Jaga Keseimbangan Harga, Pemerintah Tetapkan HPP dan HET
Pemerintah menjamin keseimbangan harga dalam penetapan harga pembelian pemerintah dan harga eceran tertinggi gabah dan beras. Kepentingan petani, pedagang, dan masyarakat mesti sama-sama dijaga.
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras serta harga eceran tertinggi beras. Ada harapan harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat pedagang serta konsumen berada di tingkat yang wajar.
Presiden Joko Widodo pun memimpin rapat yang diikuti sejumlah menteri, wakil menteri, Kepala Badan Pangan Nasional, serta Direktur Utama Pupuk Indonesia terkait ketersediaan dan harga produk di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/3/2023). Salah satu yang dibahas pada rapat tersebut adalah menyangkut harga gabah dan beras.
“Sekarang salah satu yang diminta oleh Pak Presiden untuk diselesaikan segera dan sudah selesai adalah mengenai HPP, harga pembelian pemerintah, (dan) kemudian yang satu lagi adalah harga eceran tertinggi,” kata Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta seusai mengikuti rapat.
Arief menuturkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan Rp 5.000 per kilogram (kg). GKP di tingkat penggilingan Rp 5.100 per kg, gabah kering giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200 per kg, dan GKG di gudang Perum Bulog Rp 6.300 per kg. “Kemudian beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, butir menir maksimum 2 persen harganya Rp 9.950 (per kg),” ujarnya.
Adapun perhitungan harga eceran tertinggi (HET) beras ditetapkan berdasarkan zonasi. Zona 1 adalah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi. Zona 2 untuk Sumatera selain Lampung dan Sumatera Selatan serta Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan. Adapun zona 3 adalah Maluku dan Papua.
HET beras medium di zona 1 ditetapkan Rp 10.900 per kg, untuk zona 2 Rp 11.500 per kg, dan zona 3 Rp 11.800 per kg. Sementara HET beras premium di zona 1 ditetapkan Rp 13.900 per kg, zona 2 Rp 14.400 per kg, dan zona 3 Rp 14.800 per kg.
“Ini Pak Presiden meminta untuk segera diumumkan sedangkan perundangannya dalam proses, sehingga ini bisa dapat diberlakukan segera,” ujar Arief.
Arief menuturkan bahwa pemerintah merumuskan angka itu bersama petani, pedagang, dan masyarakat Indonesia. “Jadi tiga-tiganya harus dijagain. Angka (HPP dan HET) ini bisa cepat keluar, ini kita harus apresiasi sama seluruh asosiasi, baik di hulu seperti KTNA, HKTI, (dan) kemudian Serikat Petani Indonesia. Kemudian yang di tengah ada penggilingan padi, Perpadi, dan lain-lain, sehingga kita bisa dapatkan angka yang menurut kita semua adalah wajar,” katanya.
Terkait opsi impor, Arief menuturkan, pihaknya akan melihat dalam tiga bulan. “Nomor 1 mengenai neraca pangan itu adalah produksi dalam negeri. Pada saat produksi dalam negeri itu cukup buat apa impor? Tetapi negara itu punya kewajiban. Pada saat memang kita kalkulasi secara bersama-sama itu kurang, kurang itu bukan berarti karena kegagalan, kurang itu bisa karena misalnya cuaca, climate change, kita bisa lihat mungkin pemupukan atau hama. Jadi, pada saat kita memang memerlukan itu, kita lakukan, tapi itu last option,” katanya.
Sebelumnya, pada Rabu pagi, Presiden Joko Widodo menjanjikan pemerintah berupaya menyeimbangkan harga. Harapannya, harga gabah di tingkat petani baik dan wajar, harga beras di pedagang baik dan wajar, demikian pula harga beras di konsumen.
Ketika harga naik, formula yang biasa diambil adalah menggelontorkan beras impor sebanyak-banyaknya ke pasar. "Tapi ini tidak kita lakukan karena menjaga keseimbangan itu," ujar Presiden Jokowi kepada wartawan seusai meresmikan acara temu bisnis (business matching) produk dalam negeri di Jakarta, Rabu (15/3/2023) pagi.
Presiden juga membantah akan menambah impor beras. Sebab, saat ini masih panen raya. "Nggak, kita lihat, ini, kan, masih panen raya. Logikanya panen raya, suplai banyak, mestinya harga turun. Nah ini kok ndak (turun). Ini yang baru kita cari (penyebabnya)," tutur Presiden lagi.
Tingginya harga gabah tentu disukai para petani, tetapi konsumen bisa dipastikan berteriak. Karena itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan harga ini. Namun, bila memang persediaan kurang dan harga tinggi permanen, Presiden juga mengatakan beras impor akan masuk.
Pupuk
Terkait pupuk, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan persnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu sore, menuturkan, Presiden Jokowi mewanti-wanti segenap jajaran terkait ketersediaan pupuk. "Bapak Presiden sangat mewanti-wanti kami yang berkait dengan pupuk, ada Pupuk Indonesia dari BUMN, ada (Kepala) Badan Pangan Nasional kita Pak Arief, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian, langsung ditanyai satu per satu oleh Bapak Presiden seperti apa pupuk ini. Karena setiap Bapak Presiden turun (ke lapangan) selalu pertanyaannya tentang pupuk," ujar Mentan.
Syahrul menuturkan, kebutuhan pupuk bersubsidi nasional sangat besar, yakni di atas 20 juta ton jika dilihat berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Sementara itu, kesiapan anggaran pemerintah hanya mampu mencapai 8-9 juta ton saja. Untuk itu, Mentan mengatakan pihaknya menyesuaikan regulasi dengan memberikan pupuk subsidi bagi petani yang menanam 9 komoditas.
"Untuk tahun ini kita sudah sesuaikan Permentan itu, tidak 69 (komoditas), hanya 9 jenis saja, 9 jenis itu terkait dengan pangan strategis, satu, yang kedua pangan yang berkontribusi pada inflasi, dan pangan untuk memperkuat ekspor," katanya.
Kementan pun akan memperkuat koordinasi kelembagaan dengan pemangku terkait, seperti dengan BUMN PT Pupuk Indonesia. Koordinasi dilakukan mulai mempersiapkan pupuk di setiap lini dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga ke petani.
Syahrul menuturkan, Presiden Jokowi memberikan waktu 2-3 bulan untuk membenahi sistem pemberian pupuk subsidi. Dengan demikian penyaluran pupuk tersebut diharapkan dapat sesuai perencanaan dan tidak keluar dari standar operasional prosedur sehingga tepat sasaran.
"Kita berharap minimal yang memang berhak mendapatkan pupuk harus (dapat) dan tidak ada pupuk yang keluar dari konteks perencanaan atau menyeleweng dari SOP atau menyeleweng dari tempatnya," katanya.
Kementan pun akan memvalidasi data 9,1 juta ton pupuk sesuai kondisi di lapangan. "Tentu saja ini membutuhkan kerja sama yang apik kepada para gubernur, bupati, bahkan sampai di desa, di kecamatan, ada PPL (penyuluh pertanian lapangan) kita, dan lain-lain," ujar Syahrul.