Pengeluaran Penduduk RI Meningkat, Tabungan Tergerus
Pengeluaran per kapita per bulan penduduk pada September 2022 sebesar Rp 1,39 juta, naik 8,71 persen secara tahunan. Di tengah pembentukan harga pangan baru, pengeluaran itu bisa bertambah besar dan membebani masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS – Pengeluaran per kapita penduduk Indonesia meningkat gegara kenaikan harga pangan dan bahan bakar minyak. Pengeluaran tersebut diperkirakan akan semakin meningkat mengingat harga pangan masih relatif tinggi dan seiring peningkatan konsumsi.
Dalam laporan ”Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2022” yang dipublikasikan pada 23 Juni 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pengeluaran per kapita per bulan penduduk Indonesia pada September 2022 sebesar Rp 1,39 juta. Jumlah tersebut meningkat 8,71 persen dibandingkan pengeluaran per kapita per bulan pada September 2021 yang sebesar 1,28 juta.
Kenaikan pengeluaran per kapita penduduk itu disebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan komoditas nonpangan. Hal itu menyebabkan porsi pengeluaran penduduk untuk makanan meningkat dari 49,3 persen pada September 2021 menjadi 50,32 persen pada September 2022.
Selain dampak kenaikan harga pangan global, kenaikan harga pangan itu juga akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BMM). Pemerintah menaikkan harga BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax pada 3 September 2022.
BPS mencatat, pada periode Maret-September 2022, komoditas pangan yang harganya naik, antara lain, beras (1,46 persen), tepung terigu (13,97 persen), dan gula pasir (2,35 persen). Sementara per September 2022, rata-rata pengeluaran bensin dan solar per rumah tangga per bulan naik 22,35 persen secara tahunan menjadi Rp 63.680.
Per September 2022, rata-rata pengeluaran bensin dan solar per rumah tangga per bulan naik 22,35 persen secara tahunan menjadi Rp 63.680.
Peneliti Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah berpendapat, indikator itu menguak tabir baru penurunan angka kemiskinan di Indonesia pada September 2021-September 2022. Angka kemiskinan dalam periode perbandingan tersebut memang turun, tetapi porsi pengeluaran penduduk untuk pangan justru naik.
”Hal ini mengindikasikan beban masyarakat untuk pengeluaran pangan bertambah besar,” kata Rusli ketika dihubungi di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Rusli menjelaskan, pada September 2022, ada kenaikan angka kemiskinan sebesar 0,03 persen menjadi 9,57 persen dibandingkan Maret 2022. BPS dalam laporan tersebut menyebutkan, salah satu penyebab kenaikan angka kemiskinan itu adalah kenaikan harga BBM pada September 2022.
Hal itu berbeda dengan perkembangan angka kemiskinan dalam periode perbandingan September 2021 dengan September 2022. Angka kemiskinan justru turun sebesar 0,14 persen. Namun, porsi pengeluaran penduduk untuk makanan justru meningkat dari 49,3 persen pada September 2021 menjadi 50,32 persen pada September 2022.
Baca Juga: Sudah Tidak Relevan, Saatnya Garis Kemiskinan Dievaluasi
Menurut Rusli, peningkatan porsi pengeluaran makanan juga terjadi pada penduduk perkotaan dan perdesaan. Peningkatan porsi pengeluaran penduduk kota lebih lebih besar dibandingkan penduduk desa. Porsi pengeluaran penduduk kota untuk makanan naik sebesar 1,09 pesen, sedangkan penduduk desa 0,89 persen.
Kenaikan porsi pengeluaran pada periode tersebut menunjukkan ada peningkatan harga pangan yang harus ditanggung penduduk. Hal ini wajar mengingat September 2022 merupakan bagian dari masa transisi Covid-19 yang ditandai dengan semakin longgarnya pengetatan aktivitas masyarakat dan geliat ekonomi di berbagai sektor.
Pada tahun ini, lanjut Rusli, pemerintah juga telah menetapkan Indonesia memasuki masa endemi Covid-19. Porsi pengeluaran makanan diprediksi akan meningkat mengingat harga sejumlah pangan masih relatif tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Kabar baiknya, hal itu kemungkinan akan dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat mengingat aktivitas ekonomi semakin menggeliat. Namun, pemerintah tetap perlu berhati-hati dan tetap perlu menjaga daya beli masyarakat, terutama kelas bawah.
”Masyarakat akan lebih memprioritaskan pendapatan mereka untuk kebutuhan primer, terutama belanja makanan. Bersamaan dengan itu, porsi belanja mereka untuk kebutuhan sekunder dan tersier berkurang. Hal ini bisa berdampak pada belanja nonmakanan, seperti pakaian, alas kaki, bahkan properti,” ujarnya.
Porsi pengeluaran makanan diprediksi akan meningkat mengingat harga sejumlah pangan masih relatif tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Baca Juga: Minyak Goreng dan BBM Picu Peningkatan Pengeluaran Konsumsi Penduduk RI
Menggerus pendapatan
Saat ini, harga sejumlah bahan pangan pokok tengah menuju keseimbangan baru. Pembentukan harga baru akan lebih tinggi daripada harga sebelumnya. Sejak 2022, pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) atau harga acuan sejumlah pangan pokok yang baru.
HET minyak goreng yang semula Rp 11.500 per liter, per Februari 2022 telah naik menjadi Rp 14.000 per liter. Pada Maret 2023, HET beras medium naik menjadi Rp 10.900-Rp 11.900 per kilogram (kg) bergantung zona. Sebelumnya, HET beras medium Rp 9.450 per kg dan harga GKP di tingkat petani Rp 4.200 per kg.
Pemerintah juga telah menentukan harga acuan penjualan (HAP) gula pasir atau kristal putih di tingkat konsumen sebesar Rp 14.500 per kg dan khusus wilayah Indonesia bagian timur Rp 15.500/kg. Kedua HAP di tingkat konsumen itu naik dari tahun lalu yang masing-masing Rp 13.500/kg dan Rp 14.500/kg. Saat ini, pemberlakuan HAP baru itu tinggal menunggu penetapan regulasi.
Kenaikan sejumlah harga pangan tersebut menyebabkan pengeluaran untuk konsumsi penduduk semakin meningkat. Pendapatan masyarakat di berbagai kelompok pengeluaran menjadi tergerus dan tabungan tergerogoti.
Baca Juga: Meski Ada Bansos, Daya Beli Masyarakat Tetap Tergerus
Dalam Laporan Survei Ekonomi Mei 2023, Bank Indonesia (BI) menunjukkan, meskipun ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi nasional enam bulan ke depan terpantau meningkat, ekspektasi mereka terhadap penghasilan turun. Penurunan terdalam terjadi pada kelompok responden dengan tingkat pengeluaran Rp 2,1-3 juta per bulan. Indeks Ekspektasi Penghasilan kelompok tersebut turun dari dari 135,6 pada April 2023 menjadi 132,7 pada Mei 2023.
Dalam periode perbandingan tersebut, rata-rata proporsi pendapatan responden untuk konsumsi juga meningkat dari 75,2 persen menjadi 75,4 persen. Selain itu, rata-rata proporsi pembayaran cicilan utang juga naik dari 8,4 persen menjadi 8,8 persen. Sementara, proporsi pendapatan konsumen yang disimpan turun dari 16,4 persen menjadi 15,7 persen.
”Rata-rata porsi konsumsi pada hampir seluruh kelompok pengeluaran meningkat. Adapun rata-rata porsi tabungan terhadap pendapatan menurun pada seluruh kelompok pengeluaran,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers di Jakarta.
BI mencatat, rasio pendapatan terhadap konsumsi kelompok pengeluaran Rp 1 juta-Rp 2 juta atau kelas bawah, meningkat dari 75,7 persen pada April 2023 menjadi 76,9 persen pada Mei 2023. Seiring dengan peningkatan konsumsi, rasio pendapatan terhadap tabungan turun dari 17,6 persen menjadi 15,5 persen.
Sementara itu, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat dan mengantisipasi dampak El Nino terhadap harga pangan pokok, Badan Pangan Nasional (NFA) meluncurkan program Gerakan Pangan Murah (GPM) serentak, Senin (26/6/2023). GPM digulirkan di 342 titik di 301 kabupaten/kota di Indonesia.
Kegiatan pendistribusian pangan murah itu dilakukan bersama badan usaha milik negara, pemerintah daerah, sejumlah kementerian terkait, koperasi, serta asosiasi peternak dan petani. Sejumlah komoditas yang disediakan adalah beras, telur ayam, cabai, bawang merah, bawang putih, daging ayam, daging sapi, gula, minyak goreng, serta aneka sayuran dan buah-buahan.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, seluruh produk pangan yang dijual tersebut harganya di bawah harga pasar atau tidak melebihi HAP dan HET yang telah ditetapkan. Program GPM ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga pangan di tingkat konsumen, terutama menjelang Hari Raya Idul Adha.
Dengan begitu, tingkat inflasi nasional dan setiap daerah bisa terjaga dengan baik. Upaya tersebut juga dalam rangka mengantisipasi dampak El Nino yang diperkirakan dapat memengaruhi penurunan produksi dan kenaikan harga pangan.
”Selain GPM, kami juga melanjutkan penyaluran cadangan beras pemerintah untuk stabilisasi harga beras dan bantuan pangan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat. Kami juga masih menyalurkan bantuan telur dan daging ayam kepada 1,4 juta keluarga rawan sunting,” kata Arief.