Peluang Pasar Udang Perlu Digenjot di Tengah Ketatnya Persaingan
Peluang pasar udang masih terbuka. Indonesia dinilai perlu melakukan pembenahan produksi dan memperluas pasar, termasuk diversifikasi pasar.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dinilai bisa memanfaatkan peluang pasar ke Arab Saudi, menyusul kebijakan negara itu melarang sementara udang yang diimpor dari India. Saat ini, persaingan pasar udang di tingkat global semakin ketat dengan negara-negara produsen pesaing, seperti Ekuador, Vietnam, dan India.
Berdasarkan laman seafoodsource.com, Arab Saudi memberlakukan larangan sementara terhadap udang yang diimpor dari India, karena terdeteksi penyakit bintik putih (white spot syndrome virus/WSSV) pada produk udang beku yang diimpor dari India.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengutip ITC Trademap, pada tahun 2021 Arab Saudi mengimpor udang sejumlah 5.373 ton senilai 58 juta dollar AS atau turun 25 persen dibanding tahun 2020, yakni 9.812 ton senilai 77 juta dollar AS. Nilai impor tersebut hanya sekitar 0,2 persen dari nilai total impor udang global yang sebesar 28 miliar dollar AS. Importir utama udang global adalah Amerika Serikat (30 persen), China (14 persen), Jepang (8 persen), Spanyol (5 persen), dan Prancis (4 persen).
Adapun dominasi produk udang impor Arab Saudi berupa udang beku (85 persen), udang kering (9 persen), dan udang olahan/kaleng (4 persen), dengan negara pemasok utama adalah India (40 persen), Uni Emirat Arab (35 persen), dan Pakistan (13 persen).
Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Kementerian Kelautan dan Perikanan, Machmud, mengemukakan, meskipun volume dan nilai impor Arab Saudi atas produk udang masih relatif kecil, namun adanya larangan sementara udang India masuk ke Arab Saudi dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperluas tujuan pasar ekspor udang.
“Tentu, dengan memenuhi persyaratan pasar yang ditentukan,” ujarnya, saat dihubungi, Sabtu (1/4/2023), di Jakarta.
Hingga tahun 2022, udang masih merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia. Jumlah ekspor udang tercatat 241.000 ton dengan nilai 2,16 miliar dollar AS atau 35 persen dari total nilai ekspor perikanan. Tujuan utama pasar udang Indonesia adalah Amerika Serikat (66 persen), Jepang (18 persen), China (5 persen) dan Uni Eropa (3 persen).
Secara terpisah, Ketua Umum Shrimp Club Indonesia Haris Muhtadi, mengemukakan, tidak mudah menggenjot ekspor udang ke Arab Saudi. Produksi udang Indonesia saat ini juga didera serangan penyakit bintik putih, sehingga menyebabkan banyak panen yang dipercepat.
Indonesia tengah menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara produsen pesaing, seperti Ekuador, Vietnam, dan India, serta munculnya calon pesaing baru negara-negara produsen udang yang gencar berekspansi, seperti Arab Saudi, negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Dicontohkan, Arab Saudi terus berekspansi tambak udang dengan dukungan teknologi dan pakan dari China.
Menurut Haris, pembenahan produksi udang nasional mendesak dilakukan melalui efisiensi produksi, serta menggarap pasar-pasar baru yang potensial seperti Eropa dan Eropa timur. Permintaan udang di China dinilai meningkat pesat. “Yang perlu kita rebut adalah pasar ekspor udang ke China yang selama ini diambil oleh Ekuador, India, dan Vietnam,” ujarnya.
Sebagai negara eksportir udang keempat dunia, kontribusi udang Indonesia ke pasar dunia masih rendah, yakni 7,5 persen dari total nilai pasar udang 28 miliar dollar AS. Adapun pertumbuhan permintaan China diprediksi mencapai 1 juta ton per tahun.
Haris mengemukakan, pembenahan produksi udang di dalam negeri perlu terus dilakukan agar efisien dan berdaya saing dalam mengisi pasar global. Pasar China, meskipun potensial, namun lebih menyukai produk udang premium yang utuh dan segar (head on shell on), sedangkan udang Indonesia mayoritas sudah diolah menjadi produk bernilai tambah.