Produksi Beras Dunia Turun, Pengadaan Cadangan Pemerintah Makin Menantang
USDA memperkirakan produksi beras dunia pada 2022/2023 turun 5,09 juta ton dibandingkan 2021/2022. Fitch Solution juga memproyeksikan produksi beras dunia pada periode yang sama turun 8,7 juta ton.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Harga beras di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, saat ini terpantau stabil, yakni di kisaran Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram.
JAKARTA, KOMPAS – Produksi beras dunia tahun ini diperkirakan turun. Di Indonesia, produksi beras juga berpotensi turun pada tahun ini akibat dampak La Nina dan El Nino. Kondisi itu membuat upaya Indonesia meningkatkan cadangan beras pemerintah semakin menantang.
Dalam laporan Tinjauan Beras Edisi April 2023, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan produksi beras dunia periode 2022/2023 sebanyak 509,4 juta ton. Perkiraan ini terhitung turun 400.000 ton dari bulan sebelumnya dan turun 5,09 juta ton dari tahun lalu.
Penurunan produksi beras terjadi di Argentina, Brasil, Indonesia, Irak, dan Malaysia. Penurunan itu sedikit diimbangi oleh kenaikan produksi beras di Bangladesh, Jepang, Rusia, dan sejumlah negara di Uni Eropa.
USDA memperkirakan produksi beras RI pada 2023 sebanyak 34 juta ton atau turun 600.000 ton dari proyeksi sebelumnya. Proyeksi produksi itu juga turun 1,2 persen dibandingkan produksi 2022.
Produksi beras dunia periode 2022/2023 diperkirakan turun 400.000 ton dari bulan sebelumnya dan 5,09 juta ton dari tahun lalu. Produksi beras di Indonesia juga diperkirakan turun 600.000 ton.
SUMBER: USDA
Perkiraan produksi beras dunia pada 2022/2023 yang dirilis Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada April 2023.
Proyeksi serupa digulirkan Fitch Solution dalam laporan ”Fitch Solutions Country Risk & Industry Research” pada 18 April 2023. Produksi beras global pada 2022/2023 diperkirakan berkurang 8,7 juta ton. Hal itu merupakan defisit beras terbesar sejak 20 tahun terakhir atau sejak 2003/2004 yang pernah defisit mencapai 18,6 juta ton.
Baik USDA maupun Fitch Solutions menyebutkan, penurunan produksi beras itu disebabkan oleh cuaca buruk di sejumlah negara produsen beras dan substitusi gandum ke beras di sejumlah negara akibat dampak perang Rusia-Ukraina.
Badan Pangan Nasional (NFA) mengakui penurunan produksi beras global akan membuat pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) semakin menantang. Oleh karena itu, NFA akan mengedepankan peningkatan produksi dan serapan beras dari dalam negeri. Sembari itu, Perum Bulog diminta tetap mengupayakan untuk bisa mendapatkan beras impor dari sejumlah negara.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, Rabu (19/4/2023) malam, mengatakan, NFA akan duduk bersama dengan pemangku kepentingan terkait, terutama Kementerian Pertanian dan BUMN pangan, untuk membahas peningkatan produksi beras pada tahun ini. Hal itu penting karena pemerintah akan memprioritaskan serapan beras dari dalam negeri untuk memperkuat CBP.
”NFA akan mengambil peran utama untuk memastikan produksi dan serapan beras dari dalam negeri tetap optimal pada tahun ini,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Buruh tani memanen padi di kawasan Pebedilan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (31/3/2023). Pemerintah memperkirakan produksi beras pada Januari-April 2023 sebanyak 13,37 juta ton. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 13,71 juta ton.
Tahun ini, produksi beras nasional diperkirakan turun akibat dampak La Nina pada awal tahun dan potensi El Nino pada akhir Agustus 2023. Untuk itu, pemerintah menugaskan Bulog mengimpor beras sebanyak 2 juta ton.
Dari jumlah itu, impor beras sebanyak 500.000 ton mulai direalisasikan secara bertahap sejak Maret 2023. Berbarengan dengan itu, Bulog tetap memprioritaskan serapan gabah dan beras dari dalam negeri.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa, Kamis (20/4/2023), berpendapat, Indonesia tidak perlu khawatir dengan penurunan produksi beras global. Saat ini, nisbah stock to use atau perbandingan stok dengan pemanfaatan serealia, termasuk beras, global masih di atas ambang batas 25 persen.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), nisbah stock to use serealia turun tipis dari 30,7 persen pada 2021/2022 menjadi 29,5 persen pada 2022/2023. Stok beras global juga turun tipis dari 196 juta ton pada 2022 menjadi 194,4 juta ton pada 2023. Dari jumlah itu, 57,9 juta ton berada di tangan eksportir.
”Harga beras global juga cenderung turun, yakni dari 517 dollar AS per ton pada Januari 2023 menjadi 476 dollar AS per ton pada Maret 2023. Kalau benar dunia sedang menghadapi masalah kekurangan beras, harga beras pasti naik,” kata Dwi.
Kendati begitu, Dwi memperkirakan harga beras tetap berpotensi naik. Hal itu terjadi jika RI benar-benar merealisasikan impor beras sebanyak 2 juta ton.
Indonesia tidak perlu khawatir dengan penurunan produksi beras global. Saat ini, nisbah stock to use atau perbandingan stok dengan pemanfaatan serealia, termasuk beras, global masih di atas ambang batas 25 persen.
Dwi juga berharap pemerintah benar-benar mendorong petani meningkatkan produksi beras tahun ini meskipun bakal ada potensi El Nino pada akhir Agustus 2023. Jika tidak ada peningkatan, produksi beras pada tahun ini bisa turun sekitar 5 persen dari realisasi produksi tahun lalu yang sebanyak 31,54 juta ton.
Salah satu cara meningkatkan produksi beras tersebut adalah dengan menjaga harga gabah di tingkat petani. Dengan menjaga harga gabah di tingkat petani minimal sesuai harga pembelian pemerintah (HPP), petani pasti akan semangat berproduksi.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan NFA, per 20 April 2023, harga rata-rata nasional gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 5.250 per kilogram (kg) dan harga beras medium di tingkat pengecer Rp 11.920 per kg. Dibandingkan pekan lalu, harga GKP itu tidak mengalami perubahan, sedangkan beras medium naik 0,17 persen.
Harga GKP tersebut masih di atas HPP GKP yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 5.000 per kg. Adapun harga beras medium juga masih di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg.