Harmonisasi Standar Keamanan Pangan, bak Pedang Bermata Dua
Inisiatif mengharmonisasi standar pangan di tingkat ASEAN dinilai perlu mempertimbangkan keuntungan yang dapat diperoleh Indonesia. Inisiatif itu dianggap menghasilkan ”pedang bermata dua” bagi Indonesia.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
KOMPAS/AGNES THEODORA
Wafer Nabati dan biskuit Danisa dijual di supermarket Wumart di Beijing, China. Defisit perdagangan RI terhadap China terus mengalami penurunan. Produk Indonesia, khususnya makanan dan minuman, semakin mudah menembus pasar China.
Keinginan pelaku industri Tanah Air memanfaatkan momentum Hari Keamanan Pangan Sedunia untuk harmonisasi standar pangan antarnegara anggota ASEAN bak pedang bermata dua. Apabila mampu memenuhi standar itu, Indonesia berpeluang memperkuat daya saing komoditas pangan ekspornya dengan adanya harmonisasi standar. Namun, jika sebaliknya, Indonesia bisa kehilangan pasar ekspornya.
Di kancah internasional, standar keamanan pangan mengacu pada Codex Alimentarius (Standar Pangan Internasional) yang dikelola Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain mengikuti ketentuan internasional itu, sejumlah negara umumnya juga menambah aturan standar keamanan pangan, termasuk anggota ASEAN.
Oleh sebab itu, pada momentum Hari Keamanan Pangan Sedunia yang diperingati setiap 7 Juni, Ketua ASEAN Business Advisory Council (BAC) sekaligus Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menggarisbawahi pentingnya harmonisasi standar pengolahan pangan di ASEAN. ”Komitmen dan tanggung jawab bersama dari pemerintah, pelaku bisnis, produsen, dan konsumen jadi kunci dalam memastikan kepatuhan terhadap standar pangan yang berkualitas,” katanya dalam siaran pers, Kamis (8/6/2023).
Di tingkat kawasan, ASEAN-BAC berperan menyelaraskan aturan standar pangan melalui kerja sama antara negara-negara anggota. ASEAN-BAC Food Security Policy Manager Arif Rachmat menambahkan, kebijakan komprehensif menjadi kunci pemenuhan keamanan pangan dan pengawasan kualitas pangan dalam tiap mata rantai pasok.
Meski demikian, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti berpendapat, inisiatif mengharmonisasi peraturan mengenai standar pangan perlu meninjau keuntungan yang dapat diperoleh Indonesia. ”Sisi positifnya, keberadaan standar keamanan pangan (yang diharmonisasikan se-ASEAN) ‘memaksa’ Indonesia memenuhi ketentuan itu,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis (8/6/2023).
Dia menilai, konsekuensinya adalah pemerintah dan pelaku bisnis mesti siap memenuhi kesepakatan bersama dalam penerapan harmonisasi standar keamanan pangan se-ASEAN. Jika tidak siap memenuhinya, harmonisasi standar itu justru dapat menjadi hambatan nontarif yang menghalangi masuknya produk pangan ekspor Indonesia ke pasar ASEAN. Selain itu, pasar Indonesia juga dapat terancam diisi oleh beragam produk asing yang mampu memenuhi standar yang telah diharmonisasi tersebut.
Indonesia dapat berkaca dari kasus penarikan mi instan dari PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk di Taiwan. Pada kasus ini, kandungan etilen glikol dalam bumbu perisa mi instan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah Taipei, Taiwan, meskipun sudah memenuhi aturan dalam negeri dan internasional. Tak hanya mi instan asal Indonesia, ada jenama dari Malaysia yang turut ditarik dari peredaran.
Menurut Esther, produk Indonesia perlu memenuhi ketentuan standar keamanan pangan di negara tujuan ekspor. Kesanggupan dan kemampuan Indonesia dalam memenuhi aturan tersebut berperan penting dalam menjaga daya saing produk pangan Tanah Air yang berorientasi ekspor. ”Indonesia tidak bisa penetrasi pasar apabila tak memenuhi kriteria,” ujarnya.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali memeriksa ketersediaan makanan dan minuman di ritel modern di Sidoarjo, Selasa (4/4/2023). Pemeriksaan itu untuk memastikan keamanan dan pasokan makanan dan minuman menyambut Lebaran 2023.
Secara umum, Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo menyatakan, penyusunan standar keamanan pangan berlandaskan situasi masing-masing negara yang mengikuti kaidah sains serta kesiapan pelaku usaha. Codex menjadi acuan utama hampir semua negara, termasuk Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya.
Di tingkat kawasan, lanjutnya, terdapat wadah untuk merintis harmonisasi standar keamanan pangan bernama ASEAN Consultative Committee on Standard and Quality. ”Contohnya, saat ini terdapat batas cemaran sejumlah logam berat yang disepakati oleh ASEAN. Namun, ada juga (standar keamanan pangan) yang berbeda. Hal ini lazim terjadi antarnegara,” tuturnya saat dihubungi, Kamis (8/6/2023).
Sementara itu, pemenuhan standar pangan di mancanegara perlu diperkuat agar dapat dipatuhi oleh pebisnis komoditas pangan. Oleh sebab itu, FAO meluncurkan laman resmi mengenai Praktik Kebersihan yang Baik (Good Hygiene Practices) serta Hazard Analysis and Critical Control Point yang dapat diakses secara terbuka. ”Hal ini penting sebagai referensi keamanan pangan secara global,” kata Director of Food Systems and Food Safety Division FAO Corinna Hawkes.
Upaya Indonesia
Pemerintah tengah berupaya memperkuat kualitas keamanan pangan, baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional memberikan kewenangan kepada NFA dalam mengawasi keamanan pangan, termasuk perumusan standar regulasi teknis dan pedomannya.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi
Upaya tersebut salah satunya berwujud peluncuran Sistem Informasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (SIPSAT) oleh NFA saat perayaan Hari Keamanan Pangan 2023. SIPSAT berisi informasi tentang produk yang sudah lolos sertifikasi keamanan pangan serta dapat diakses secara terbuka di laman resmi NFA. Arief berharap, sistem tersebut dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam membeli produk pangan.
Selain itu, sepanjang 2018-2023, Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) NFA telah menerbitkan 19.746 izin edar dan sertifikasi yang diberikan kepada eksportir, importir, serta pebisnis Tanah Air dengan beragam skala usaha. Secara spesifik, OKKP juga menerbitkan 620 sertifikat keamanan pangan (health certificate atau HC) sepanjang 2022 untuk komoditas pala, kopi, lada, dan pinang yang nilai total ekspornya mencapai 65 juta dollar AS.
Arief menyatakan, sertifikat keamanan pangan itu telah sesuai dengan standar internasional sehingga dapat memperkuat daya saing produk pangan Tanah Air di pasar global. Dia turut mengapresiasi pelaku usaha pangan segar yang meregistrasikan produknya untuk menjamin keamanan pangan. ”Harapannya, semakin banyak izin edar dan sertifikat keamanan pangan yang diterbitkan,” ujarnya.
Indonesia tak boleh tawar-menawar soal keamanan pangan karena menyangkut kesehatan konsumen. Jika harmonisasi standar di tingkat ASEAN dapat memacu Indonesia lebih disiplin dalam keamanan pangan, kenapa tidak kita menempuh langkah itu bersama?