Pemerintah Mempertimbangkan Perpanjang Masa Tugas Satgas BLBI
Di tengah pekerjaan rumah yang masih banyak, masa tugas Satgas BLBI akan segera berakhir pada 31 Desember 2023. Pemerintah berencana memperpanjang masa kerja satgas untuk menuntaskan penyitaan seluruh aset piutang BLBI.
Oleh
agnes theodora, Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Papan sita aset terpasang di tanah yang berhasil disita negara dalam kasus BLBI, di Lebak Bulus, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS – Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI telah menyita 27,75 persen dari total nilai aset piutang BLBI. Untuk memaksimalkan upaya pengembalian hak negara dari kasus berusia 24 tahun itu, pemerintah mempertimbangkan memperpanjang masa tugas Satgas BLBI hingga lima tahun ke depan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga 30 Mei 2023, Satgas BLBI telah mengantongi aset obligor sebesar Rp 30,65 triliun atau 27,75 persen dari total aset piutang BLBI yang harus ditagih senilai Rp 110,45 triliun. Pemerintah menargetkan bisa menyita 50 persen aset eks BLBI hingga akhir tahun.
Secara rinci, pengembalian hak negara dari kasus BLBI sampai akhir Mei 2023 adalah dalam bentuk peneriman negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara sebesar Rp 1,1 triliun, penyitaan dan penyerahan barang jaminan/harga kekayaan lain (Rp 14,7 triliun), penguasaan fisik aset properti (Rp 9,2 triliun), penyerahan aset kepada K/L dan pemda (Rp 3 triliun), dan penyertaan modal negara (PMN) nontunai (Rp 2,4 triliun).
Di tengah pekerjaan rumah yang masih banyak itu, masa tugas Satgas BLBI akan segera berakhir pada 31 Desember 2023. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Selasa (6/6/2023), pun mengatakan, masa tugas satgas bisa diperpanjang untuk menuntaskan pengejaran seluruh aset piutang BLBI.
”Kalau diperpanjang lima tahun lagi, satgas pasti bisa mencapai semua target. Kerja tim seperti ini terbukti efektif. Kalau bekerja sendiri-sendiri, hanya selesai di satu sisi, tapi di sisi lain tidak selesai. Kerja tim ini tampaknya perlu dilanjutkan sampai kita mendapat semua Rp 110 triliun (aset piutang BLBI) itu,” kata Mahfud pada acara Serah Terima Aset Eks BLBI di Jakarta.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD memberikan keterangan resmi sesuai acara Serah Terima Aset Eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Menurut dia, Pemilihan Umum 2024 dan pergantian rezim tidak akan berdampak pada kinerja satgas. ”Nanti di akhir tahun kami akan buat catatan mengenai sisa aset yang perlu ditagih. Komitmen ini mengikat. Ini sudah tugas pemerintah, siapa pun yang nanti memerintah,” ujarnya.
Sebelumnya, usulan memperpanjang masa tugas satgas disampaikan oleh Ketua Satgas BLBI sekaligus Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban dalam kesempatan yang sama. Menurut Rionald, koordinasi di internal satgas sejauh ini terbukti berjalan dengan baik sehingga akan lebih baik jika masa kerja satgas bisa diperpanjang.
”Ini bukan hal mudah yang perlu kita jaga dan pertahankan. Kerja tim ini modal kekuatan kita, dengan kerja sama ini kita bisa menyelesaikan apa yang sudah tertunggak selama lebih dari 24 tahun,” kata Rionald.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan keputusan untuk memperpanjang masa kerja Satgas BLBI pada Kemenkopolhukam. ”Kalau bisa diperpanjang, silakan diputuskan, saya akan ikut dan membiayai, karena biaya untuk ini lumayan juga,” ujarnya.
Digas
Sri Mulyani pun mengingatkan bahwa pekerjaan rumah satgas masih banyak. Ia menyinggung target Kemenkopolhukam untuk memulangkan 50 persen aset piutang BLBI per akhir tahun ini yang dinilainya masih terlalu kecil dibandingkan total nilai aset yang perlu ditagihkan.
”Sekarang ini baru (tertagih) Rp 30 triliun, jangan lupa kalau finish line-nya itu Rp 110 triliun, jadi mohon kita tetap fokus. Sebelum masa kerja BLBI berakhir seharusnya masih bisa digas lagi, biasanya menjelang finis, gasnya lebih kencang,” katanya.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara yang berlaku sejak tahun lalu. Dalam PP tersebut, diatur ketentuan sanksi administratif terhadap obligor yang tidak kooperatif membayar kewajibannya.
Sanksi yang dimaksud adalah pencabutan hak pelayanan publik di berbagai bidang, seperti keimigrasian, kependudukan, dan lain-lain. Sebagai contoh, obligor bisa mengalami pencekalan, pembekuan atau pencabutan paspor, serta pencabutan hak mengambil kredit dan menjadi nasabah di bank, jika tak kunjung melunasi utangnya kepada negara.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Papan sita aset terpasang di tanah yang berhasil disita negara dalam kasus BLBI, di Lebak Bulus, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Mahfud meyakini, dengan landasan hukum baru itu, kinerja satgas bisa lebih maksimal. ”Untuk penerapannya sudah diinstruksikan oleh Kemenkeu agar mulai dicatat siapa-siapa saja yang akan mulai ditindak terlebih dahulu di bawah aturan itu,” kata Mahfud.
Pemanfaatan aset
Sebagai langkah pemulihan hak negara, sejumlah aset properti eks BLBI dimanfaatkan melalui hibah kepada pemda dan penetapan status penggunaan (PSP) kepada kementerian/lembaga. Per akhir Mei 2023, pemerintah melakukan serah-terima aset properti eks BLBI berupa tanah dengan nilai Rp 1,85 triliun dan total luas 226,8 hektar.
Utilisasi atas aset properti berupa hibah dan PSP itu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memonetisasi aset eks BLBI, di luar upaya lelang aset sitaan.
Secara rinci, hibah tanah itu diberikan kepada Pemerintah Provinsi Banten, Jawa Barat, dan Palembang. Di Jawa Barat, tanah eks BLBI itu akan dimanfaatkan untuk membangun kawasan ekowisata ”West Java Creative Forest”.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Warga berjalan melintasi plang penyitaan aset hotel milik debitor atau obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah disita oleh Satgas BLBI, Rabu (22/6/2022).
Pemerintah juga menetapkan PSP tanah kepada 14 K/L dengan total luas 84,7 hektar dan total nilai aset Rp 1,21 triliun. Salah satu aset tanah seluas 9 hektar akan digunakan untuk membangun Rumah Sakit Bhayangkara Pusat Polri.
Terkait beberapa aset bernilai jumbo yang masih belum laku dilelang karena sejumlah faktor, Sri Mulyani mengatakan, akan ada mekanisme lain untuk mengoptimalkan aset-aset tersebut.
”Untuk mengganti kerugian negara yang lalu, memang idealnya aset itu dijual dan kita dapat cash-nya, tetapi kalau dari segi lokasi maupun nilainya tidak memungkinkan (untuk dijual), tentu ada mekanisme lain untuk mengoptimalkannya,” ujarnya.