Beras Impor Dikemas Eceran untuk Cegah Aksi Ambil Untung
Bulog akan menjual beras impor dalam kemasan eceran yang ditujukan kepada konsumen. Bulog menolak untuk menjualnya dalam bentuk curah.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan evaluasi dari kasus ambil untung, Perum Bulog akan mengemas ulang beras impor berkualitas premium dengan kemasan eceran yang langsung ditujukan kepada konsumen. Strategi ini dinilai dapat efektif mencegah kasus tersebut apabila Bulog juga menyalurkan langsung kepada konsumen.
Sejak pertengahan Desember 2022 hingga akhir Februari 2023, Bulog merealisasikan beras impor berkualitas premium sebanyak 500.000 ton yang mayoritas berasal dari Vietnam dan Thailand. Beras itu dijual dengan rentang harga kualitas medium agar dapat menstabilkan harga di tingkat konsumen.
Namun, rentang harga antara beras medium dan premium turut menimbulkan celah aksi ambil untung. Beras impor disalahgunakan dan diungkapkan dalam kasus kriminal di Kepolisian Daerah Banten pada Februari 2023. Salah satu modusnya ialah mengemas beras impor dengan kemasan premium dan dijual dengan harga premium.
Menurut anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, Bulog dapat mencegah kasus tersebut terulang apabila menjualnya langsung di pasar kepada konsumen tanpa melibatkan pedagang grosir dan eceran. Beras impor pun perlu dijual dalam kemasan yang ditujukan untuk konsumen.
”Artinya, Bulog dapat langsung mengadakan operasi pasar kepada konsumen. Agar dapat diawasi secara publik, Bulog mesti membuka informasi lokasi pasar dan jumlah beras yang dijual lewat laman resminya,” katanya saat dihubungi, Selasa (11/4/2023).
Dengan demikian, katanya, konsumen dapat memperoleh dua keuntungan dari operasi pasar beras impor tersebut. Konsumen mendapatkan beras dengan harga murah dan kualitas berasnya pun premium.
Pemerintah pun berencana mengimpor sebanyak 2 juta ton beras sepanjang 2023. Sebanyak 500.000 ton beras di antaranya akan direalisasikan segera untuk menutupi defisit beras pada neraca nasional pada Mei 2023 yang berkisar 430.000 ton. Dalam merealisasikan penugasan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) tersebut, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan akan mengimpor beras premium. Tujuannya, Bulog hendak mencegah beras impor itu dijual kembali dan masuk ke kanal penyerapan dalam negeri perseroan sebagai beras medium.
Untuk mencegah kasus ambil untung berulang, dia mengatakan, Bulog akan menjual beras impor tersebut dalam kemasan eceran yang ditujukan kepada konsumen. Bulog menolak untuk menjualnya dalam bentuk curah. Pada periode impor sebelumnya, Bulog menjual ke pedagang grosir dengan kemasan 50 kg.
Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras menyatakan, harga eceran tertinggi (HET) beras medium berkisar Rp 10.900-Rp 11.800 per kg. HET beras premium lebih tinggi, yakni Rp 13.900-Rp 14.800 per kg.
Bulog akan menjual beras impor tersebut dalam kemasan eceran yang ditujukan kepada konsumen. Bulog menolak untuk menjualnya dalam bentuk curah.
Budi menyebutkan, beras impor untuk penugasan tersebut dapat bersumber dari Myanmar, Vietnam, Thailand, Pakistan, dan India. Jika diangkut dari negara tetangga Indonesia, waktu yang dibutuhkan hingga beras impor sampai ke Indonesia berkisar sepuluh hari. Bila dari India, waktu pengirimannya sekitar 15 hari. Bulog juga membutuhkan waktu untuk menyurvei kualitas beras yang hendak diimpor.
Selain itu, dia menyatakan, mekanisme pengiriman beras impor akan dilakukan secara bertahap. Jumlahnya berdasarkan prediksi neraca pangan dan kebutuhan yang dilaporkan oleh Badan Pangan Nasional. Dia mencontohkan, jika bulan depan beras yang dibutuhkan 100.000 ton, Bulog akan mendatangkan dengan jumlah tersebut.
Secara umum, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan, Bulog sudah mengantongi izin impor. Namun, pengadaan dari impor tidak langsung sekaligus direalisasikan. Bulog tetap harus menyerap dari petani dalam negeri dengan total pengadaan 2,4 juta ton setara beras sepanjang 2023. Harga gabah di tingkat petani turut menjadi indikator realisasi impor.
Bulog sudah mengantongi izin impor. Namun, pengadaan dari impor tidak langsung sekaligus direalisasikan.
Apabila Bulog ”terpaksa” mengimpor dan menyerap produksi dalam negeri secara bersamaan di tengah musim panen, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Perum Bulog periode 2007-2009 sekaligus pengamat pertanian Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, Mohammad Ismet, menyatakan, perseroan mesti menyasar wilayah-wilayah yang surplus sehingga harga di tingkat petani terjaga, misalnya di Jawa (kecuali Jakarta), Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, penjualan beras impor selama musim panen perlu dilakukan secara hati-hati. ”Harga beras menjadi indikator. Dalam hal ini, perlu ditanyakan, seberapa perlu? Sejauh apa target penurunan harganya agar tidak berdampak negatif pada harga di tingkat produsen,” tuturnya saat dihubungi, Selasa.
Bongkar muat beras impor tersebut, katanya, mesti dilakukan langsung di provinsi-provinsi yang mengalami defisit, contohnya Jakarta, Medan, serta provinsi-provinsi di Kalimantan, Papua, dan Maluku. Gudang-gudang Bulog yang berada di wilayah transit, seperti Parepare, Sulawesi Selatan, dan Banten, juga membutuhkan pasokan.