Produksi udang digenjot dengan revitalisasi tambak tradisional dan percontohan budidaya berbasis kawasan. Teknologi budidaya untuk peningkatan produksi menjadi tantangan.
Oleh
BRIGITA MARIA LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi budidaya udang mencapai 2 juta ton pada tahun 2024. Salah satu cara yang dibidik adalah revitalisasi tambak udang tradisional. Revitalisasi tambak dilakukan di 15 kabupaten/kota.
Komoditas udang merupakan salah satu dari empat komoditas unggulan ekspor perikanan budidaya. Hingga 2024, KKP menargetkan produksi udang naik, dari 850.000 ton-900.000 ton secara tahunan menjadi 2 juta ton, serta nilai ekspor udang meningkat 250 persen. Tahun 2022, produksi udang nasional ditargetkan 1,2 juta ton.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu, di Jakarta, Rabu (19/1/2022), mengatakan, luas tambak udang tradisional saat ini 247.803 hektar (ha) atau 82,4 persen dari total luas tambak 300.501 ha. Revitalisasi tambak udang tradisional ditargetkan seluas 45.000 ha, dengan lokasi di Sumatera Utara seluas 10.000 ha, Nusa Tenggara 2.000 ha, Sulawesi 22.500 ha, dan Kalimantan 10.500 ha.
KKP akan merevitalisasi tambak udang yang berlokasi di 15 kabupaten/kota dengan dukungan, antara lain, pengelolaan irigasi perikanan partisipatif, penyaluran sarana revitalisasi tambak, seperti kincir, pengujian hama penyakit udang dan kualitas air, serta sosialisasi dan bimbingan teknis budidaya udang. Kluster tambak udang berkelanjutan itu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari 0,6 ton per ha per tahun menjadi 30 ton per ha per tahun.
Adapun pengembangan tambak udang tradisional menjadi tambak intensif dengan produktivitas 80 ton per ha per tahun direncanakan seluas 14.000 ha. Beberapa percontohan adalah di Sumbawa, Aceh Timur, dan Lampung. Selain revitalisasi tambak, pemerintah juga sedang membuat percontohan pembangunan budidaya udang berbasis kawasan seluas 100 ha di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
”Teknologi budidaya udang berkembang sangat dinamis. Penerapannya akan disesuaikan dengan skala usaha, serta kondisi alam dan perairan. Masyarakat (petambak) akan memilih dan memilah yang paling cocok,” ujar Haeru.
Sementara itu, tim peneliti IPB University merilis teknologi budidaya udang yang mampu meningkatkan produktivitas hasil panen. Teknologi itu mengombinasikan sistem budidaya resirkulasi (RAS) dan bioflok, dengan produktivitas yang dinilai mencapai 130 ton per ha.
Ketua Tim Peneliti IPB University Bambang Widigdo mengemukakan, teknologi budidaya ini dapat menghasilkan efisiensi penggunaan air. ”Kami menguji coba budidaya udang tanpa banyak mengganti air laut atau sistem resirkulasi. Karena itu, sisa pakan dan kotoran udang harus dikonversi menjadi bahan yang tidak menghasilkan racun,” kata Bambang.
Dengan kualitas air yang terjaga, perubahan suhu air yang naik dan turun dapat ditekan sehingga pertumbuhan udang bisa lebih cepat. Penerapan biosekuriti secara penuh mendorong tebar udang 300-500 ekor per meter persegi.
Wakil Ketua Tim Peneliti IPB University Wiyoto mengemukakan, sistem budidaya RAS dan bioflok ini dapat menjadi alternatif teknologi bagi tambak-tambak yang tidak lagi produktif.
”Dengan konsep seperti ini, kita bisa menghidupkan tambak-tambak yang tidak aktif atau yang tidak produktif. Sebab, teknologi ini sudah kita uji coba dan berjalan dengan baik sehingga bisa dikembangkan secara luas dan dengan skala yang lebih besar,” katanya.
Upaya KKP untuk membuat model kluster tambak udang vaname berkelanjutan diharapkan dapat direplikasi oleh masyarakat dan investor dalam rangka menggenjot produksi 2 juta ton pada tahun 2024.
Sebelumnya, TB Haeru mengemukakan, tambak udang di pantai utara Jawa tidak lagi diarahkan untuk revitalisasi tambak. Kondisi budidaya udang dinilai sudah sangat jenuh dan banyak tambak mangkrak. Pihaknya masih menemukan tambak udang berlokasi sangat dekat dengan bibir pantai. Padahal, jarak tambak udang dengan sempadan pantai seharusnya minimal 100 meter.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Saktu Wahyu Trenggono, revitalisasi tambak-tambak tradisional masyarakat menjadi tambak udang model kluster bertujuan untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan.