Pekerja perempuan masih rawan mengalami kekerasan seksual di tempat kerja. Pemahaman soal kesetaraan jender di tempat kerja dibutuhkan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekerasan seksual masih rawan terjadi di tempat kerja, terutama terhadap penyandang disabilitas dan perempuan. Edukasi tentang kesetaraan jender bagi seluruh pemangku kepentingan di tempat kerja sangat dibutuhkan.
”Kami melakukan survei di kalangan pekerja di Indonesia tahun lalu. Ada 70 persen responden mengatakan pernah mengalami pelecehan (seksual) dan kekerasan di tempat kerja. Mereka mengalaminya lebih dari sekali,” kata Direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Indonesia dan Timor Leste Michiko Miyamoto di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Data tersebut merujuk pada survei Semua Bisa Kena! yang dirilis ILO pada 2022. Survei melibatkan 1.173 responden dari sejumlah daerah di Indonesia. Survei dilakukan selama sebulan pada 12 Agustus-13 September 2022. Survei fokus pada kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja.
Hasilnya, 70,93 persen pekerja Indonesia pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Sebanyak 72,77 persen responden pernah menyaksikan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja, sementara 53,36 persen lainnya menjadi korban sekaligus saksi.
Survei juga mencatat bahwa 69,35 persen responden pernah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan dan pelecehan. Kekerasan dan pelecehan psikologis paling sering dialami responden (77,4 persen), diikuti dengan kekerasan dan pelecehan seksual (50,48 persen).
Adapun perempuan dan penyandang disabilitas termasuk kelompok rentan kekerasan dan pelecehan. Namun, menurut Miyamoto, isu ini masih kerap diabaikan dan belum dianggap penting.
Padahal, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual membuat pekerja merasa aman di tempat kerja. Selain mendorong produktivitas, rasa aman digambarkan angkatan kerja muda sebagai definisi kerja layak.
”Kerja layak biasanya merujuk ke hak-hak di tempat kerja, misalnya pendapatan. Saat kami tanya ke kaum muda, mereka menjawab bahwa kerja layak berhubungan dengan keinginan dihargai, dianggap bernilai sehingga bisa berkontribusi, dan rasa aman,” ucap Miyamoto.
Menurut Kepala Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di indonesia Valerie Juliand, kekerasan seksual bisa terjadi ke perempuan dan laki-laki. Namun, perempuan umumnya lebih rentan menjadi korban daripada lelaki. Untuk mencegah kekerasan seksual, pemahaman soal kesetaraan jender perlu diperluas.
Ia menilai bahwa kekerasan seksual terjadi karena ketimpangan relasi kuasa dan ketidaksetaraan jender. Edukasi kesetaraan jender penting agar publik punya pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan setara, punya hak yang sama, dan patut dihargai.
”Kita perlu kerja keras karena pengetahuan kelompok rentan terhadap hak-haknya masih kurang. Itu pentingnya edukasi,” ucap Juliand.
Sebelumnya, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengatakan, pengarusutamaan kesetaraan jender ke masyarakat penting. Kesetaraan jender yang dimaksud tidak selalu bicara tentang perempuan, tetapi bisa tentang peran, fungsi, kedudukan, dan pembagian kerja yang setara antara laki-laki dan perempuan (Kompas.id, 4/3/2022).