Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO Turut Pengaruhi Harga CPO Dunia
Sentimen masalah hukum yang melibatkan perusahaan kakap CPO di Indonesia dapat berimbas ke pengalihan permintaan CPO. Banyak perusahaan memiliki standar tinggi untuk menjaga rantai pasok terhindar dari masalah hukum.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO dunia masih bergejolak akibat pengaruh sejumlah sentimen pasar. Pada akhir perdagangan pekan ini, harga CPO ditutup di level tertinggi sejak sebulan terakhir. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah penetapan tiga korporasi sawit besar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perizinan ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya di Indonesia.
TradingEconomics mencatat, perdagangan CPO di Bursa Derivatif Malaysia pada Jumat (17/6/2023) ditutup seharga 3.743 ringgit Malaysia (RM) per ton. Meski anjlok sebesar 31,37 persen secara tahunan, harga komoditas eskpor unggulan Indonesia tersebut naik 9 persen secara bulanan.
Harga CPO itu berada di level terkuat dalam sebulan terakhir. Harga tersebut juga telah menumbangkan puncak harga tertinggi pada 26 Mei 2023 yang sebesar 3.566 RM per ton.
Dalam analisis pasar TradingEconomics disebutkan, kenaikan harga CPO itu dipengaruhi sejumlah faktor. Pertama, penetapan tiga korporasi sawit besar di Indonesia sebagai tersangka dugaan kasus perizinan ilegal ekspor CPO dan sejumlah produk turunan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kedua, Indonesia yang berkontribusi sekitar 60 persen pasokan CPO dunia masih mempertahankan kebijakan mengamankan stok minyak sawit untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik. Ketiga, kekhawatiran cuaca panas akibat dampak El Nino di Asia Tenggara dapat mengganggu produksi pertanian, termasuk CPO.
Keempat, permintaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel berpotensi meningkat karena produksi bioetanol di Amerika Serikat tidak menentu. Cuaca kering yang melanda negara tersebut membuat Badan Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency/EPA) menunda mandatori pencampuran bahan bakar nabati (biofuel) 2023-2025.
Pada Kamis, 16 Juni 2023, Kejagung menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor CPO di Kementerian Perdagangan. Ketiga korporasi itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan kasus yang sama yang telah berkekuatan hukum tetap setelah putusan kasasi Mahkamah Agung keluar pada 12 Mei 2023. Total kerugian keuangan dan perekonomian negara dari kasus tersebut sebesar Rp 6,47 triliun.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, Sabtu (17/6/2023), berpendapat, sentimen masalah hukum yang melibatkan perusahaan kakap CPO dapat berimbas ke pengalihan permintaan CPO oleh pembeli khususnya di negara maju. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan Eropa memiliki standar yang cukup tinggi untuk menjaga rantai pasok terhindar dari masalah hukum.
Mereka harus mematuhi ESG. ESG merupakan parameter kegiatan pembangunan, investasi, atau bisnis yang berkelanjutan dengan tiga kriteria utama, yaitu environment (lingkungan), social (sosial), dan governance (tata kelola).
”Jadi, aspek tata kelola ini yang akan berpengaruh pada pembelian CPO dari Indonesia. Kalau tiga perusahaan Indonesia terseret kasus korupsi, pembeli khawatir reputasi perusahaannya ikut terdampak,” ujar Bhima ketika dihubungi dari Jakarta.
Sentimen masalah hukum yang melibatkan perusahaan kakap CPO dapat berimbas ke pengalihan permintaan CPO oleh pembeli khususnya di negara maju. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan Eropa memiliki standar yang cukup tinggi untuk menjaga rantai pasok terhindar dari masalah hukum.
Menimbang hal itu, lanjut Bhima, banyak perusahaan, terutama di negara maju, berpotensi CPO dari Indonesia ke Malaysia. Selain itu, mereka juga bisa saja mengurangi porsi CPO dalam komposisi bahan baku industri dengan menggantinya dengan minyak nabati lain.
”Kondisi tersebut akan sangat merugikan Indonesia karena pengalihan ke sumber pasokan CPO lain, khususnya dari Malaysia, dan produsen minyak nabati selain CPO,” ujarnya.
Bhima menambahkan, kasus korupsi terkait dengan perizinan ekspor CPO yang ditangani Kejagung juga membawa pesan tersendiri kepada para pembeli CPO Indonesia. Pesan itu terkait dengan ketidakpastian kebijakan di Indonesia yang cukup tinggi sehingga para pembeli khawatir pelarangan ekspor CPO kembali dilakukan Indonesia di kemudian hari.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi CPO periode 16-30 Juni 2023 sebesar 724,45 dollar AS per ton. Harga penentu pengenaan bea keluar dan pungutan ekspor tersebut turun 10,87 persen dibandingkan harga referensi periode 1-15 Juni 2023 yang sebesar 811,68 dollar AS per ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso mengatakan, saat ini harga referensi CPO turun dibandingkan periode sebelumnya. Meski demikian, harga referensi tersebut masih di atas ambang batas 680 dollar AS per ton.
”Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar 3 dollar AS per ton dan pungutan ekspor 65 dollar AS per ton untuk periode 16-30 Juni 2023,” katanya melalui siaran pers di Jakarta.
Penentuan bea keluar CPO itu merujuk pada PMK Nomor 39 Tahun 2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Adapun penetapan pungutan ekspor merujuk pada PMK 154/2022 tentang Perubahan Ketiga atas PMK 103/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Menurut Budi, penurunan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, antara lain perlambatan permintaan dunia, sehingga stok CPO meningakat dan penurunan harga minyak nabati lain, terutama minyak kedelai, yang menyebabkan ekspor CPO turun. Selain itu, depresiasi nilai tukar RM terhadap dollar AS dan kekhawatiran pasar terkait peningkatan pasokan produksi CPO global dari Indonesia dan Malaysia.