Kenaikan Biaya Kontrak Rumah Turut Picu Inflasi
Tren tekanan inflasi untuk kelompok komponen yang diatur pemerintah dan pangan yang mudah bergejolak mulai turun. Namun, muncul tantangan lain, seperti kenaikan biaya kontrak rumah, yang memicu inflasi.
JAKARTA, KOMPAS – Beban pengeluaran masyarakat semakin bertambah. Tidak hanya akibat harga pangan dan energi yang masih relatif tinggi, tetapi juga lantaran kenaikan biaya kontrak rumah. Hal itu tecermin dalam inflasi bulanan, tahunan, bahkan tengah tahun atau semester I-2023.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (3/7/2023), merilis, tingkat inflasi Juni 2023 sebesar 0,14 persen secara bulanan. Adapun inflasi tahunan dan tahun kalender masing-masing sebesar 3,52 persen dan 1,24 persen. Tingkat inflasi tahunan itu masih dalam rentang inflasi yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tahun ini, yakni 2-4 persen.
Komoditas yang dominan menyumbang inflasi bulanan antara lain daging ayam ras sebesar 0,06 persen, telur ayam ras 0,02 persen, bawang putih bawang putih 0,01 persen, dan tarif angkutan udara 0,04 persen. Sementara secara tahunan, andil terbesarnya antara lain dari beras 0,38 persen, telur ayam ras dan bawang putih masing-masing 0,01 persen, bahan bakar rumah tangga 0,12 persen, dan tarif listrik 0,04 persen.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, inflasi pada Juni 2023 terutama dipengaruhi Hari Raya Idul Adha dan cuti bersama. Momen itu terutama berpengaruh terhadap kenaikan sejumlah pangan pokok dan tarif angkutan udara.
Di sisi lain, pada Juni 2023, badan usaha ritel bahan bakar minyak (BBM) menurunkan harga jual produknya, seperti pertamax, pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex. Situasi itu menyebabkan tingkat inflasi tidak naik terlalu tinggi.
Penyesuaian harga BBM itu, lanjut Pudji, membuat komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami deflasi sebesar 0,02 persen. Andil terbesar deflasi tersebut adalah bensin, yakni 0,01 persen.
“Kami melihat tekanan inflasi untuk komponen harga bergejolak (volatile food) terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Tekanan inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) juga trennya turun sejak Januari 2023, kendati harganya masih cukup tinggi,” kata Pudji dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Kami melihat tekanan inflasi untuk komponen harga bergejolak terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Tekanan inflasi komponen harga yang diatur pemerintah juga trennya turun sejak Januari 2023, kendati harganya masih cukup tinggi.
Sementara Bank Indonesia (BI) menyebutkan, inflasi pada Juni 2023 terus turun dan berada di kisaran sasaran inflasi tahunan 2023 yang sebesar 2-4 persen. Tren penurunan inflasi tersebut lebih cepat dari prakiraan semula.
“Kembalinya inflasi ke kisaran sasaran itu tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter serta sinergi pengendalian inflasi BI dengan pemerintah pusat dan daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan. BI optimistis inflasi bakal terkendali sesuai sasaran hingga sisa tahun ini,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers.
Lihat juga: Pemerintah Terus Gulirkan Gerakan Pangan Murah
Di luar komponen volatile food dan administered price, BPS menunjukkan pula kenaikan biaya kontrak rumah berandil besar terhadap inflasi. Andil kontrak rumah terhadap inflasi Juni 2023 mencapai 0,01 persen secara bulanan dan 0,13 persen secara tahunan.
Kontrak rumah juga menjadi salah satu komponen penyumbang inflasi tengah tahun atau semester I-2023. Tingkat inflasi tengah tahun 2023 sebesar 1,24 persen. Kontrak rumah berkontribusi terhadap inflasi tersebut sebesar 0,05 persen. Dalam setengah tahun ini, kenaikan biaya kontrak rumah telah tiga kali berkontribusi terhadap inflasi bulanan.
BI juga menegaskan hal serupa. Inflasi pada Juni 2023 terutama dipengaruhi inflasi inti yang sebesar 0,12 persen secara bulanan. Inflasi inti itu lebih tinggi dibandingkan Mei 2023 yang sebesar 0,06 persen. Komponen yang dominan menyumbang inflasi inti tersebut adalah kontrak atau sewa rumah.
Baca juga: Tren Sewa Rumah yang Semakin Meningkat di Jakarta
Pergeseran inflasi
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, inflasi akibat kenaikan komponen yang diatur pemerintah dan harga pangan yang mudah bergejolak trennya memang turun. Hal itu turut dipengaruhi tren penurunan harga pangan dan energi global, serta upaya pemerintah mengendalikan harga pangan dan menyesuaikan harga energi.
"Hingga akhir tahun ini, tingkat inflasi nasional diperkirakan berada di kisaran 2-2,5 persen," kata Faisal.
Kendati begitu, lanjut Faisal, pemerintah tidak boleh lengah, karena inflasi mulai bergeser ke sejumlah barang dan jasa yang berada di luar kendali atau kontrol pemerintah. Salah satunya adalah biaya kontrak rumah yang berdampak pada rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri.
Mayoritas dari mereka adalah pendatang yang tinggal di kota-kota besar, terutama Jakarta dan sekitarnya. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang kecil atau mikro, serta buruh pabrik dan konstruksi. Sisanya adalah generasi milenial.
“Kenaikan biaya kontrak rumah berikut biaya kos, otomatis berpengaruh terhadap penambahan biaya hidup atau pengeluran mereka. Jika pendapatan tidak naik atau belum pulih bahkan turun, daya beli mereka dapat tergerus,” ujarnya.
Kenaikan biaya kontrak rumah berikut biaya kos, otomatis berpengaruh terhadap penambahan biaya hidup atau pengeluran mereka. Jika pendapatan tidak naik atau belum pulih bahkan turun, daya beli mereka dapat tergerus.
Baca juga: Pengeluaran Penduduk RI Meningkat, Tabungan Tergerus
Berdasarkan hasil Survei Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS pada Maret 2022, sekitar 80,16 persen rumah tangga Indonesia telah memiliki rumah sendiri. Hanya 9,96 persen rumah tangga yang tinggal di rumah kontrakan atau sewa dari pihak lain. Artinya, dari 100 rumah tangga, 80 di antaranya memiliki rumah sendiri dan 10 masih mengontrak atau menyewa rumah.
DKI Jakarta merupakan provinsi dengan proporisi kepemilikan rumah terendah pada Maret 2022, yakni sebesar 50,67 persen. Adapun rumah tangga yang tinggal di rumah kontrakan atau sewa sebesar 30,94 persen.
Menurut Faisal, pemerintah tidak dapat mencampuri urusan swasta dalam menentukan harga sejumlah barang dan jasa yang diproduksi dan dikelola mereka. Hal itu termasuk menentukan tarif sewa atau kontrak rumah.
Yang dapat dilakukan pemerintah adalah menjaga daya beli masyarakat sesuai tugas, pokok, dan fungsi pemerintah dengan sejumlah cara. Pertama, menjaga stabilitas harga pangan, bahan baku industri, dan energi agar tidak menimbulkan biaya tambahan bagi pelaku usaha.
Kedua, lanjut Faisal, menjaga daya beli masyarakat kelas bawah melalui program-program padat karya, melanjutkan bantuan sosial, serta penyaluran kredit mikro berbunga rendah dengan penjaminan. Banyak pelaku usaha mikro yang tinggal di kota-kota besar yang menyewa atau mengontrak rumah membutuhkan bantuan kredit dengan bunga rendah.
“Kebanyakan dari mereka tidak memenuhi persyaratan mendapatkan pinjaman dari bank. Pemerintah dapat menyasar mereka agar mendapatkan pinjaman bank melalui mekanisme penjaminan, serta pendampingan pengembangan usaha dan pengelolaan keuangan,” ujarnya.
Pemerintah bersama bersama swasta dan badan usaha milik negara saat ini juga tengah mengembangkan skema pembiayaan sewa-beli atau rent to own hunian untuk masyarakat berpenghasilan menengah bawah. Skema sewa-beli dinilai dapat menjadi solusi kepemilikan rumah bagi generasi milenial dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap yang masih sulit mengakses layanan perbankan (Kompas, 23 Juni 2023).