Badan Pangan Nasional memastikan bakal memprioritaskan beras produksi dalam negeri untuk menambah cadangan beras pemerintah. Namun, realisasi penyerapan beras akan dievaluasi untuk memutuskan perlu tidaknya impor beras.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Seorang pekerja mengangkut beras di salah satu toko beras di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (16/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kendati wacana impor mengemuka, Badan Pangan Nasional menyatakan bakal tetap memprioritaskan pengadaan gabah/beras dari produksi dalam negeri untuk cadangan beras pemerintah atau CBP. Jumlah CBP kemudian akan dievaluasi beberapa bulan ke depan untuk menentukan impor atau tidak.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan, impor untuk pengadaan CBP merupakan hasil rapat koordinasi terbatas yang disampaikan ke Presiden Joko Widodo. “Sampai hari ini, belum ada keputusan impor. Kami menomorsatukan produksi dalam negeri (untuk CBP). Jangan impor saat panen raya,” ujarnya di sela kunjungan pemantauan harga bahan pokok di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Dalam tiga bulan ke depan atau pada Maret hingga Mei 2023, kata Arief, pemerintah akan meninjau angka CBP. Apabila CBP dinilai cukup untuk kebutuhan penyaluran beras pemerintah, impor tidak diperlukan. Sebaliknya, jika CBP belum cukup mengingat ada banjir yang merendam sejumlah wilayah produksi, pemerintah perlu mengantisipasinya. Saat ini, stok CBP dan beras komersial Bulog hanya sekitar 280.000 ton.
Sepanjang 2023, pemerintah menargetkan Perum Bulog dapat mengadakan 2,4 juta ton beras untuk CBP. Sebanyak 70 persen di antaranya ditargetkan dari panen raya atau sekitar periode Maret-Mei. Adapun harga pembelian pemerintah (HPP) untuk pengadaan itu Rp 5.000 per kilogram (kg) untuk gabah kering panen (GKP) di petani dan Rp 9.950 per kg untuk beras di gudang Bulog.
Arief merinci, sebanyak 1,2 juta ton dari target itu akan digunakan pemerintah untuk stabilisasi harga beras. Sementara 1,2 juta ton sisanya menjadi stok akhir 2023 yang akan jadi stok awal 2024. Adapun total potensi beras dari panen raya mencapai 9 juta ton.
Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, wacana impor yang mengemuka dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan merupakan bentuk antisipasi terhadap kemungkinan terburuk. ”Tujuannya agar nanti kebutuhan masyarakat tidak terganggu. Masalah pangan merupakan masalah perut yang tidak dapat ditunda,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Saat ini, kata Budi, Bulog tengah berupaya menyerap 1,7 juta ton setara beras untuk CBP dari panen raya. Dalam menyerap, Bulog dibantu Satuan Tugas Pangan dan Tentara Nasional Indonesia. Apabila ada informasi mengenai gabah yang harganya di bawah HPP, Bulog akan langsung menyikapinya.
Hingga Rabu (15/3/2023), realisasi pengadaan dalam negeri Bulog sebanyak 33.000 ton. Menurut Budi, pengadaan yang masih tergolong rendah itu disebabkan oleh produksi yang belum menyentuh puncak panen raya, bukan karena HPP yang tidak bisa bersaing di pasar.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso meninjau harga daging sapi di Pasar Kramat Jati, Jakarta, Jumat (17/3/2023)
Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai, langkah Badan Pangan Nasional sudah sesuai dengan jalur. ”Curah hujan tinggi hingga banjir di sentra-sentra produksi menghambat masuknya beras ke pasar karena proses pengeringan yang lebih lama. Namun, ada kecenderungan beras itu akan berlimpah dan mengisi pasar,” katanya saat dihubungi, Jumat (17/3).
Di sisi penyaluran, Arief menambahkan, pemerintah akan menggelontorkan beras 10 kg per bulan kepada 21,35 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sepanjang Maret, April, dan Mei 2023. Artinya, Bulog akan menyalurkan beras di atas 600.000 ton untuk bantuan sosial (bansos) tersebut. Sebelum Ramadhan, beras itu sudah mulai disalurkan.
Tak hanya beras, lanjut Arief, pemerintah juga menambahkan telur dan daging ayam pada 1,4 juta KPM yang rawan tengkes (stunting). “Kami belum menghitung persis (alokasi telur dan daging ayam dalam paket bansos), minimal 1 kg. Jadi, di hulu membantu penyerapan di tingkat peternak dan di hilirnya mencegah stunting,” katanya.
Terkait pengadaan beras bansos, Budi menambahkan, Bulog akan melibatkan pabrik swasta sesuai arahan Badan Pangan Nasioonal. Bulog akan membeli beras sesuai kesanggupan mereka. Bulog menyalurkannya sebelum Ramadhan.
Mengenai paket bansos yang menyertakan telur dan daging ayam, Yeka menilai, pemerintah perlu menghitung dampaknya pada kenaikan permintaan di pasar menjelang Ramadhan-Lebaran. “Jangan sampai kenaikan permintaan itu justru meningkatkan harga di tingkat konsumen,” ujarnya.
Secara teknis, dia juga menyoroti mekanisme penyaluran kedua komoditas tersebut karena telur dan daging ayam memiliki waktu simpan terbatas. Jika hendak menyalurkan ayam beku, distribusinya membutuhkan sistem rantai dingin.
Menurut Yeka, pemerintah punya opsi bekerja sama dengan peternakan setempat yang berada di tiap wilayah sasaran bansos sehingga dapat memasok daging ayam segar bagi penerima.