Kredit Usaha Ultramikro Bisa Bantu Turunkan Kemiskinan
Kredit usaha ultramikro membuka ruang para pengusaha yang tak memiliki modal dan akses perbankan untuk merintis bisnis. Dengan demikian, mereka bisa keluar dari jerat kemiskinan dan meningkatkan perekonomian.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembiayaan kredit untuk usaha ultramikro ditargetkan mencapai 2,2 juta debitur pada 2023. Dengan demikian, pemberian kredit dapat berkontribusi positif terhadap penurunan angka kemiskinan. Pendampingan dan jaminan dalam merintis bisnis dibutuhkan para debitur.
Pengusaha ultramikro (UMi) berbeda dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMi merupakan bisnis yang dikelola perorangan, belum memiliki legalitas usaha, laporan keuangan, dan akses perbankan. Bisnis yang tergolong UMi contohnya warung kecil, penjual gorengan, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ismed Saputra mengatakan, pembiayaan UMi diarahkan untuk menjangkau pelaku usaha yang berada di bawah garis kemiskinan. Persyaratan hanya memiliki KTP elektronik dan tidak sedang menerima program pemerintah lainnya seperti kredit usaha rakyat (KUR).
”Perbaikan ekonomi pengusaha UMi terlihat melalui nilai keekonomian debitur (NKD) yang rata-rata naik 3,5 poin setiap tahunnya,” ujarnya dalam jumpa pers di Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
NKD diukur oleh lembaga independen melalui survei ekonomi debitur saat sebelum dan sesudah menerima pembiayaan. Dalam pengukurannya, terdapat tujuh parameter ekonomi pribadi dan tiga parameter ekonomi usaha.
Per 14 Juni 2023, total penyaluran kredit baru mencapai 568.574 debitur atau 25,8 persen dari target 2,2 juta tahun ini. Sebanyak 89 persen debitur merupakan perempuan dan sisanya laki-laki. Dari sisi usia, sebesar 58 persen debitur berusia di atas 40 tahun, 41 persen debitur berusia 20-40 tahun, dan 1 persen debitur berusia di bawah 20 tahun.
Kredit UMi seharusnya mampu menaikkan kelas ekonomi debitur menjadi mikro dan tercatat dalam administrasi perbankan. Sebab, hal itu bisa mengantarkan bisnis mereka lebih jauh lagi.
Program pembiayaan UMi telah berlangsung sejak 2017. Secara keseluruhan, PIP Kemenkeu telah menyalurkan Rp 28,55 triliun untuk 7,98 juta debitur. Sekitar 1,3 juta debitur di antaranya pernah mengajukan kredit lebih dari satu kali.
Meski batas atas mencapai Rp 20 juta, para debitur hanya meminjam dalam rentang Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. Mereka juga diperbolehkan menggonta-ganti jenis usahanya saat periode peminjaman.
Direktur Keuangan, Umum, dan Sistem Informasi PIP Mas Soeharto menuturkan, kegagalan membayar kredit selalu dijaga pada tingkat rendah dan dilakukan melalui upaya restrukturisasi. Mulai dari koperasi, pemerintah daerah setempat, hingga lembaga keuangan bukan bank (LKBB) turut menjamin kelancaran pembayaran dari debitur.
”Selain mengawasi, lembaga-lembaga itu juga turut memberikan motivasi dan konsultasi terkait usaha, serta meningkatkan sumber daya manusia,” tuturnya.
Bimbingan dan pengawasan dilakukan sejalan dengan tenor yang diambil oleh debitur. Waktu jatuh tempo umumnya sekitar satu tahun–bisa kurang atau lebih–yang disesuaikan dengan kemampuan debitur.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, kredit untuk UMi memang menyasar kelompok masyarakat kelas bawah yang berada di garis kemiskinan. Upaya bimbingan dan pengawasan yang berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan perekonomian debitur.
”Kredit UMi seharusnya mampu menaikkan kelas ekonomi debitur menjadi mikro dan tercatat dalam administrasi perbankan. Sebab, hal itu bisa mengantarkan bisnis mereka lebih jauh lagi,” katanya.
Kendati begitu, lanjut Faisal, tidak seluruh masyarakat harus didorong menjadi pengusaha. Namun, jika mereka ingin, seharusnya bisa difasilitasi agar tidak terhambat dari segi modal ataupun hal teknis lainnya.