Penurunan harga komoditas dan perlambatan permintaan global menyebabkan surplus neraca perdagangan semakin kecil. Di sisi lain, impor tumbuh cukup signifikan lantaran ditopang oleh permintaan domestik.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Era booming atau lonjakan harga sejumlah komoditas unggulan Indonesia mulai berakhir. Kontribusi minyak kelapa sawit, batubara, dan besi baja terhadap total ekspor tidak dominan lagi. Surplus neraca perdagangan Indonesia semakin mengecil.
Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (15/6/2023), merilis, ekspor migas dan nonmigas pada Mei 2023 sebesar 21,72 miliar dollar AS, naik 12,61 persen secara bulanan. Impor migas dan nonmigas juga meningkat 38,65 persen secara bulanan menjadi 21,28 miliar dollar AS.
Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 surplus 436,5 juta dollar AS. Capaian itu membuat Indonesia membukukan surplus neraca perdagangan selama 37 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS M Edy Mahmud mengatakan, surplus neraca perdagangan pada Mei 2023 tersebut terendah dalam 37 bulan terakhir. Hal itu akibat pengaruh penurunan harga sejumlah komoditas ekspor unggulan Indonesia, terutama batubara, minyak kelapa sawit (CPO), dan besi baja.
”Kinerja ekspor menjadi tidak optimal karena tertahan penurunan harga komoditas,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Kinerja ekspor menjadi tidak optimal karena tertahan penurunan harga komoditas.
BPS mencatat, pada Mei 2023 harga batubara turun 17,4 persen secara bulanan menjadi 160,5 dollar AS per ton dan harga besi baja turun 10,43 persen secara bulanan menjadi 105,2 dollar AS per ton. Hal itu turut menyebabkan nilai ekspor batubara turun 6,25 persen menjadi 3 miliar dollar AS dan besi baja 9,09 persen menjadi 2 miliar dollar AS.
Harga CPO juga turun, yakni 7,08 persen secara bulanan, menjadi 934,1 dollar AS per ton. Namun, nilai ekspor komoditas itu tetap meningkat 7,14 persen menjadi 1,5 miliar dollar AS. Peningkatan nilai ekspor itu ditopang oleh kenaikan volume ekspor sebesar 6,67 persen menjadi 1,6 juta ton.
Dalam dua bulan terakhir, ketiga komoditas ekspor unggulan Indonesia tersebut tidak lagi dominan berkontribusi terhadap total ekspor. Pada Mei 2023, kinerja positif ekspor lebih ditopang oleh produk kendaraan dan bagiannya. Nilai ekspor produk manufaktur tersebut tumbuh signifikan, yakni sebesar 60,2 persen, menjadi 373,2 juta dollar AS.
Pada April 2023, batubara, CPO, dan besi baja juga tidak menempati urutan teratas penyumbang ekspor. Peningkatan ekspor terbesar justru terjadi pada bijih logam, terak, dan abu yang senilai 166,8 juta dollar AS atau tumbuh 26,16 persen secara bulanan.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Irman Faiz mengatakan, selain efek penurunan harga, penyempitan surplus perdagangan pada Mei 2023 terjadi karena impor tumbuh cukup signifikan. Pada bulan tersebut, impor tumbuh 38,65 persen secara bulanan dan 14,35 persen secara tahunan menjadi 21,27 miliar dollar AS.
Pertumbuhan impor itu ditopang oleh impor bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi. Hal itu seiring dengan menguatnya permintaan domestik.
”Pada Mei 2023, kinerja ekspor sebenarnya telah bangkit kembali dari kontraksi sebesar 29,4 persen secara tahunan yang terjadi pada April 2023. Pada Mei 2023, ekspor tumbuh 12,61 persen secara bulanan dan 0,96 persen secara tahunan. Namun, pertumbuhan ekspor tersebut jauh lebih lambat dari pertumbuhan impor,” tuturnya.
Meski begitu, lanjut Irman, pertumbuhan impor tersebut mengindikasikan permintaan domestik mulai pulih. Bagi para pelaku industri, hal ini dapat membantu mengimbangi dampak perlambatan permintaan global. Dengan kata lain, mereka tetap ekspansif lantaran permintaan domestik semakin menguat.
Hal itu terlihat dari Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang tetap berada di level ekspansif atau masih di ambang batas 50. S&P Global mencatat, PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2023 turun 4,6 persen menjadi 50,3 dari April 2023 yang sebesar 52,7.
”Seiring dengan membaiknya permintaan domestik dan terus bergulirnya proyek-proyek pembangunan, impor diperkirakan akan terus meningkat ke depan. Di sisi lain, ekspor diperkirakan cenderung menurun di tengah penurunan harga komoditas global dan perlambatan permintaan global,” katanya.
Ekspor diperkirakan cenderung menurun di tengah penurunan harga komoditas global dan perlambatan permintaan global.
Salah satu faktor yang turut mendorong permintaan domestik dan impor adalah Idul Adha yang diperkirakan berlangsung pada 29 Juni 2023. BPS menyebut, impor sapi dan domba hidup menjelang hari raya Kurban tersebut meningkat.
Edy mengemukakan, pada Mei 2023 nilai impor sapi hidup mencapai 36,99 juta dollar AS atau naik 4,42 persen dibandingkan April 2023. Adapun impor domba hidup pada Mei 2023 tercatat senilai 129.930 dollar AS. Keduanya diimpor dari Australia.
”Impor domba hidup tersebut baru terjadi pada Mei 2023. Sebelumnya, atau pada April 2023, Indonesia tidak mengimpor domba.