Akibat serbuan tekstil impor ilegal termasuk baju bekas impor, Indonesia kehilangan potensi serapan tenaga kerja langsung sebanyak 545.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 1,5 juta orang.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Menteri Perdagangan Zulkifili Hasan (tengah) membakar pakain impor bekas secara simbolis di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kawasan Industri Jababeka III, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Bea Cukai bekerjasama dengan Bareskrim Polri menyita 7.363 ballpress berisi pakaian bekas impor. Diperkirakan ribuan ballpress tersebut senilai Rp 80 miliar. Barang tersebut merupakan hasil sitaan dari operasi yang dilakukan Bea Cukai beserta Bareskrim Polri pada 20-25 Maret 2023 lalu.
JAKARTA, KOMPAS — Industri tekstil dalam negeri mengaku terpukul dan merugi akibat serbuan tekstil impor ilegal termasuk baju bekas impor yang merajalela di pasaran Indonesia. Sejumlah usaha industri ini terpaksa tutup dan sebagian mengurangi produksinya lantaran kalah bersaing dengan penjualan baju bekas impor yang dilarang. Pemerintah didesak untuk terus menegakkan hukum atas larangan tekstil impor termasuk baju bekas ilegal tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, akibat serbuan tekstil impor ilegal termasuk baju bekas impor ke pasar domestik, Indonesia kehilangan potensi serapan tenaga kerja langsung sebanyak 545.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 1,5 juta orang. Dari nilai pendapatan seluruh tenaga kerja tersebut, potensinya mencapai Rp 54 triliun per tahun.
Berdasarkan data yang dikelola APSyFI pada 2022, konsumsi tekstil dan produk tekstil masyarakat (TPT) Indonesia sebanyak 1,9 juta ton atau 70 persen menguasai pasar Indonesia. Namun, tekstil impor yang tidak tercatat termasuk pakaian bekas impor sebanyak 30 persen atau 320.000 ton (1.333 kontainer per bulan). Jika 320.000 ton tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen, Pajak Penghasilan (PPh) 2,5 persen, bea masuk 20 persen, dan bea masuk tindakan pengamanan 25 persen, pemerintah akan kehilangan pendapatan Rp 19 triliun.
”Jika diproduksi di dalam negeri, impor pakaian tersebut akan menyumbang pajak hingga Rp 6 triliun per tahun, serta berimplikasi terhadap sektor pendukung lainnya,” ujar Redma dalam konferensi pers mengenai kondisi terkini tekstil Indonesia, Jumat (31/3/2023) sore, di Jakarta.
Menurut Redma, industri TPT harus berhadapan langsung dan bersaing di pasar dalam negeri dengan produk tekstil yang tidak membayar pajak dan bea masuk.
“Kalau masuknya resmi kami bisa bersaing. Mereka tidak dikenakan pajak. Sedangkan kami harus bayar PPN, PPh, dan biaya lainnya. Angkanya jomplang lebih murah. Kami bukan minta perlindungan, tapi kami minta kompetisi yang fair sama-sama bayar pajak,” ujar Redma.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menambahkan, utilisasi TPT dari hulu hingga hilir juga mengalami penurunan akibat serbuan tekstil impor seperti serat rayon dan poly yang turun sebanyak 1,3 juta ton; serat benang menurun 7,5 juta mata pintal; benang turun 3,5 miliar meter; kain jadi turun 2,8 miliar meter; dan pakaian jadi turun sebanyak 200 juta ton.
Rendahnya utilisasi TPT dalam negeri tersebut juga diakibatkan karena maraknya pakaian bekas impor dalam tiga tahun terakhir. Mengutip data API pada 2022, pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia dari berbagai negara sebanyak 25.000 ton. Malaysia menjadi urutan negara tertinggi dengan mengekspor pakaian bekas ke Indonesia sebanyak 24.500 ton.
Jemmy mengusulkan agar pemerintah terus menegakkan hukum mengenai peraturan impor ilegal dan pelarangan impor baju bekas. Impor baju bekas dilarang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Pedagang pakaian bekas beraktivitas di Pasar Simalingkar, Medan, Sumatera Utara, Rabu (22/3/2023). Di Medan terdapat sejumlah pasar pakaian bekas besar. Sumut juga menjadi pintu masuk penyelundupan pakaian bekas sebelum dikirim ke berbagai tempat.
Ketua Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung Nandi Herdiaman menambahkan, pakaian bekas ilegal yang semakin menjamur beberapa tahun terakhir menjadi penghambat produsen konfeksi rumahan untuk memasarkan produknya di dalam negeri. Menurunnya permintaan pasar dalam negeri akibat banjir pakaian bekas impor membuat mereka amat terpukul. ”Sekarang kami mati, sih, enggak, tapi sakit,” ujar Nandi.
Menurut dia, Ikatan Pengusaha Konfeksi Bandung hingga saat ini memiliki 3.000 anggota dengan masing-masing konfeksi rumahan mempekerjakan 10-100 penjahit. Kini, berbagai konfeksi rumahan yang ada di Bandung cukup terbantu dengan adanya orderan partai politik untuk membuat seragam menjelang pesta demokrasi 2024 mendatang.
Di acara yang sama, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyampaikan, selain penegakan hukum untuk mencegah impor baju bekas, pemerintah mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bidang pertekstilan untuk mengisi pasar penjualan baju bekas impor.
”Apabila mereka (pelaku UMKM) berhasil mengisi pasar tersebut, dampaknya akan sangat terasa dari sektor hulu sampai hilir, sampai penciptaan lapangan kerja,” ucapnya.
Sebelumnya, dalam diskusi dengan pedagang pakaian bekas impor di Pasan Senen, Jakarta, Kamis (30/3), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa pedagang diberi kesempatan untuk menghabiskan stok pakaian bekas impor yang dimilikinya. Setelah stok pakaian bekas ilegal habis, pemerintah bersama pedagang akan mendiskusikannya kembali di kemudian hari.