Curah hujan tinggi akibat La Nina mengganggu musim tanam pada triwulan terakhir 2022. Hal ini bisa berdampak pada musim panen awal 2023.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja menyapu lantai gudang beras PT Food Station Tjipinang Jaya di Cipinang, Jakarta Timur, Senin (3/10/2022). Pemerintah menggenjot serapan gabah dan beras dari petani. Hal itu ditempuh sebagai upaya memastikan ketersediaan dan harga beras menyusul tren kenaikan harganya yang juga berpengaruh pada inflasi.
JAKARTA, KOMPAS — Prediksi La Nina yang menguat hingga Desember 2022 dan mereda pada Maret 2023 membayangi produksi pangan nasional. Petani berisiko menghadapi gagal tanam. Hal ini dapat berujung pada mundurnya panen raya awal 2023 sekaligus berpotensi menurunkan kualitas panen.
Kantor Meteorologi (Bureau of Meteorology) Australia merilis, Selasa (10/11/2022), indikator atmosfer dan lautan menunjukkan adanya La Nina kuat hingga awal 2023 di Samudra Pasifik. La Nina akan mereda pada Maret 2023. Selain La Nina, ada juga fenomena indeks dipol negatif di Samudra Hindia.
Laporan dari Asean Specialised Meteorological Centre (ASMC) menyebutkan, La Nina dan fenomena dipol negatif tersebut berdampak pada iklim yang lebih basah di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. ASMC memprediksi, curah hujan di Pulau Sumatera bagian tenggara dan selatan; seluruh Pulau Jawa; Nusa Tenggara dan Bali; Pulau Kalimantan bagian timur, selatan, dan barat; Pulau Sulawesi; Pulau Maluku; serta Pulau Papua akan berada di atas batas normal pada Oktober hingga Desember 2022.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja menyebutkan, curah hujan yang tinggi mengganggu musim tanam saat ini sehingga dapat berdampak pada musim panen awal 2023. ”Saya sudah mendapatkan laporan banjir dari petani di Jawa Barat bagian selatan dan Banten bagian selatan,” katanya saat dihubungi, Rabu (12/10/2022).
KOMPAS/PRIYOMBODO
Buruh tani memasukkan gabah basah ke dalam karung di Desa Mulya Jaya, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang Jawa Barat, Senin (26/2/2018).
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa, musim tanam pada November 2022 akan bergeser lantaran potensi gagal tanam akibat banjir. Dampaknya, waktu panen pada Februari-Maret 2023 akan bergeser.
Selain potensi gagal tanam, petani juga menghadapi ancaman hama. Laporan AB2TI menunjukkan terjadinya serangan hama, salah satunya wereng batang coklat. Hal ini dilaporkan oleh petani-petani di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Oleh sebab itu, Dwi berharap, pemerintah menyiapkan langkah antisipasi berupa asuransi bagi petani. Dengan demikian, petani tetap memiliki modal untuk menanam di tengah potensi gagal tanam.
Selain potensi gagal tanam, petani juga menghadapi ancaman hama. Laporan AB2TI menunjukkan terjadinya serangan hama, salah satunya wereng batang coklat. Hal ini dilaporkan oleh petani-petani di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Tak hanya berimbas pada musim tanam, lanjut Dwi, curah hujan yang tinggi akibat La Nina juga mengganggu musim panen ketiga yang saat ini berlangsung. Curah hujan tinggi membuat kadar air pada gabah kering panen (GKP) meningkat. Akibatnya, petani tidak dapat menjual gabah dengan harga terkini yang sedang tergolong tinggi.
Badan Pusat Statistik mendata, rata-rata harga GKP di tingkat petani per September 2022 sebesar Rp 5.142 per kilogram (kg) dengan kadar air 14,01-25 persen. Harga GKP dengan kadar air di atas 25 persen di tingkat petani Rp 4.933 per kg.
Tak hanya beras, Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo Adi menyebutkan, hasil panen jagung juga patut menjadi perhatian. Curah hujan tinggi akibat La Nina dapat berdampak pada kenaikan kadar air jagung yang meningkatkan potensi cemaran aflatoksin.
”Kami akan menyiapkan pengering di silo-silo, baik untuk gabah maupun jagung. Pengeringan sudah tidak bisa lagi menggunakan cara lantai jemur,” katanya saat ditemui setelah diskusi berjudul ”Ensuring Indonesian Agricultural and Food Security” dalam rangkaian Investor Daily Summit 2022 di Jakarta, Rabu.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ilustrasi _ Petani jagung hibrida.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, pemerintah mengantisipasi risiko cuaca ekstrem dengan sistem peringatan dini. Kementerian Pertanian juga memetakan daerah-daerah lahan pangan yang berpotensi terdampak banjir.
Pangan cukup Data neraca pangan BPN menunjukkan, stok akhir beras nasional pada 2022 diperkirakan 7,54 juta ton. Stok akhir itu berasal dari stok awal 2022 yang sebesar 5,27 juta ton dan produksi dalam negeri yang diperkirakan 31,81 juta ton, dikurangi kebutuhan nasional sekitar 29,54 juta ton. Menurut Guntur, stok akhir yang menjadi stok awal 2023 itu cukup untuk kebutuhan hingga Maret 2023.
Adapun BPN memperkirakan stok akhir jagung pada 2022 sebanyak 2,86 juta ton. Pada awal 2022, terdapat stok sebanyak 720.123 ton. Produksi dalam negeri diperkirakan 16,99 juta ton. Di sisi lain, kebutuhan jagung nasional 14,12 juta ton.
Arief mengatakan, BPN akan melepas ekspor jagung 100.000-200.000 ton dari Gorontalo ke Filipina. Dia menyebutkan, nilai jagung ini berkisar Rp 4.500-Rp 5.000 per kg.