Harga Udang Anjlok, Alternatif Pasar Perlu Digarap
Melemahnya harga udang dunia perlu disikapi dengan fokus menggarap pasar yang masih terbuka dan memproduksi udang sesuai tren kebutuhan pasar.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga komoditas udang yang merupakan primadona ekspor perikanan sedang terpuruk. Merosotnya harga udang hingga 45 persen memukul petambak di Tanah Air. Strategi pasar perlu diterapkan untuk menggarap pasar alternatif serta fokus menghasilkan produk udang bernilai tambah.
Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo mengungkapkan, penurunan harga udang internasional dipicu oleh resesi ekonomi global. Komoditas udang tetap diminati, tetapi terjadi pergeseran pasar. Di antaranya, konsumen lebih berminat pada udang berukuran lebih kecil.
”Konsumen tetap makan udang, tetapi memilih beli udang berukuran kecil yang harganya lebih murah,” kata Budhi saat dihubungi, Selasa (1/11/2022).
Selama ini, ekspor udang asal Indonesia didominasi untuk tujuan ke Amerika Serikat, yakni sekitar 70 persen dari total ekspor udang. Indonesia merupakan salah satu pemasok utama udang ke AS, terutama untuk produk udang olahan dan udang berukuran besar. Sejak pandemi Covid-19, pergeseran pasar mulai terjadi, yaitu pasokan udang berukuran besar ke AS mulai dikuasai Ekuador dan India.
Penurunan harga udang internasional dipicu oleh resesi ekonomi global. Komoditas udang tetap diminati, tetapi terjadi pergeseran pasar.
Budhi mengemukakan, Indonesia perlu menggarap pasar alternatif yang masih terbuka, seperti Jepang dan Uni Eropa. Adapun China juga merupakan pasar potensial. Saat ini, pasar udang yang sedang berkembang adalah udang ukuran 60-80 ekor per kilogram (ukuran 60-80).
”Semua ukuran tetap ada permintaan. Tetapi, permintaan yang paling banyak yakni ukuran 60-80, terutama untuk produk bernilai tambah, seperti breaded shrimp dan sushi ebi,” ujarnya.
Secara terpisah, Li Duan, petambak udang di Langkat, Sumatera Utara, menuturkan, harga ekspor udang terus merosot mulai September 2022. Harga komoditas udang anjlok 30-45 persen dibandingkan harga normal, terutama udang berukuran besar, yakni ukuran 40 ekor per kg (ukuran 40) hingga ukuran 20. Merosotnya harga udang membebani petambak yang masih menghadapi ancaman serangan penyakit udang, seperti acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND) dan sindrom kematian dini (EMS).
Ia mencontohkan, selisih harga jual udang ukuran 40 dengan ukuran 100 saat ini hanya berkisar Rp 10.000-Rp 12.500 per kg, sedangkan selisih harga sebelumnya berada di kisaran Rp 30.000-Rp 35.000 per kg. Padahal, produksi udang untuk mencapai ukuran 40 membutuhkan waktu 120 hari, sedangkan untuk udang ukuran 100 hanya butuh 60 hari sampai panen.
”Penurunan harga (udang) ini memicu kepanikan seluruh petambak udang. Sebagian petambak akhirnya memilih panen udang di ukuran kecil,” katanya, Selasa.
Pembenahan sistem, teknologi budidaya udang, dan regulasi mendesak dilakukan untuk mendorong daya saing dengan negara-negara produsen yang mampu menghasilkan udang berlimpah secara lebih efisien.
Li Duan mengakui, pembenahan sistem, teknologi budidaya udang, dan regulasi mendesak dilakukan untuk mendorong daya saing dengan negara-negara produsen yang mampu menghasilkan udang berlimpah secara lebih efisien. Apalagi, Indonesia telah menargetkan produksi udang pada tahun 2024 mencapai 2 juta ton.
Upaya revitalisasi tambak untuk memperbaiki produksi saat ini belum diimbangi dengan penambahan unit pengolahan ikan di Indonesia. Sementara pasar ekspor masih terbatas pada negara tujuan utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Industri pengolahan dan eksportir dinilai perlu memanfaatkan jejaring dengan pabrikan pakan udang asal China di Indonesia guna membuka lebih luas ekspor ke China.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Machmud Sutedja mengatakan, tantangan pasar ekspor perlu disikapi dengan peningkatan efisiensi produksi. Selama Januari-September 2022 terjadi penurunan volume udang sebesar 2,3 persen, sedangkan nilai ekspor tumbuh 2,4 persen. ”Efisiensi harus ditingkatkan untuk dapat bersaing,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Forum Udang Indonesia Coco Kokarkin menuturkan, Indonesia perlu menggarap peluang pasar yang masih terbuka untuk produk udang berukuran kecil dan olahan udang. Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan ekspor ke China yang memiliki potensi pasar besar dengan kebutuhan udang 1 juta ton.
Ia menambahkan, Ekuador dinilai masih sulit bersaing dengan Indonesia dalam memproduksi udang kecil dan produk olahan karena standar upah tenaga kerja Ekuador yang lebih tinggi. Peluang ini harus disikapi oleh Indonesia dengan strategi pasar.
”Udang-udang kecil asal Indonesia juga berpotensi diserap banyak negara karena lebih murah, baik untuk diolah pabrik maupun untuk siap masak,” kata Coco.