Skema sewa-beli untuk rumah mulai digarap untuk memperluas cakupan pembiayaan masyarakat. Meski demikian, mekanisme sewa beli masih menghadapi tantangan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skema pembiayaan sewa-beli atau rent to own hunian untuk masyarakat menengah bawah mulai digarap pengembang dan perbankan. Skema sewa-beli dinilai dapat menjadi solusi kepemilikan rumah bagi generasi milenial dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap yang masih sulit mengakses layanan perbankan.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2022 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk milenial di Indonesia sebanyak 69,38 juta orang. Sejumlah 42,19 persen di antaranya belum memiliki rumah. Adapun dari data layanan perbankan Bank Indonesia tahun 2023, sebanyak 91 juta penduduk Indonesia (33 persen) belum tersentuh layanan bank.
Skema sewa beli hunian (rent to own/RTO) merupakan konsep kepemilikan rumah yang menggunakan sistem sewa dalam jangka waktu tertentu dan pada masa akhir sewa, penyewa dapat memiliki rumah dengan cara kredit pemilikan rumah (KPR).
Departemen Head Kredit Pemilikan Rumah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Cesar AB mengemukakan, dua kendala terbesar pada generasi milenial yang belum memiliki rumah, yakni tidak memiliki kemampuan membayar uang muka rumah serta ragu dalam memilih rumah.
”Diperlukan plafon kredit yang bisa mengakomodasi kendala itu. Di antaranya, skema KPR sewa-beli,” katanya, dalam Diskusi Media ”Skema Sewa Beli, Solusi Milenial Punya Rumah”, yang diselenggarakan Indonesia Housing Creative Forum, di Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Cesar menambahkan, sasaran debitur KPR sewa beli juga mencakup debitur yang memiliki keterbatasan dana untuk pra-realisasi KPR. Selain itu, konsumen dengan kategori tidak layak bank (non-bankable), serta rekam jejak kolektabilitas kurang baik.
Per Februari 2021 terdapat 78 juta pekerja informal yang merupakan target potensial KPR sewa beli. Dari total pengajuan KPR secara nasional senilai 38 miliar dollar AS, pengajuan KPR yang ditolak berkisar 11 miliar dollar AS atau 30 persen. Salah satu penyebabnya yakni status pekerja kontrak.
BTN mulai mengembangkan skema pembiayaan sewa beli untuk rumah nonsubsidi atau komersial mulai Oktober 2022 dengan jangkauan wilayah Jabodetabak, Karawang, dan Sumatera. Skema pembiayaan itu digulirkan bekerja sama dengan dua perusahaan sebagai agregator sewa-beli, yakni cicil sewadan taphome. Harga hunian bergantung kapabilitas perusahaan agregator. Saat ini, harga rumah yang ditawarkan dengan skema sewa beli mencapai Rp 1,5 miliar.
Perusahaan agregator yang bekerja sama dengan pengembang akan menawarkan skema sewa-beli kepada calon konsumen.
Ia menambahkan, perusahaan agregator yang bekerja sama dengan pengembang akan menawarkan skema sewa-beli kepada calon konsumen. ”Selanjutnya, perusahaan agregator akan membeli properti tersebut setelah disepakati perhitungan skema sewa dan pembelian rumah oleh konsumen,” ujarnya.
Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Heliantopo mengemukakan, skema KPR sewa-beli berpotensi diterapkan untuk masyarakat berpenghasilan tidak tetap. Saat ini pihaknya tengah melakukan proyek percontohan pembelian rumah tapak dengan skema pembiayaan sewa beli di Tangerang, Banten. Adapun harga huniannya sekitar Rp 150 juta. Pihaknya menggandeng perusahaan agregator.
Ia menambahkan, perusahaan agregator itu berperan membeli rumah tapak, menyewakan rumah ke konsumen selama tiga tahun. Kemudian, aset akan dilepas menjadi milik konsumen setelah konsumen melakukan akad KPR dengan perbankan. Sasarannya, konsumen di sektor informal.
”Rumah tapak bisa skema sewa beli, tetapi nanti rumah susun juga bisa. Tinggal mempertemukan agregator dengan penyewa,” ujar Heliantopo.
Direktur PT Metropolitan Land Tbk Wahyu Sulistyo mengemukakan, skema sewa-beli untuk hunian berpotensi diterapkan untuk pasar apartemen. Meski demikian, pengembang terkendala biaya perpajakan jika memasarkan sendiri proyek hunian dengan skema sewa-beli langsung ke konsumen.
Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Haryo Bekti Martoyoedo mengemukakan, pemerintah terus berupaya memperluas fasilitas pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Salah satunya lewat skema sewa beli rumah bersubsidi. Meski demikian, mekanisme sewa-beli masih perlu dimatangkan dengan perbankan dan lembaga keuangan, di samping itu menetapkan perusahaan agregator.
”Entitas-entitas tersebut perlu duduk bersama, termasuk siapa yang berperan menjadi agregator sampai dengan di level masyarakat berpenghasilan rendah. Kalau di level rumah komersial, kan, sudah ada (agregator), ya, sudah mau,” ujar Haryo.
Skema sewa-beli rumah sudah berjalan di perbankan syariah, yakni akad sewa dan beli rumah menjadi satu kesatuan.
Deputi Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Ariev Baginda Siregar mengemukakan, skema sewa-beli rumah sudah berjalan di perbankan syariah, yakni akad sewa dan beli rumah menjadi satu kesatuan. Bank syariah mendapat kuasa memegang aset sehingga apabila kosumen tidak sanggup membayar sewa dan tidak jadi membeli, aset rumah dapat dialihkan ke konsumen lain.
Adapun untuk sewa-beli rumah bersubsidi, pihaknya berupaya mengadopsi skema angsuran berjenjang. Meski suku bunga KPR bersubsidi dipatok tetap 5 persen, besaran cicilan pokok konsumen secara bertahap meningkat. Konsep itu sedang dimatangkan.