Posisi Lemah Membuat Pekerja Perempuan Rentan Dieksploitasi
Serikat buruh membentuk tim investigasi untuk mengusut pelaku utama dugaan pelecehan seksual yang menimpa AD (24), pekerja perempuan di Cikarang, Jawa Barat. Posisi buruh yang lemah dianggap sebagai salah satu pemicu.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serikat buruh menyebut dugaan pelecehan seksual yang dialami pekerja di Cikarang, Jawa Barat, AD (24), kerap terjadi di lingkungan pekerjaan karena posisi pekerja yang lemah. Minimnya keberpihakan aturan ketenagakerjaan membuat posisi buruh, khususnya perempuan, mudah ditekan, bahkan dieksploitasi secara seksual.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menerangkan, pihaknya sudah membentuk tim untuk menginvestigasi dugaan tindakan pelecehan yang dialami seorang pekerja perempuan berinisial AD (24) yang menyeruak beberapa waktu lalu. Dari temuan awal, dugaan pelecehan dilakukan pimpinan perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya (outsource), sebagai pihak yang menyalurkan AD bekerja, bukan di perusahaan induknya.
Dalam menguak pelaku utama di kasus ini, KSPI meminta kepolisian dan juga Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menyelidiki dengan tepat. Penegak hukum dan pihak lain perlu membedakan antara perusahaan penyedia tenaga kerja dan perusahaan utama tempat AD bekerja.
”Hasil investigasi awal kami yang mengajak itu manajer outsourcing-nya karena punya wewenang soal perpanjangan kontrak, bukan manajer perusahaan induk tempat AD bekerja, tapi ini temuan awal, masih akan kami selidiki siapa pelaku sebenarnya,” ucapnya di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Dalam prosesnya, Said telah berkomunikasi dengan pimpinan tempat AD bekerja. Hasilnya, perusahaan mengaku tidak melakukan hal semacam itu. Pimpinan Unit Kerja (PUK) KSPI atau serikat buruh di tingkat perusahaan juga turun menginvestigasi hal ini.
Secara umum, dari temuan KSPI, modus seperti ini kerap terjadi. Pimpinan perusahaan outsourcing mengancam akan memutus atau tidak memperpanjang kontrak kerja bawahannya, khususnya perempuan, apabila menolak ajakan jalan atau menginap bersama (staycation), seperti yang dialami AD.
Pola ini terjadi karena lemahnya posisi karyawan outsourcing di hadapan manajernya, ditambah hukum ketenagakerjaan yang dianggap minim keberpihakan.
”Modus ini terjadi hampir sejak sepuluh tahun lalu dan trennya naik karena karyawan, khususnya perempuan, itu rentan ditekan, mereka takut kehilangan pekerjaannya, takut tidak diperpanjang kontraknya. Ini dimanfaatkan. Di sisi yang lain, hukum kini tidak memberi kepastian soal kontrak kerja mereka ke depannya,” ucap Said.
Modus seperti ini trennya naik seiring makin lemahnya posisi pekerja, khususnya buruh perempuan, dalam sistem alih daya yang tercantum dalam aturan ketenagakerjaan kita.
KSPI berharap aturan ketenagakerjaan, seperti Undang-Undang Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), dapat dicabut, khususnya untuk memberi kepastian mengenai masa kontrak ataupun perpanjangan masa alih daya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berharap agar kepolisian dapat membongkar kasus ini dan memberikan hukuman bagi pimpinan perusahaan yang diduga melakukan hal tersebut. Apabila terbukti, hukuman diberikan kepada siapa pun pelakunya, terlepas ia berasal dari perusahaan induk ataupun perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya.
Menanggapi pernyataan maraknya modus demikian akibat sistem alih daya, Hariyadi menegaskan, metode outsourcing merupakan metode umum yang sudah lama digunakan dalam sistem ketenagakerjaan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Untuk itu, pengawasan perlu fokus terhadap pelaku dan memastikan setiap perusahaan menegakkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan benar.
”Sistem outsourcing umum dipakai di mana pun, perbuatan ini memang ulah oknumnya saja. Intinya kami mengecam keras, untuk itu kami di Apindo sudah punya pedoman pencegahan kekerasan seksual sesuai UU TPKS,” terangnya.
Pelanggaran HAM
Dugaan kasus asusila ini dinilai tidak hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga permasalahan hak asasi manusia (HAM) para buruh. Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Dhahana Putra menyebut modus bejat seperti itu mencederai hak asasi para pekerja perempuan. Padahal, pemerintah telah berkomitmen mendorong penghormatan HAM bagi perempuan di Indonesia.
Ancaman bagi pihak yang mengeksploitasi seseorang secara seksual untuk mendapatkan keuntungan bisa dikenai ancaman pidana serius. Berdasarkan Pasal 12 dan Pasal 13 UU TPKS, pihak yang melakukan tindakan asusila yang membuat seseorang menjadi tidak berdaya dapat dikenai pidana penjara 15 tahun dan atau pidana dengan paling banyak Rp 1 miliar.
”Jika benar isu viral di Cikarang tersebut terjadi, ini bukan semata pelanggaran hukum, melainkan juga permasalahan HAM. Kami sudah berkoordinasi dengan pihak lintas kementerian dan lembaga untuk menindaklanjuti hal ini,” katanya.
Dihubungi terpisah, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PFSMI) Riden Hatam Azis menerangkan, pihaknya akan mendampingi anggotanya tersebut dalam proses hukum yang sedang berlangsung. Penegak hukum diminta fokus kepada pelanggaran ketenagakerjaan dan asusila yang terjadi, dan bukan menyorot hal lain.
Senada dengan Iqbal, ia berharap agar pemerintah melihat kembali peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya terkait outsourcing, agar posisi pekerja tidak mudah ditekan. ”Harapannya polisi fokus kepada pelanggaran hukum yang memang terjadi, tidak ke masalah masalah personal di antara keduanya,” terangnya.
Pihak kepolisian kini sudah menerima laporan dari AD. Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi Ajun Komisaris Hotma Sitompul menjelaskan, AD sudah membuat laporan polisi dengan dugaan tindak pidana kekerasan seksual sesuai Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang No 12/2022 tentang TPKS juncto Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai perbuatan tidak menyenangkan.
”Kami akan panggil dan undang untuk klarifikasi pihak yang terlibat dalam kasus ini,” katanya.