Pemerintah Akan Terbitkan Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Regulasi yang khusus mengatur penanganan ataupun pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja belum banyak. Selain itu, penanganannya kerap tidak jelas.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan akan segera menerbitkan peraturan terkait pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja. Salah satu poin utama yang akan diatur yaitu pembentukan satuan tugas.
”Dengan adanya satuan tugas (satgas) penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja ini, diharapkan tidak ada penghalang bagi siapa pun yang mengalami pelecehan seksual untuk speak up atas kondisinya,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam siaran pers, Jumat (26/5/2023), di Jakarta.
Menurut Ida, pihaknya akan terus mendorong perusahaan agar mewujudkan kenyamanan bekerja tanpa diskriminasi. Pemerintah melalui Kemenaker berkomitmen tetap menjalankan Gerakan Nasional Nondiskriminasi di Tempat Kerja.
”Kami berupaya untuk dapat menghapus pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, di antaranya melalui penyusunan keputusan menteri mengenai pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja,” ujar Ida.
Komisi Kesetaraan Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Maria Emeninta, Sabtu (27/5/2023), di Jakarta, mengatakan, Kemenaker telah mengundang serikat buruh/pekerja untuk membahas peraturan pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja beberapa hari lalu. Sifat pembahasannya baru sebatas pada ide.
”Kami menyambut positif ide itu, termasuk gagasan agar setiap perusahaan membentuk satgas penanganan dan pencegahan kekerasan seksual. Namun, kami belum bisa memberikan tanggapan lebih banyak karena detail isi peraturan belum jelas,” ujar Maria.
Jika pemerintah menginginkan agar setiap perusahaan memiliki satgas, Maria berharap agar serikat buruh/pekerja dilibatkan sebagai pengurus. Idealnya, satgas penanganan dan pencegahan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja diisi oleh perwakilan tripartit (buruh, perusahaan, dan pemerintah).
Pada April 2011, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Dalam pedoman ini dikelompokkan lima bentuk pelecehan seksual, yaitu pelecehan fisik, lisan, isyarat bahasa tubuh, tertulis atau gambar, dan psikologis.
”Kami dulu mengapresiasi terbitnya Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011, tetapi realisasinya hampir tidak ada. Surat edaran itu tidak bersifat mengikat sehingga tidak semua tempat kerja memberlakukan. Kami ingin pemerintah mengevaluasi pelaksanaan surat edaran itu,” kata Maria.
Maria menambahkan, apabila pemerintah ingin menegakkan kasus ataupun mencegah lebih banyak kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, peraturan yang dibuat semestinya tidak berwujud peraturan menteri. Sebab, peraturan menteri cenderung tidak mempunyai kekuatan yang langgeng.
Takut melapor
Senior Program Officer Organisasi Buruh Internasional (ILO) Lusiani Julia, saat dihubungi terpisah, mengatakan, regulasi yang khusus mengatur penanganan ataupun pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja belum banyak. Selain Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, terdapat beberapa peraturan lain.
Sebagai contoh, Pasal 86 Ayat (1) Huruf b dan c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini menyatakan setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat manusia serta nilai-nilai agama. Contoh lainnya yaitu Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 224 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Tempat Kerja.
”Selama ini belum ada aturan hukum yang cukup jelas mengenai kekerasan dan pelecehan di tempat bekerja, hanya anjuran pemerintah agar perusahaan memiliki mekanisme penanganan ataupun pencegahan. Jadi, kami menyambut baik inisiatif Kemenaker untuk memperbarui dan harapannya bisa menaikkan dari surat edaran ke bentuk keputusan menteri/peraturan menteri,” ujar Lusiani.
Karena peraturan yang sudah ada umumnya bersifat anjuran, kata Lusiani, hal itu tidak cukup memberikan kejelasan mengenai definisi pelecehan seksual, penyelesaian kasus, perlindungan korban, dan tanggung jawab perusahaan. Korban juga umumnya masih takut melapor karena khawatir kehilangan pekerjaan. Relasi kuasa di dunia kerja sangat dominan sehingga tidak banyak korban ataupun saksi berani bersuara.
”Kasus kekerasan dan pelecehan di dunia kerja sering kali tidak ditegakan bukan karena tidak ada kasus, tetapi ketakutan dan ketidakjelasan penyelesaian. Korban pun seringkali tidak percaya terhadap mekanisme yang ada,” kata Lusiani.
Berdasarkan laporan survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia 2022 yang dilakukan oleh ILO dan Never Okay Project, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, 70,81 persen dari 1.175 responden pernah menjadi korban kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Banyak korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan. Kekerasan dan pelecehan psikologis paling sering dialami, disusul dengan kekerasan dan pelecehan seksual.
Sebanyak 54,81 persen pelaku kekerasan dan pelecehan di dunia kerja merupakan atasan/rekan kerja senior. Hal ini mengonfirmasi ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban.
Dari lokasi kejadian, kekerasan dan pelecehan di dunia kerja paling banyak terjadi di dalam kantor/ruangan kerja, diikuti ruang daring, serta lapangan dan luar bangunan kantor.
Dalam laporan yang sama disebutkan, 45,61 persen dari korban tidak melapor karena merasa manajemen tidak akan melakukan apa pun. Sebanyak 34,53 persen dari total responden mengaku tidak ada mekanisme apa pun di tempat kerjanya.