Pemberdayaan Usaha Ultramikro Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Pembiayaan dan berbagai bantuan pendanaan ke segmen ultramikro terbukti berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia saat pandemi Covid-19.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembiayaan dan berbagai bantuan pendanaan ke segmen ultramikro terbukti berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia saat pandemi Covid-19. Keberpihakan yang disertai kebijakan yang tepat diyakini menjadi kunci pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
”Pembiayaan ke segmen ultramikro sangat signifikan dalam mendorong pemulihan ekonomi kala pandemi dan berhasil menjadi booster perekonomian hari ini serta akan berlanjut di masa depan,” ujar Direktur Bisnis Mikro BRI Supari dalam acara BRI Microfinance Outlook 2022, Kamis (10/2/2022).
Supari menjelaskan, berdasarkan riset yang dilakukan BRI, penyaluran pembiayaan ke segmen ultramikro berperan besar dalam mendorong pemulihan ekonomi kala pandemi. Selain penyaluran pembiayaan ultramikro, ada pula penyaluran Program Keluarga Harapan dan Bantuan Produktif Usaha Mikro yang turut mendorong pemulihan.
Pada triwulan kedua 2020, saat pertumbuhan ekonomi terperosok paling rendah, yakni minus 5,32 persen, penyaluran kredit mikro juga mencapai titik terendah selama pandemi, yakni Rp 35,05 triliun. Namun, pada triwulan berikutnya, penyaluran kredit mikro meningkat menjadi Rp 56,49 triliun dan pertumbuhan ekonomi juga membaik meski masih terkontraksi minus 3,49 persen.
Hal ini berlanjut pada triwulan berikutnya dengan penyaluran kredit mikro meningkat menjadi Rp 64,21 triliun sehingga pertumbuhan ekonomi ikut terkerek menjadi minus 2,19 persen. Supari menjelaskan, saat itu mulai banyak nasabah ultramikro yang mendapatkan lagi suntikan modal. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi makin membaik dan kembali ke jalur pertumbuhan positif pada triwulan kedua 2021.
”Program pemulihan ekonomi nasional melalui sektor perlindungan sosial dan sektor UMKM mampu menjaga sisi permintaan dan penawaran masyarakat sehingga lebih tahan banting dan mempercepat pemulihan,” ujar Supari.
Supari mengatakan, pihaknya juga yakin penyaluran pembiayaan ke segmen ultramikro bakal menjadi motor pertumbuhan ekonomi ke depan. Sebab, sektor usaha mikro berkontribusi terhadap penyerapan 109,84 juta tenaga kerja atau 89,04 persen dari total tenaga kerja dan menyumbang 37,35 persen dari produk domestik bruto (PDB) 2019.
”Dengan keberpihakan dan kebijakan yang tepat, segmen ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan,” ujar Supari.
”Holding” ultramikro
Untuk bisa lebih banyak menjangkau segmen ultramikro, Kementerian Badan Usaha Milik Negara pun membentuk induk usaha (holding) ultramikro yang merupakan gabungan tiga BUMN sekaligus, yakni BRI, PT Pegadaian (Persero), dan Permodalan Nasional Madani (PNM). Holding yang mulai beroperasi September 2021 ini dipimpin oleh BRI.
”Pembentukan holding ini berangkat dari masih besarnya kebutuhan akan pembiayaan di segmen ultramikro yang selama ini masih sedikit diakses sektor jasa keuangan,” ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, saat ini ada 45 juta nasabah ultramikro yang membutuhkan pendanaan, baik pendanaan awal maupun tambahan. Dari jumlah tersebut, sekitar 15 juta sudah disentuh oleh gabungan BRI, Pegadaian, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan perusahaan teknologi finansial (tekfin). Selebihnya masih ada 30 juta lainnya yang belum tersentuh.
Dari 30 juta itu, sebanyak 5 juta nasabah lari ke rentenir yang bisa memberikan bunga 100-500 persen per tahun. Sebanyak 7 juta lainnya pinjam ke kerabat, sanak, dan saudara. Artinya, masih ada 18 juta lainnya yang benar-benar belum tersentuh.
”Holding ultramikro akan mulai masuk menyasar 18 juta nasabah itu,” ujar Sunarso.
Setelah itu, BRI akan mengajak rentenir tersebut menjadi agen resmi holding ultramikro. Mereka akan diwajibkan hanya memberikan kredit melalui holding ultramikro dan menggunakan suku bunga wajar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, holding ini akan menjangkau lebih banyak nasabah ultramikro.
Staf Ahli Bidang Produktivitas dan Daya Saing Kementerian Koperasi dan UKM Yulius menjelaskan, selama ini ada kesenjangan antara lembaga keuangan dan pedagang ultramikro. Ini disebabkan nasabah ultramikro tidak melakukan pencatatan yang jelas soal omzet dan belanja bahan baku. Di sisi lain, lembaga keuangan memerlukan data tersebut untuk menimbang apakah pedagang itu bisa menjadi debitor atau tidak.
”Kesenjangan ini diharapkan bisa diisi oleh holding ultramikro ini,” ujar Yulius.
Bantuan pemerintah
Selain membentuk holding ultramikro, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi kredit usaha rakyat (KUR) yang tahun ini dianggarkan sebesar Rp 373 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 285 triliun.
”Bantuan subsidi KUR ini untuk menurunkan biaya bunga sehingga bunganya lebih ringan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, APBN 2022 juga masih memberikan alokasi khusus bantuan ke segmen UMKM dalam anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional. Tahun ini anggaran ke segmen UMKM mencapai Rp 117,3 triliun, menurun dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 157,7 triliun.