Regulasi Energi Terbarukan Dapat Percepat Transisi
Proses transisi dari energi kotor menuju energi bersih membutuhkan dukungan berupa regulasi. Apalagi, masih besar potensi energi terbarukan yang belum dioptimalkan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Ketua Steering Committee of 11th Indonesia EBTKE 2023 ConEx Eka Satria (kanan), Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto (tengah), dan Direktur Dyandra Promosindo Michael Bayu A Sumarijanto dalam konferensi pers acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 ke-11 bertajuk From Commitment to Action: Safeguarding Energy Transition Towards Indonesia Net Zero Emissions 2060, di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kepastian regulasi mengenai energi baru dan energi terbarukan mampu mengakselerasi transisi energi. Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia tidak hanya mampu mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan listrik melalui energi baru dan energi terbarukan, melainkan berpotensi untuk melakukan ekspor.
Transisi energi merupakan program peralihan dari energi berbasis fosil menuju energi nonfosil demi mencapai emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada tahun 2060. Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Sementara pada tahun 2022, bauran EBT baru tercapai 12 persen.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, perizinan pembebasan lahan untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan menjadi salah satu tantangan dalam rangka mengakselerasi transisi energi. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang mengatur menganenai izin pembebasan lahan.
”Kami berharap RUU (Rancangan Undang-Undang) Energi Baru dan Energi Terbarukan bisa terbit tahun ini sehingga akan mendorong transisi energi terbarukan di waktu mendatang. Selain itu, keberanian juga dibutuhkan untuk membuat terobosan yang dilakukan secara konsisten dalam mengganti energi hitam, seperti batubara dan minyak,” katanya dalam konferensi pers acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 ke-11 bertajuk ”From Commitment to Action: Safeguarding Energy Transition Towards Indonesia Net Zero Emissions 2060”, di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto memberikan penjelasan mengenai target bauran energi terbarukan Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) pada tahun 2030, dalam konferensi pers acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 ke-11 bertajuk From Commitment to Action: Safeguarding Energy Transition Towards Indonesia Net Zero Emissions 2060, di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh METI, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sangat melimpah, yakni mencapai 3.700 gigawatt (GW). Potensi tersebut terbagi atas surya 3.295 GW, panas bumi 24 GW, hidro 95 GW, bayu 155 megawatt (MW), bioenergi 57 MW, dan ombak 60 GW.
Wiluyo menambahkan, Indonesia baru memanfaatkan 4 persen dari total potensi yang dimiliki tersebut. Untuk memaksimalkan potensi itu, dibutuhkan pendanaan yang besar, sumber daya manusia yang kompeten, dan peralatan berteknologi.
”Sebagai gambaran, saat ini, beban puncak Indonesia atau kebutuhan listrik di Indonesia mencapai 40 GW. Sementara potensi yang kita miliki sebesar 3.700 GW. Potensinya luar biasa besar, hampir 100 kali lipat dari kebutuhan saat ini sehingga bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi kita berharap bisa ekspor listrik hijau,” lanjutnya.
Kami akan selesaikan itu pada 2030. Ini adalah rencana besar kami di PLN untuk sukseskan program transisi energi.
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mengatakan, saat ini, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan masih dalam tahapan pembahasan. Dari sekitar 574 daftar inventarisasi masalah (DIM), 170-an sudah dibahas.
”Kita akan melanjutkan pembahasannya pada Senin (10/7/2023) yang akan datang dan berupaya menyelesaikan DIM secepatnya, tidak lebih lama dari masa sidang mendatang. Harapannya, (RUU EBT) bisa disahkan sebelum akhir tahun 2023,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Tantangan lain yang dihadapi dalam rangka transisi energi adalah upaya untuk menghentikan lebih dini operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara, baik yang dibangun oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) maupun oleh swasta. Seperti diketahui, bauran energi primer di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil sebesar lebih dari 80 persen.
Wiluyo selaku Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN mengatakan, batubara masih digunakan lantaran harganya yang tergolong murah sehingga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Namun, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, pemerintah berkomitmen untuk tidak lagi membangun PLTU baru.
Berdasarkan amanat RUPTL tersebut, PLN akan membangun pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sebesar 20,9 GW. Target tersebut terdiri atas energi hidro sebesar 10,4 GW, panas bumi sebesar 3,4 GW, bioenergi sebesar 600 MW, surya/bayu sebesar 5,0 GW, dan lainnya sebesar 1,5 GW.
”Yang sudah COD (commercial operation date) atau beroperasi mencapai 0,8 GW, yang konstruksi atau sudah kontrak ada 5,4 GW, proses lain-lain 1,2 GW, pada tahapan studi sudah 5,6 GW, dan sedang dalam perencanaan atau pemetaan sebesar 7,9 GW. Kami akan selesaikan itu pada 2030. Ini adalah rencana besar kami di PLN untuk sukseskan program transisi energi,"” lanjut Wiluyo.
Sementara itu, Ketua Steering Committee of 11th Indonesia EBTKE 2023 ConEx Eka Satria berpendapat, pengurangan emisi karbon melalui transisi energi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan juga setiap individu. Ini karena setiap individu menghasilkan jejak karbon dalam beraktivitas sehari-hari.
”Kitalah yang mengonsumsi, pemakai, sekaligus pelaku emisi. Tercapainya target nol emisi pada tahun 2060 akan ditentukan oleh generasi muda. Selain menjadi penentu arah kebijakan, terdapat peluang bisnis yang sangat luar biasa,” ujarnya.
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Ketua Steering Committee of 11th Indonesia EBTKE 2023 ConEx Eka Satria (kanan) menjelaskan mengenai keterlibatan kaum muda dalam transisi energi saat konferensi pers acara Indonesia EBTKE ConEx 2023 ke-11 bertajuk From Commitment to Action: Safeguarding Energy Transition Towards Indonesia Net Zero Emissions 2060, di Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Untuk itu, lanjut Eka, para generasi muda dapat bergabung pada gelaran acara Indonesia EBTKE Conex 2023 yang akan diselenggarakan di ICE BSD, Tangerang, Banten, pada 12-14 Juli 2023. Selain sebagai upaya untuk mengedukasi tentang urgensi dari transisi energi, acara tersebut juga turut memberikan kesempatan bertemu dengan pihak pemberi pendanaan terkait bisnis EBT.