Sederet masalah masih dihadapi Indonesia dalam meningkatkan daya tarik investasi di hulu minyak dan gas bumi, seperti imbal hasil yang kurang menarik, ketidakpastian regulasi, hingga lamanya proses perizinan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialih kelola dari Chevron.
JAKARTA, KOMPAS — Sederet masalah masih dihadapi Indonesia dalam meningkatkan daya tarik investasi di hulu minyak dan gas bumi, seperti imbal hasil yang kurang menarik, ketidakpastian regulasi, hingga lamanya proses perizinan. Padahal, investasi di hulu migas sangat diharapkan untuk mendukung pemenuhan target produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/12/2022), mengatakan, berdasarkan data IHS Market, tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) eksplorasi migas paling berisiko di Indonesia tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata IRR global yang sebesar 10,4 persen.
”(Dengan kontraktor kontrak kerja sama/KKS) kami terus berkomunikasi. Kami utamakan keterbukaan dan trust (kepercayaan). Yang penting selanjutnya ialah kepastian hukum. Ada perusahaan besar di AS yang akan berinvestasi di migas nonkonvensional di Hulu Rokan dan yang ditanyakan pertama adalah ’SKK Migas itu apa?’ Ini pertanyaan besar,” ujar Tutuka.
Oleh karena itu, ia berharap aspek hukum Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) agar segera diperjelas. Hal tersebut penting agar perusahaan-perusahaan besar migas mau berinvestasi di Indonesia.
Tutuka menambahkan, kemudahan dalam menjalankan bisnis, termasuk dalam perizinan, juga perlu ditingkatkan. Perizinan, seperti terkait pembebasan lahan, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) lainnya, agar dipercepat. Pasalnya, kendala-kendala seperti itu berpotensi membuat investasi batal masuk.
”(Terkait perizinan), misalnya, harusnya proses sebulan, ini bisa hingga enam bulan. Itu menjadi masalah. Kerja sama antarkementerian seharusnya bisa (diperkuat) lebih jauh. Saat ini, tak ada ahli perminyakan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, padahal harus memutuskan pemberian izin untuk hal-hal yang berkaitan dengan teknik perminyakan,” katanya.
Dalam rapat tersebut, Komisi VII DPR meminta Kementerian ESDM untuk mendata matriks sejumlah persoalan yang selama ini menjadi hambatan investasi, termasuk dalam koordinasi antarkementerian, juga perihal pengurusan izin dan birokrasi yang panjang. Dengan demikian, akan bisa dirapatkan bersama. Tutuka pun setuju dan akan membuatkannya.
Salah satu yang diupayakan pemerintah ialah dengan rencana modifikasi skema KKS gross split yang saat ini berlaku, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 menjadi KKS gross split baru, dengan fixed split sepanjang kontrak. ”Ini menawarkan fleksibilitas dan menyerupai model royalty and tax di AS, yang sudah terbukti pada pengembangan shale oil,” kata Tutuka.
ADITYA PUTRA PERDANA
(Kiri ke kanan) Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, serta Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022). Pertamina Hulu Rokan sejak Agustus 2021 mengelola Blok Rokan setelah dialih kelola dari Chevron.
Hal lain yang dibahas ialah target produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas pada 2030. Pasalnya, saat ini produksi minyak di Indonesia hanya berkisar 610.000-615.000 barel per hari. Saat ditanya terkait target itu, Tutuka mengemukakan pihaknya masih optimistis, terutama pada gas. Sementara pada minyak, teknologi harus diterapkan.
”Kalau gas, dari sumber daya yang ditemukan, kita cukup optimistis karena beberapa tempat (lapangan) isinya gas. Sementara minyak memang harus ada teknologi baru yang secara masif diterapkan di Indonesia untuk menaikkan produksi minyak. Masih (optimistis), dengan dua syarat, yakni melakukan EOR (pengurasan minyak tingkat lanjut) dan eksploitasi nonkonvensional hidrokarbon,” ucap Tutuka.
Salah satu simpulan dalam rapat tersebut yakni Komisi VII DPR dan Dirjen Migas Kementerian ESDM bersepakat untuk segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Migas. UU tersebut akan menjadi payung hukum bagi penguatan kelembagaan dan daya tarik investasi hulu migas di Indonesia.
”Komisi VII DPR mendukung Dirjen Migas Kementerian ESDM untuk mengefektifkan implementasi EOR ataupun teknologi lain serta pengembangan migas nonkonvensional. (Itu) untuk mendukung tercapainya target 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P Dony Maryadi Oekon, yang memimpin rapat.
Sementara itu, Direktur Eksplorasi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Muharram Jaya Pangurisen, dalam Energy and Mining Editor Society (ES2) Outlook Sektor ESDM 2023, di Jakarta, Selasa (13/12/2022), mengatakan, langkah pihaknya sudah sangat masif menuju emisi nol bersih (NZE) 2060. Namun, pemenuhan kebutuhan energi nasional harus dipenuhi, termasuk lewat penerapan teknologi.
Pada 2022, PHE sudah menambah sekitar 144 juta barel oil ekuivalen ditambah gas 931 BCFG. ”Ini baru angka sementara per Oktober 2022, tetapi menjadi pencapaian bagus. Masih banyak temuan yang belum divalidasi. Ini upaya Pertamina masuk ke transisi energi. Kami kurangi minyak dan tingkatkan gasnya,” ucap Muharram.