dari penangguhan kesepakatan itu, Indonesia mesti menghadapi tantangan lain di sektor pangan, yakni terkait iklim. Pada Selasa (18/7/2023), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan, intensitas El Nino tahun ini lemah hingga moderat dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada Agustus-September 2023. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan serta produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Saat ini, mayoritas wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Kendati tanpa El Nino, curah hujan pada periode Juli-Oktober sudah dalam intensitas rendah. Fenomena El Nino akan turut memicu penurunan curah hujan di lokasi tertentu. Menurut prediksi BMKG, curah hujan pada Agustus-Oktober 2023 akan berada di bawah normal, terutama di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi.
Alarm soal risiko gejolak pangan tahun ini sebenarnya telah diantisipasi pemerintah sejak tahun lalu. Upaya itu, antara lain, ditempuh melalui penguatan cadangan pangan pemerintah sesuai Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Ada 12 komoditas yang disasar, yakni beras, jagung, dan kedelai, minyak goreng, gula, daging ayam, daging ruminansia, telur ayam, cabai, bawang merah, bawang putih, dan ikan.
Sejumlah strategi telah disiapkan, termasuk menugaskan BUMN di sektor pangan untuk terlibat serta menyiapkan skema pembiayaannya. Namun, sebagaimana telah berulang terjadi, satu-satunya cara yang mampu menyokong ketahanan pangan secara berkelanjutan adalah dengan memastikan petani, peternak, nelayan, dan produsen pangan di dalam negeri mendapatkan untung atas jering payahnya.
Krisis yang berulang telah menyadarkan banyak negara untuk kembali ke ”khitah” kemandirian dan kedaulatan pangan. Mereka yang mandiri akan lebih terbebas dari dampak guncangan di tingkat global.