Fenomena El Nino berpengaruh pada pergerakan temperatur dan pola curah hujan. Para ahli mengimbau peningkatan investasi untuk adaptasi dan mitigasi iklim guna mengurangi dampak cuaca ekstrem terhadap ketahanan pangan.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Shodiq memanen kedelai di Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (25/9/2022). Tanaman kedelai ditanam petani setempat saat musim kemarau. Komoditas kedelai saat ini sering terganggu oleh cuaca yang tidak menentu. Harga jual kedelai ditingkat petani mencapai Rp 10.500 per kilogram.
Sejak akhir April 2023, istilah El Nino mulai populer dan menggeser La Nina. El Nino yang berpotensi menyebabkan kekeringan di Indonesia tentu menjadi momok bagi produksi pangan dalam negeri. Agar tak bikin pening, Indonesia perlu menunjukkan kedalamannya dalam mengenali karakter komoditas-komoditas pangan yang dekat dengan masyarakat.
Popularitas kata ”El Nino” tak lepas dari laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) yang dipublikasikan Rabu (3/5/2023). Laporan itu menyatakan, setelah fenomena La Nina yang berlangsung selama tiga tahun berturut-turut, terdapat peluang sebesar 60 persen terjadinya pergeseran dari kondisi ENSO (El Nino-Southern Oscillation) netral ke El Nino pada Mei-Juli 2023. Berdasarkan pemutakhiran prediksi, peluang tersebut dapat meningkat menjadi 70 persen pada Juni-Agustus 2023 dan 80 persen pada Juli-September 2023. Adapun ENSO netral merupakan situasi yang menunjukkan El Nino dan La Nina sedang tidak terjadi.
Kondisi iklim yang dipengaruhi fenomena ENSO turut memengaruhi negara-negara anggota ASEAN. Prediksi musiman dari ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) menyebutkan, curah hujan di bawah normal diperkirakan terjadi di mayoritas wilayah ASEAN bagian selatan sepanjang Mei-Juli 2023. Pada periode yang sama, temperatur di atas normal akan terjadi di mayoritas wilayah ASEAN. Situasi ENSO netral diperkirakan berlangsung selama Mei-Juni dan ada kemungkinan kondisi El Nino meningkat pada awal semester II-2023.
Fenomena El Nino yang berpotensi memengaruhi ketahanan pangan dunia turut digarisbawahi Bank Dunia. Food Security Update Bank Dunia pada 20 April 2023 menyebutkan, pola cuaca akibat El Nino dapat memperparah dampak cuaca ekstrem yang tengah terjadi. Fenomena El Nino berpengaruh pada pergerakan temperatur dan pola curah hujan. Oleh sebab itu, para ahli kian mengimbau peningkatan investasi untuk adaptasi dan mitigasi iklim dalam rangka mengurangi dampak cuaca ekstrem terhadap pertanian dunia dan ketahanan pangan.
Mengingat waktu yang sempit, Indonesia membutuhkan langkah-langkah taktis berbasis data dan riset dalam memitigasi dampak El Nino terhadap ketahanan pangan nasional. Kini, El Nino seolah-olah tengah menguji kedalaman Indonesia dalam mengenal karakter beragam komoditas pangan di tengah cuaca ekstrem. Ujian tersebut mesti dijawab melalui pemetaan pangan secara rinci sehingga langkah mitigasi yang dijalankan dapat spesifik sesuai dengan karakter tiap komoditas.
Langkah pertama bisa dimulai dari meninjau pola El Nino terhadap produksi komoditas pangan yang menjadi prioritas Pemerintah Indonesia. Prioritas tersebut dapat merujuk pada daftar pangan pokok tertentu dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Apabila ketersediaan dan harga pangan pokok terganggu, stabilitas ekonomi dapat terpengaruh dan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Komoditas yang tercakup dalam kelompok pangan tersebut ialah beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan antara produksi salah satu komoditas pangan tersebut dan pola ENSO. Riset Tian Mulyaqin berjudul ”Pengaruh El Nino dan La Nina terhadap Fluktuasi Produksi Padi di Provinsi Banten” yang dipublikasikan pada April 2020 mengolah data produksi beras di Banten sepanjang 2002-2015. Salah satu kesimpulan riset tersebut adalah El Nino dapat menurunkan produksi beras di Banten, sedangkan La Nina berpotensi berdampak pada kenaikan produksi.
Meskipun demikian, peningkatan produksi pada La Nina yang telah terjadi tiga tahun berturut-turut itu belum tentu dapat mengisi cadangan pangan nasional untuk menghadapi El Nino. Pada komoditas beras, La Nina yang menyebabkan curah hujan di atas normal di Indonesia menimbulkan banjir di sejumlah sawah sehingga mengakibatkan gagal panen. Berdasarkan data Badan Pusat Statisti, realisasi produksi beras pada Februari dan Maret 2023 masing-masing 2,86 juta ton dan 5,12 juta ton atau lebih rendah dibandingkan proyeksinya yang sebesar 3,68 juta ton dan 5,38 juta ton.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani merawat tanaman cabai yang mereka tanam di kawasan pertanian lahan pasir Pantai Trisik, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (8/9/2022). Sebagian nelayan di pantai itu memilih beralih menjadi petani lahan pasir setelah kenaikan harga BBM karena biaya untuk melaut melonjak. Petani setempat kini memilih mengawali musim tanam secara bersamaan karena hal itu dinilai mampu mengurangi risiko gagal panen akibat penyakit pada tanaman budidaya.
Komoditas lain yang pernah diteliti ialah produksi jagung dan kedelai di Pulau Jawa dan sejumlah provinsi produsen lainnya. Dalam riset berjudul ”The Production of Food Commodities in Indonesia: Climate Change and Other Determinants” yang dipublikasikan pada September 2022, Ivan H Ardiansyah, Hermanto Siregar, dan Alla Asmara menyimpulkan, El Nino berdampak signifikan pada penurunan produksi jagung dan peningkatan produksi kedelai di wilayah yang dikaji. Temuan itu mengacu pada pengolahan data pada 2009-2017.
Penurunan produksi minyak kelapa sawit akibat El Nino, khususnya di Indonesia dan Malaysia, digarisbawahi dalam S&P Global Commodity Insights yang terbit pekan lalu. Kekeringan berkepanjangan selama periode El Nino berdampak pada hasil panen dan produktivitas tenaga kerja, serta meningkatkan risiko kebakaran di perkebunan. Padahal, kedua negara tersebut berkontribusi sebesar 85 persen dari produksi minyak kelapa sawit dunia. Imbasnya, peluang terjadinya El Nino membuat pasar minyak kelapa sawit di tingkat global mewaspadai potensi terjadinya kekurangan pasokan.
Tak hanya dampak pada produksi, pengaruh El Nino pada pergerakan harga komoditas pangan juga perlu ditinjau. Publikasi artikel Dana Moneter Internasional (IMF) berjudul ”El Niño Good Boy or Bad?” pada Maret 2016 menyatakan, El Nino secara umum cenderung menimbulkan inflasi. Artikel itu menyatakan, El Nino yang menyebabkan kekeringan di Indonesia dapat meningkatkan harga minyak kelapa sawit, kopi, dan kakao di pasar internasional.
Selain jumlah dan harga, lokasi produksi komoditas pangan turut menjadi perhatian. Penelitian berjudul ”The Impact of El Nino and La Nina Towards The Prices of Cabbage and Shallot in Indonesia” yang ditulis Rizqi Fitriana, Hermanto Siregar, dan Lukytawati Anggraeni dan dipublikasikan pada Juli 2022 turut meriset dampak El Nino di provinsi produsen. Sepanjang 2010-2020, terdapat 24 provinsi yang terdampak El Nino. Sebanyak 16 provinsi di antaranya produsen bawang merah dan kembang kol.
Dari segi jenis komoditas, Indonesia patut memperhatikan bahan impor yang tidak termasuk dalam pangan pokok tertentu tetapi berperan strategis dalam industri, seperti gandum. Riset berjudul ”Impacts of El Niño-Southern Oscillation on the wheat market: A global dynamic analysis” yang ditulis Luciano Gutierrez dan dipublikasikan pada Juni 2017 menyimpulkan, setelah dinamika yang ditimbulkan oleh La Nina dan El Nino, terdapat penurunan hasil panen dan volume ekspor gandum serta kenaikan harga ekspor di tingkat dunia.
Cukupkah?
Pemerintah tentu tak bergeming begitu mendapatkan laporan perkiraan terjadinya El Nino. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil menyatakan, pihaknya telah mengalokasikan 500 embung, perpompaan 629 unit, dan perpipaan 250 unit untuk mengantisipasi dampak El Nino. Ada juga kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier sebanyak 629 unit dengan tujuan serupa.
Pertanyaannya, apakah prasarana dan sarana pertanian, teknologi, hingga upaya koordinasi dari pemerintah tersebut cukup untuk meredam dampak El Nino pada ketahanan pangan nasional? Apakah persiapan yang difasilitasi pemerintah tersebut dapat sangkil dan mangkus menjaga ketahanan pangan Indonesia di tengah El Nino?
Agar sangkil dan mangkus, upaya-upaya dan fasilitas pemerintah tersebut mesti tepat sasaran dan tepat komoditas. Pemetaan komoditas pangan berdasarkan pengaruh El Nino terhadap jumlah dan lokasi produksi serta pergerakan harga harus menjadi landasan penyaluran fasilitas tersebut.