Pemerintah mengklaim impor daging beku terus menurun. Namun, muncul kekhawatiran impor daging beku yang tidak diawasi akan memukul usaha ternak rakyat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memperhitungkan kebutuhan impor daging sapi/kerbau untuk tahun 2022 sebesar 266.065 ton, lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, peternak meminta pemerintah meninjau kebijakan impor daging beku agar tidak memukul usaha ternak rakyat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Makmun, mengemukakan, kebutuhan impor daging sapi/ kerbau pada tahun 2022 sebesar 266.065 ton, atau turun 6,4 persen dibandingkan realisasi impor daging kerbau/sapi tahun 2021 sebesar 284.277 ton. Impor tahun ini termasuk untuk cadangan stok sebesar 58.866 ton.
Ia menambahkan, tren impor daging sapi/kerbau terus menurun, sejalan dengan peningkatan produksi lokal. Tahun ini, produksi dalam negeri diperkirakan 436.704 ton, dengan stok awal tahun 62.485 ton. Pada tahun 2021, produksi dalam negeri tercatat 423.443 ton, dan tahun 2020 404.997 ton.
Adapun konsumsi daging cenderung stagnan dan turun di masa pandemi, yakni 2,46 kg per kapita, lebih rendah dibandingkan konsumsi daging pada 2020 yang tercatat 2,53 kg per kapita. Harga rata-rata nasional daging sapi di tingkat konsumen cenderung fluktuatif. Pada pekan ke-1 Januari 2022, harga rata-rata daging sapi nasional tercatat Rp 118.900.
Konsumsi daging cenderung stagnan dan turun di masa pandemi, yakni 2,46 kg per kapita, lebih rendah dibandingkan konsumsi daging pada 2020 yang tercatat 2,53 kg per kapita
“Kekurangan (produksi) masih ada, tetapi trennya terus menurun, sehingga impor (daging) menurun. Pergerakan produksi dalam negeri terus tumbuh,” ujar Makmun, dalam Webinar “Banjir Kerbau India, Kemana Sapi Lokal Kita”, yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), di Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Tinjau Impor
Ketua Dewan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Didiek Purwanto, mengemukakan, angka peningkatan populasi sapi potong belum mampu menekan ketimpangan suplai dengan konsumsi daging sapi nasional. Padahal, konsumsi daging sapi nasional cenderung stagnan, bahkan menurun di masa pandemi.
Tahun 2021, kekurangan suplai daging sapi dipenuhi dari impor daging sapi beku asal Brazil sekitar 16.000 ton dan impor daging kerbau beku asal India sekitar 73.780 ton per November 2021. Namun, impor daging kerbau yang diharapkan mendorong harga pasaran daging menjadi Rp 80.000 per kg dinilai tidak efektif.
Dari data Badan Pusat Statistik, rata-rata harga eceran daging sapi tahun 2019-2021 masih di kisaran Rp 105.000 per kg. Adapun harga rata-rata pada 2020 dan 2021 berkisar Rp 110.000 hingga Rp 115.000 per kg.
“Perlu pengawasan ketat daging kerbau saat masuk ke pasar becek, karena bisa tercampur sehingga (harga) daging segar tertarik ke bawah, sedangkan harga daging beku impor terangkat naik, sehingga tidak menyelesaikan masalah,” ujar Didiek.
Kebijakan impor daging kerbau beku India (IBM) perlu dikembalikan ke tujuan semula, yakni hanya dilakukan dalam keadaan tertentu dan semata untuk stabilisasi harga
Pihaknya menilai, kebijakan impor daging kerbau beku India (IBM) perlu dikembalikan ke tujuan semula, yakni hanya dilakukan dalam keadaan tertentu dan semata untuk stabilisasi harga. Impor daging beku dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PKM) seperti India juga dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 129/PUU-XIII/2015. Regulasi itu menyebutkan bahwa Indonesia hanya bisa melakukan impor produk hewan dari negara atau zona bebas PMK.
Di sisi lain, impor sapi bakalan dinilai memberikan nilai tambah dibandingkan impor daging beku. Tahun ini, kebutuhan sapi bakalan diproyeksikan 625.000 ton atau setara 119.806 ton daging. Selain itu dibutuhkan impor daging sapi beku 170.652 ton. Proses penggemukan sapi di tingkat lokal selama 120 hari mampu menghasilkan peningkatan berat badan menjadi 450 kg atau setara 200.000 ekor sapi.
Peternakan sapi potong memiliki keterkaitan dengan 120 industri lainnya, mulai dari pakan, logistik, dan pengemasan. Selain itu, terdapat penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 29.000 orang.
“Industri penggemukan sapi potong menggerakkan perekonomian di pedesaan, serta pakan ternak dengan bahan baku lokal dengan nilai mencapai Rp 3 triliun per tahun,” ujar Didiek.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro, impor kerbau india awalnya untuk stabilisasi harga dan konsumsi protein hewani. Akan tetapi, perlu diwaspadai impor itu kebablasan sehingga menjadi kontraproduktif dengan program pemerintah untuk mengembangkan usaha ternak sapi nasional.
“Kami khawatir usaha ternak yang mulai bangkit dihantam masuknya daging impor India,” ujarnya.
Peluang besar pengembangan produksi sapi yakni dengan memanfaatkan dan mengintegrasikan lahan ternak sapi dengan lahan sawit, tanpa mengganggu produktivitas sawit
Makmun mengungkapkan, pengembangan usaha peternakan sapi, sapi potong, sapi perah, dan kerbau membutuhkan kekuatan lahan. Sementara, lahan penggembalaan di Indonesia beralih ke komoditas lain seperti tanaman pangan yang lebih cepat masa produksinya. Akibatnya, usaha peternakan sapi rakyat didominasi kandang kecil.
Ia menilai, peluang besar pengembangan produksi sapi yakni dengan memanfaatkan dan mengintegrasikan lahan ternak sapi dengan lahan sawit, tanpa mengganggu produktivitas sawit. Indonesia memiliki luas lahan sawit mencapai 16 juta hektar (ha). Dari jumlah itu, apabila 20 persen lahan sawit atau 3,2 juta ha dimanfaatkan untuk ternak sapi maka diproyeksikan bisa mensubstitusi seluruh kebutuhan impor daging sapi.
“Tidak ada lahan sawit yang dialihkan ke komoditas lain ataupun perumahan. Kalau (lahan sawit) bersatu dengan (lahan ternak) sapi, maka bisa menciptakan siklus kehidupan yang baik dari aspek lingkungan, disamping menjawab isu efek rumah kaca dari sawit,” ujar Makmun.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Berdikari Muhammad Hasyim, mengemukakan, pihaknya belum menerima penugasan impor daging sapi tahun ini dari pemerintah. Pada tahun 2021, penugasan impor daging sapi asal Brazil sebesar 20.000 ton dan sudah masuk sebesar 16.560 ton. “Kami melakukan impor setelah ada penugasan dari pemerintah,” katanya.
Terkait suplai sapi potong, PT Berdikari melakukan penggemukan sapi potong sejak 2020 sejumlah 1.000 ekor di Sidrap, Sulawesi Selatan, dan 1.000 ekor di Subang, Jawa Barat. “Diharapkan tahun ini bisa panen,” ujar Hasyim.