Sampai akhir Maret 2023, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 647,2 triliun atau tumbuh 29 persen secara tahunan. Capaian itu setara 26,3 persen dari target APBN 2023.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan pendapatan negara pada triwulan pertama tahun ini melaju cepat. Aktivitas ekonomi yang kian menggeliat dan harga komoditas yang masih cukup tinggi membuat pendapatan negara yang berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak ikut bertumbuh. Situasi ini membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada triwulan pertama tercatat surplus.
Dalam jumpa pers APBN Kita secara daring, Senin (17/4/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pertumbuhan pendapatan negara ditopang oleh aktivitas ekonomi yang makin menggeliat seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berjalan. Aktivitas ekonomi yang kian masif itu meningkatkan penerimaan pajak, baik dari sisi konsumsi masyarakat maupun produktivitas dari dunia usaha.
Mengutip data Kementerian Keuangan sampai akhir Maret 2023, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 647,2 triliun atau tumbuh 29 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Capaian itu setara 26,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan penerimaan pajak utamanya berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas Rp 225,95 triliun (tumbuh 31,03 persen secara tahunan), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 185,70 trilun (tumbuh 42,37 persen secara tahunan), PPh Migas sebesar Rp 17,73 triliun (turun 1,12 persen secara tahunan), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 2,87 triliun (tumbuh 25,24 persen secara tahunan).
Selain dari penerimaan pajak, pertumbuhan pendapatan negara juga ditopang oleh pertumbuhan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sampai akhir Maret 2023, capaian PNBP tercataat sebesar Rp 142,7 triliun atau tumbuh 43,7 persen secara tahunan. Adapun nilai tersebut setara dengan 32,3 persen dari target APBN 2023.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan PNBP itu ditopang oleh masih tingginya harga komoditas batubara yang mengerek PNBP dari sektor nonmigas dan juga harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang turut mengerek PNBP migas.
”Pertumbuhan penerimaan pajak dan PNBP itu menunjukkan perekonomian Indonesia dalam kondisi baik didorong oleh harga komoditas yang relatif masih tinggi sehingga membantu APBN kita,” ujar Sri Mulyani.
Kendati penerimaan pajak dan PNBP bertumbuh, imbuh Sri Mulyani, komponen penerimaan negara lainnya, yakni kepabeanan & cukai, mencatatkan penurunan. Sampai akhir Maret 2023, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 72,2 triliun atau terkontraksi 8,9 persen secara tahunan.
Dari sisi belanja negara sampai akhir Maret 2023, total belanja negara mencapai Rp 518,7 triliun atau tumbuh 5,7 persen secara tahunan. Capaian ini setara dengan 16,9 persen terhadap target APBN 2023. Rincian belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 347,3 triliun dan anggaran transfer ke daerah yang sebesar Rp 171,4 triliun.
Sri Mulyani menambahkan, sebesar Rp 136,3 triliun atau 39,2 persen dari total belanja negara dialokasikan pada program teknis yang memberi manfaat langsung ke masyarakat. Adapun alokasi anggaran ini untuk program pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, ketahanan bencana, dan pelayanan publik.
”Selain itu, sebesar Rp 144,3 triliun atau 41,5 persen dari total belanja negara dialokasikan, antara lain, untuk program teknis lainnya, seperti program pensiun dan jaminan sosial pegawai. Sementara sisanya sebesar Rp 66,7 triliun atau 19,2 persen total belanja negara dialokasi untuk antara lain untuk gaji/tunjungan PNS, TNI, Polri, operasional kantor, perjalanan dinas, dan lain-lain,” tuturnya.
Mencatatkan surplus
Sri Mulyani menjelaskan, dengan capaian pendapatan negara yang lebih besar ketimbang belanja, maka APBN pada triwulan I-2023 berada dalam posisi surplus sebesar Rp 128,5 triliun atau 0,61 persen dari produk domestik bruto (PDB). Surplus APBN ini melanjutkan posisi surplus tiga bulan berturut-turut sejak Januari 2023.
”Momentum pemulihan ekonomi yang positif ini juga membuahkan kinerja APBN yang positif. Ini bukan sesuatu yang taken for granted. Maka, harus terus dijaga dan dipertahankan,” ucap Sri Mulyani.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pihaknya sudah memperkirakan APBN akan surplus. Masih tingginya harga komoditas memberikan dorongan positif pertumbuhan pendapatan pada APBN.
Di sisi lain, lanjut Faisal, pendapatan negara yang melaju ini tidak direspons alokasi belanja dengan kecepatan yang sama. Ia menjelaskan, ada berbagai insentif dan anggaran belanja pemulihan ekonomi yang sudah mulai dihentikan menyusul membaiknya perekonomian seiring pandemi Covid-19 yang terkendali. “Sehingga wajar jika terjadi surplus,” katanya.
Menurut Faisal, APBN sebagai instrumen fiskal perlu tetap menjalankan fungsinya sebagai pendorong roda perekonomian. Ia menambahkan, sejumlah sektor ekonomi yang terdampak pandemi (scarring effect) masih memerlukan bantuan. Apalagi pada 2023, Indonesia masih dibayangi ketidakpastian global dan tantangan lainnya. Hal ini mesti direspons dengan kebijakan fiskal yang tepat.
”Dengan posisi surplus, berarti ada ruang fiskal yang bisa dikucurkan untuk menyelamatkan perekonomian,” ujar Faisal.
Dalam APBN 2023, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen; inflasi sebesar 3,6 persen; dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS Rp 14.800 per dollar AS.