”Sunset” industri hulu migas bisa dihindari dengan dua cara. Pertama, menjalankan lapangan migas yang sudah terbukti. Kedua, penemuan lapangan migas besar baru.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi produksi siap jual atau lifting minyak bumi dan salur gas pada triwulan I-2023 naik secara tahunan. Namun, capaian itu belum optimal lantaran unplanned shutdown atau penghentian produksi tak terduga masih terjadi dan menyebabkan adanya kehilangan potensi produksi.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting minyak pada pada triwulan I-2023 mencapai 613.700 barel per hari. Angka tersebut meningkat dari realisasi pada triwulan I-2022 yang 611.700 barel minyak per hari.
Sementara salur gas pada triwulan I-2023 mencapai 5.399 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau lebih tinggi dari periode sama tahun 2022 yakni 5.321 MMSCFD. Adapun realisasi investasi per triwulan I-2023 mencapai 2,63 miliar dollar AS atau melebihi capaian triwulan I-2022 yang 2,1 miliar dollar AS.
Namun, pada Januari-Maret 2023, ada penghentian produksi minyak, sebagian besar akibat unplanned shutdown, sekitar 10.000 barel per hari per bulan. Bahkan, pada gas, unplanned shutdown terus membesar. Pada Maret 2023, misalnya, ada kehilangan peluang produksi hingga 300 MMSCFD.
”Naik-turunnya (capaian) bergantung pada unplanned shutdown. Jadi, terlepas dari (capaian) yang lebih tinggi dari target, ada lost production opportunity atau unplanned shutdown yang semakin besar,” kata Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo dalam jumpa pers capaian triwulan I-2023 SKK Migas, di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Wahju menambahkan, sejak 2022, pihaknya telah melakukan audit kinerja pemeliharaan pada sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebagai respons dari masih banyaknya terjadi unplanned shutdown. Dengan kondisi yang masih relatif sama, audit pun dilanjutkan dengan target KKKS yang berbeda.
Tak ubah target
Sejumlah upaya tersebut salah satunya juga guna mendukung rencana jangka panjang SKK Migas, yakni capaian produksi 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030. Kendati saat ini masih pada kisaran 600.000 barel minyak per hari, SKK Migas belum akan mengubah target itu.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menuturkan, sejauh ini pihaknya tetap akan mempertahankan target tersebut. Sebab, target itu akan menuntut pihaknya untuk terus berupaya maksimal. Adapun perbaikan akan terus dilakukan agar segalanya dapat berjalan sesuai target.
Selain itu, pencapaian target tersebut akan ditentukan oleh eksplorasi migas yang terus diupayakan. ”Eksplorasi yang akan memberi lompatan di belakang hari nanti. Saat ini kan tambahannya dari lapangan-lapangan yang sudah mature, yang butuh mengebor (eksploitasi) banyak. Namun, jangka panjangnya tentu dieksplorasi,” ujar Dwi.
Sebelumnya, dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, sunset industri hulu migas bisa dihindari dengan dua cara. Pertama, menjalankan lapangan migas yang sudah terbukti, seperti proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) dan Blok Masela. Kedua, penemuan lapangan migas besar baru.
Namun, dalam mewujudkan itu, investasi diperlukan dan perlu ada kepastian hukum. Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang belasan tahun menggantung, harus segera dituntaskan. ”Agar berjalan, tidak bisa dengan cara-cara biasa. RUU Migas diharapkan bisa mengakomodasi permasalahan yang ada saat ini,” ujar Pri Agung.
Sementara itu, dari empat proyek strategis nasional (PSN), proyek Jambaran Tiung Biru di Jawa Timur sudah beroperasi sejak 2022. Operasi dengan kapasitas penuh diperkirakan akan terjadi pada Mei 2023. Adapun tiga PSN lainnya ialah Tangguh Train 3, IDD, dan Blok Masela.