Pandemi berpengaruh signifikan pada kenaikan harga udang dunia. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi produksi udang di Indonesia.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah mendongkrak nilai ekspor sampai 250 persen hingga tahun 2024 menghadapi tantangan akibat pertumbuhan produksi dan ekspor udang yang melambat. Pembenahan produksi udang perlu segera dilakukan.
Ketua Forum Udang Indonesia (FUI) Budhi Wibowo mengingatkan, pemerintah menargetkan nilai ekspor udang 4,25 miliar dollar AS atau tumbuh 250 persen hingga tahun 2024. Untuk mencapai target itu, volume ekspor diharapkan tumbuh 15 persen per tahun dan nilai ekspor naik 20 persen per tahun.
Namun, sepanjang 2021, volume ekspor udang tercatat 250.700 ton atau hanya tumbuh 4,9 persen dibandingkan tahun 2020. Adapun nilai ekspor tercatat 2,23 miliar dollar AS atau hanya tumbuh 8,5 persen secara tahunan.
Pertumbuhan volume dan nilai ekspor udang tahun 2021 itu jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2020, di mana volume ekspor tercatat 239.000 ton atau tumbuh 14,9 persen dan nilai ekspor sebesar 2,04 miliar dollar AS atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan. Pertumbuhan komoditas udang tergolong lebih baik dibandingkan komoditas perikanan lain.
”Dengan pertumbuhan ekspor (melambat) ini, FUI khawatir target pertumbuhan ekspor 250 persen pada 2024 tidak akan tercapai. Oleh karena itu, produksi (udang) perlu diperbaiki agar pertumbuhan ekspor pada 2022 bisa kembali ke pertumbuhan seperti tahun 2020,” kata Budhi dalam webinar ”Produksi Udang Indonesia: Capaian 2021, Target dan Rencana 2022”, Jumat (28/1/2022).
Co Founder and Product Manager Jala, Syauqi Azis, mengemukakan, masa pandemi telah menciptakan pengaruh signifikan pada kenaikan harga udang dunia. Hal ini merupakan peluang bagi produksi udang Indonesia yang bergantung pada pasar ekspor.
Meski demikian, hasil monitoring Jala memperlihatkan budidaya udang di Indonesia masih menghadapi masalah fluktuasi produksi, ongkos produksi yang belum efisien, dan serangan penyakit. Biaya produksi udang secara umum tergolong tinggi, yakni rata-rata Rp 50.000 per kilogram (kg). Ongkos itu berselisih Rp 1.000-Rp 1.500 per kg dengan harga jual udang ukuran 100 ekor per kg.
”Diperlukan upaya efisiensi (penggunaan) pakan di tambak,” ujar Syauqi.
Sementara itu, serangan penyakit udang juga berpengaruh terhadap performa budidaya. Penyakit AHPND (acute hepatopancreatic necrosis disease) dan sindrom kematian dini (early mortality syndrome/EMS) membuat volume produksi dan pertumbuhan udang tidak optimal.
Butuh sinergi
Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tinggal Hermawan mengemukakan, peningkatan produksi udang merupakan program prioritas pembangunan perikanan nasional. Meningkatkan nilai ekspor udang sebesar 250 persen butuh peran seluruh pemangku kepentingan.
Tahun 2022, KKP telah mengalokasikan 40 persen dari anggaran Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya untuk peningkatan produksi udang, meliputi program percontohan, revitalisasi tambak, peningkatan infrastruktur, serta bantuan masyarakat untuk peningkatan produktivitas. Alokasi anggaran itu diakui tidak seberapa besar jika dibandingkan kebutuhan dan luas wilayah pertambakan.
”(Kenaikan ekspor udang) ini pekerjaan sangat berat. Kalau pemerintah sendiri yang mengerjakan, tidak akan tercapai,” ucapnya.
Tinggal menambahkan, sistem budidaya konvensional dan tradisional yang secara teknologi sudah ketinggalan zaman perlu sentuhan teknologi. Penetrasi teknologi dan digital tambak juga dinilai merupakan salah satu solusi mengatasi permasalahan produksi udang dan produktivitas tambak.
Budhi mengemukakan, terdapat tiga hal yang perlu difokuskan untuk meningkatkan produksi nasional, yakni penyederhanaan perizinan agar tidak multitafsir dan menimbulkan masalah bagi petambak. Aturan perizinan tambak yang mencapai 21 izin dinilai menghambat investasi.
Usaha tambak udang tradisional perlu digarap serius agar lebih produktif. Tambak tradisional perlu ditingkatkan menjadi tradisional plus dengan sentuhan teknologi guna meningkatkan produksi nasional. Dicontohkan, produksi udang hasil budidaya di Ekuador sebesar 700.000-800.000 ton antara lain mengandalkan tradisional plus.
”Diperlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk melirik tradisional plus dengan sentuhan teknologi, tambahan pakan, dan aerasi sehingga meningkatkan produksi,” katanya.
Dari data KKP, luas tambak udang tradisional saat ini 247.803 hektar atau 82,4 persen dari total luas tambak 300.501 hektar. KKP berencana merevitalisasi tambak udang di 15 kabupaten/kota dengan dukungan, antara lain, pengelolaan irigasi perikanan partisipatif, penyaluran sarana revitalisasi tambak, seperti kincir, pengujian hama penyakit udang dan kualitas air, serta sosialisasi dan bimbingan teknis budidaya udang.
Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Haris Muhtadi mengemukakan, pertumbuhan budidaya udang yang melambat pada tahun 2021, antara lain, dipicu kegagalan budidaya di beberapa lokasi akibat serangan penyakit.