Alih-alih sesuai acuan, yakni Rp 80.000 per kilogram, harga daging kerbau impor di konsumen kerap di atas Rp 100.000 per kilogram. Target pemerintah menekan harga melalui importasi belum tercapai.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J, MUKHAMAD KURNIAWAN
·5 menit baca
Odi (62), pedagang daging lembu di Pasar Kramat Jati, Jakarta, menunjukkan kardus berstiker ”Diimpor oleh Perum Bulog”. Kardus itu berisi daging kerbau beku asal India. Di depan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Odi juga mengeluarkan nota pembelian daging itu. Dia menunjukkan modal untuk pembelian mencapai Rp 101.000 per kilogram.
Nota pembelian itu berasal dari sebuah perusahaan yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. ”Selama sepakan sebelum puasa ini, harga daging kerbau naik. Sebelumnya, harganya (berkisar) Rp 95.000-Rp 98.000 per kilogram (kg). Dengan modal sekarang sekitar Rp 101.000 per kg, saya jual (daging kerbau impor ke pembeli) sekitar Rp 105.000-Rp 110.000 per kg,” ujarnya saat ditemui di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (17/3/2023).
Harga daging kerbau itu tidak sesuai dengan harga acuannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 11 Tahun 2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Kedelai, Bawang Merah, Cabai Rawit Merah, Cabai Merah Keriting, Daging Sapi/Kerbau, dan Gula Konsumsi. Dalam aturan itu, harga acuan daging kerbau beku asal impor di tingkat konsumen ditetapkan sebesar Rp 80.000 per kg.
Pemerintah menerbitkan izin impor untuk daging kerbau beku untuk menstabilkan harga daging sapi. Dengan harga yang jauh lebih rendah, daging kerbau impor diharapkan menekan harga daging sapi. Kebijakan impor daging dari India yang dimulai sejak tahun 2016 itu juga dimaksudkan untuk memberi masyarakat harga daging dengan harga yang lebih terjangkau.
Dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No 11/2022 itu, harga acuan daging sapi potong segar di tingkat konsumen ditetapkan Rp 130.000-Rp 140.000 per kg, sedangkan acuan daging sapi beku Rp 105.000 per kg. Artinya, harga daging kerbau impor di pasaran saat ini hampir menyentuh harga acuan daging sapi beku.
Peraturan Menteri Perdagangan No 25/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menyatakan, impor daging lembu beku untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara ataupun swasta. Salah satu syarat perizinan impornya adalah rekomendasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan/atau neraca komoditas.
Telusuri
Menanggapi temuan daging kerbau yang dijual dengan harga di atas harga acuan, Budi Waseso mengatakan, pihaknya akan menelusuri hal itu dengan melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan. ”Seharusnya harga di konsumen sesuai dengan harga acuan. Apabila terjadi seperti ini, siapa yang bermain,” ujarnya saat ditemui di lokasi yang sama.
Harga daging kerbau beku asal India di gudang Bulog berkisar Rp 58.000-Rp 68.000 per kg, tergantung kurs dollar Amerika Serikat (AS). Dia mengatakan, dengan angka tersebut, terdapat rentang harga untuk ongkos angkut, pengemasan, dan menjual ke mata rantai lain. Meskipun demikian, tidak ada batas maksimal jumlah mata rantai yang dilibatkan dalam penjualan, yang penting harga di tingkat konsumen sesuai dengan harga acuan.
Sebelum daging kerbau beku tiba di Indonesia, Bulog sudah memiliki daftar pembeli. Pembeli itu juga sudah menandatangani surat pernyataan akan menjual daging kerbau impor itu dengan harga yang nantinya di tingkat konsumen sesuai regulasi. Selain itu, pembeli juga mesti memberikan daftar penjual turunan (downline) dalam mata rantai yang terlibat.
Berdasarkan pengamatan Litbang Kompas atas data tahunan, harga daging sapi di Tanah Air justru kian tinggi seiring dengan volume impor yang kian meningkat. Pada 1983, harga daging sapi Rp 2.536 per kg, sementara pada 2015 harganya telah naik menjadi Rp 100.000 per kg.
Merujuk publikasi Kementerian Pertanian dan Bank Indonesia, kini harga rata-rata daging sapi sudah mencapai lebih dari Rp 130.000 per kg. Kenaikannya bahkan melampaui angka inflasi. Persentase perubahan harga daging sapi dari tahun ke tahun selalu lebih tinggi ketimbang tingkat inflasi. Jika dirata-rata, inflasi sepanjang tahun 1983-2022 mencapai 8,6 persen. Sementara itu, rata-rata perubahan harga daging sapi pada periode yang sama mencapai 11,5 persen.
Hampir sama
Sejak masuk ke Indonesia tujuh tahun lalu, keberadaan daging kerbau impor kerap menimbulkan masalah. Salah satunya dalam hal distribusi. Dengan selisih harga yang relatif besar dengan daging sapi segar, daging kerbau impor jadi rebutan. Soal penentuan wilayah distribusi dan lokasi penjualannya pun menuai polemik.
Dengan penampakan fisik yang nyaris sama dengan daging sapi, tak sedikit pedagang menawarkan daging kerbau impor sebagai daging sapi India dengan harga yang nyaris sama daging sapi. Konsumen menjadi pihak yang rentan jadi korban penipuan, yakni membeli daging kerbau impor dengan harga di atas harga acuan atau dengan harga daging sapi.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Tubagus Mufti Bangkit Sanjaya menilai, daging sapi potong segar dan daging kerbau secara kasatmata hampir sama. Dari segi teksturnya, serat daging kerbau lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi.
Dalam menjual daging kerbau beku, biasanya pedagang mengeluarkannya dari freezer pada pukul 22.00 dan didiamkan selama 8 jam. Ketika dijual di pagi hari, daging tersebut sudah dapat digantung dan dipotong. Namun, daging itu masih terasa dingin jika disentuh. Pedagang akan menawarkan daging kerbau dan daging sapi, lalu membiarkan konsumen yang memilih.
Menurut dia, kehadiran daging kerbau beku di pasar berdampak positif terhadap pedagang karena dapat memberikan opsi daging yang murah kepada konsumen. ”Pelaku usaha yang membuka warung makan mencari daging yang harganya terjangkau. Artinya, tidak ada kontroversi (terkait daging kerbau beku impor),” katanya saat dihubungi, Selasa (21/3).
Di sisi lain, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai, impor daging kerbau beku menggerus peternakan sapi potong rakyat. ”Keberadaan daging kerbau beku impor membuat peternakan sapi potong rakyat mesti berpacu menghasilkan daging yang murah. Imbasnya, sapi betina, bahkan yang sedang bunting, dipotong karena harganya lebih murah dibandingkan yang jantan. Padahal, pemotongan sapi betina berbahaya untuk budidaya (sapi potong),” ujarnya saat dihubungi, Jumat (17/3).
Oleh sebab itu, Yeka berpendapat, daging sapi perlu diposisikan sebagai komoditas pangan dengan harga mewah. Dengan demikian, peternak terpacu untuk meningkatkan skala usaha dan produksinya. Sebaliknya, membuat harga daging sapi murah tidak mendesak dan berisiko menciptakan disinsentif bagi usaha peternak sapi.
Selain itu, jika harga masih menjadi kendala, pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat bisa diupayakan dari sumber lain yang lebih murah. Sumber protein hewani lain yang harganya lebih murah antara lain telur dan daging ayam serta ikan.
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Rochadi Tawaf, berpendapat, efisiensi daging lembu impor makin tinggi salah satunya karena penggunaan hormon dalam budidaya. Undang-Undang No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan, pakan ternak tidak boleh dicampur dengan hormon. Namun, Indonesia mengimpor produk lembu yang mungkin pakannya dicampur hormon yang membuat beratnya lebih besar.
Selain berisiko menekan daya saing usaha, sejak dulu kalangan peternak menolak impor daging asal India karena risiko penyakit mulut dan kuku.