Pencegahan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Butuh Pengawasan Kuat
Terbitnya aturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja masih menyisakan sejumlah tantangan. Pengawasan dan dunia kerja yang makin fleksibel adalah beberapa di antaranya.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan atau Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Kepmenaker ini mengharuskan pencegahan diatur dalam perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan, dan institusi perusahaan wajib membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan di tempat kerja. Meski kebijakan ini diapresiasi pekerja, tantangannya terletak pada pengawasan.
”Hal terpenting adalah bagaimana implementasi di lapangan sehingga pihak perusahaan sungguh-sungguh menjalankan Kepmenaker No 88/2023 sesuai kondisi tempat kerja. Misalnya, di perkebunan tentunya membutuhkan banyak bangunan pos pengaduan dan satuan tugas (satgas) karena tanah perkebunan yang luas,” ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia Dian Septi, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/6/2023).
Selain tantangan pengawasan, Dian berpendapat, masih ada tantangan lain atas terbitnya Kepmenaker No 88/2023. Tantangan lain yang dimaksud adalah dunia kerja yang semakin fleksibel dengan tempat kerja yang bisa di mana pun, tidak harus di perkantoran ataupun pabrik. Hal seperti ini belum terakomodasi dalam Kepmenaker No 88/2023.
Sebagai contoh, kasus kekerasan seksual yang dialami pekerja rumah tangga (PRT) dan sering kali peristiwanya terjadi di ranah privat, yaitu rumah. Contoh lain, kasus pelecehan dialami oleh mitra pengemudi ojek daring dan pekerja lepas.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita mengapresiasi terbitnya Kepmenaker No 88/2023. Bagi serikat buruh, regulasi ini telah menyebut sebagian substansi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) Nomor 190 tentang Pelecehan dan Kekerasan di Dunia Kerja. Misalnya, penyebutan jenis -jenis kekerasan seksual dan dunia kerja.
”Sebenarnya, kami mendesak pemerintah mengesahkan Konvensi ILO 190, tetapi sepertinya itu sangat susah dilakukan pemerintah karena pengusaha menentangnya. Alasan mereka, penyebutan ’dunia kerja’ cukup luas dan malahan warga yang sedang melamar pekerjaan juga menjadi tanggung jawab pengusaha apabila mengalami pelecehan seksual,” kata Elly.
Menurut dia, tantangan implementasi Kepmenaker No 88/2023 adalah upaya pencegahan kekerasan seksual harus dibuat dalam perjanjian kerja bersama (PKB) dan harus dipatuhi. Sebab, hanya sedikit serikat buruh yang memiliki PKB.
Dosen Hukum Perburuhan Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa, berpendapat, kemunculan Kepmenaker No 88/2023 merupakan perkembangan yang baik. Dia beralasan, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja hanya berbentuk surat edaran, tidak mengikat, dan sifatnya hanya pedoman. Sejak 2011 sampai sekarang pun belum banyak perusahaan melakukan apa yang diamanatkan oleh surat edaran itu.
”Meski Permenaker No 88/2023 hanya keputusan, masih lebih mengikat dari surat edaran menteri tenaga kerja dan transmigrasi tahun 2011. Permenaker ini juga diposisikan sebagai peraturan pelaksana/teknis dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sehingga memang selaras dengan yang diamanatkan oleh UU TPKS,” tutur Nabiyla.
Nabiyla menambahkan, keberadaan Kepmenaker No 88/2023 tidak cukup karena tetap perlu upaya lanjutan untuk memastikan bahwa aturan ini terlaksana. Salah satunya melalui pengawasan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.
Menaker Ida Fauziyah dalam siaran pers, Kamis (1/6/2023) malam, di Jakarta, menyampaikan, sudah ada deklarasi tripartit untuk mendukung implementasi Kepmenaker No 88/2023 yang baru saja dikeluarkan. Menurut dia, deklarasi bersama ini penting karena keberhasilan pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja dapat terwujud apabila ada komitmen dan persepsi yang sama di antara pelaku hubungan industrial.
”Semoga diundangkannya kepmenaker ini dapat memberikan acuan dalam upaya pencegahan, penanganan, dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja, serta mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif, harmonis, aman, nyaman, dan bebas dari tindakan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menambahkan, Apindo sebagai wadah dunia usaha menyambut baik terbitnya Kepmenaker No 88/2023. Apindo sudah sejak lama berkomitmen untuk membangun dunia kerja yang aman dan bebas dari pelecehan dan tindak kekerasan seksual. Salah satu bentuk komitmen ialah menerbitkan Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dan Pelecehan Seksual bagi Pengusaha. Penerbitannya dilakukan bersama Kemenaker, Komnas Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan ILO pada Desember 2022.