Kewajiban Memulangkan Devisa Hasil Ekspor Tidak Dipukul Rata
Upaya memulangkan devisa hasil ekspor diupayakan tidak sampai mengganggu iklim berusaha dan kinerja ekspor. Pendekatan ke sektor manufaktur perlu dibedakan, tergantung pada siklus perdagangan dan skala ekspornya.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Aktivitas pemuatan peti kemas ke dalam kapal barang di Terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Selasa (17/1/2023). Menurut data Badan Pusat Statistik, total ekspor RI selama tahun 2022 mencapai 291,98 miliar dollar AS, sementara impornya 237,52 miliar dollar AS. Hal itu membuat neraca perdagangan RI tahun lalu surplus 54,46 miliar dollar AS.
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah akan segera merampungkan revisi peraturan teknis tentang penempatan devisa hasil ekspor atau DHE di sistem keuangan dalam negeri. Kewajiban memulangkan devisa tidak akan dipukul rata ke semua eksportir manufaktur, melainkan dibedakan berdasarkan jenis pengolahan komoditas serta besaran nilai ekspornya.
Ketentuan itu akan dituangkan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Hal itu dilakukan agar upaya untuk memulangkan devisa hasil ekspor ke dalam negeri tidak sampai mengganggu iklim berusaha dan kinerja ekspor di sektor manufaktur.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, revisi aturan itu diharapkan tuntas pada Februari 2023 ini. Berdasarkan PP No 1/2019, devisa dari hasil ekspor yang saat ini wajib ditempatkan di dalam negeri baru yang berasal dari komoditas perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan perikanan. Ke depan, kewajiban itu akan diperluas ke sektor lain seperti manufaktur.
Meski demikian, ia menjelaskan, tidak semua eksportir manufaktur dikenai kewajiban yang sama. Pertama, pemerintah akan melihat jenis komoditas atau barang yang diolah oleh eksportir bersangkutan. “Nanti kita akan lihat, berapa (eksportir manufaktur) yang terkait dengan SDA, sehingga mungkin tidak termasuk ke berbagai sektor (pengolahan),” katanya dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I tahun 2023, Selasa (31/1/2023).
Kedua, pemerintah juga berencana menetapkan batasan (threshold) besar nilai ekspor yang akan dikenai kewajiban menempatkan devisa di dalam negeri. “Ini penting dalam desain kebijakan ke depan. Di satu sisi memang kita harus meyakinkan bahwa ekspor yang tumbuh tinggi itu memperkuat cadangan devisa kita. Tetapi, kita juga harus menjaga agar rezim devisa kita tidak men-discourage investasi dan kegiatan ekspor,” ujarnya.
Pendekatan ke eksportir manufaktur dinilai perlu berbeda karena karakteristik kegiatan ekspor-impor di sektor tersebut lebih dinamis dari sektor lainnya. Eksportir manufaktur yang umumnya bergantung pada bahan baku impor harus dengan cepat memutar kembali devisa hasil ekspor yang didapat untuk melanjutkan produksi.
Perlakuan khusus pada eksportir manufaktur juga akan ditunjukkan lewat insentif pajak yang berbeda dari eksportir SDA. Selama ini, bentuk insentif pajak yang diberikan adalah diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPn) final terhadap bunga deposito yang dananya bersumber dari devisa hasil ekspor.
“Kita akan perhatikan seperti apa aktivitas impor bahan bakunya, kita juga akan mendesain supaya jangan sampai aturan ini bertentangan dengan rezim devisa bebas, harus tetap sesuai rambu-rambu,” kata Sri Mulyani.
Jangan sampai aturan ini bertentangan dengan rezim devisa bebas, harus tetap sesuai rambu-rambu.
Ia pun mengacu pada ketentuan di Articles of Agreement of the International Monetary Fund (IMF) poin ke-VIII, di mana negara anggota IMF, termasuk Indonesia, telah berkomitmen untuk tidak membatasi pembayaran atau transfer lintas batas negara. Negara anggota diperbolehkan untuk saling berkoordinasi dalam membuat pengaturan devisa yang lebih efektif, asalkan tidak bertentangan dengan kesepakatan.
Siklus berbeda
Menanggapi aturan baru yang sedang dibahas itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno, Rabu (1/2/2023) mengatakan, pemerintah memang sebaiknya tidak memukul rata kewajiban menyetor devisa hasil ekspor itu ke semua eksportir manufaktur. Pasalnya, setiap sektor pengolahan memiliki siklus perdagangan yang berbeda-beda.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Petugas menyiapkan uang dari tempat penyimpanan uang Bank Mandiri di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (3/8/2022), untuk memenuhi kebutuhan mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Menurut Menteri Keuangan, cadangan devisa hingga Juni 2022 mencapai US$ 136,44 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor
Eksportir yang bergantung pada bahan baku impor, misalnya, kemungkinan hanya bisa menahan uang devisanya di dalam negeri (holding time) selama satu bulan saja, sebelum akhirnya harus memutar dollar AS yang dimilikinya itu untuk membeli bahan baku lagi.
“Cepat sekali muter-nya, hari ini baru dapat uang, besok bisa-bisa sudah harus belanja bahan baku lagi. Apalagi untuk eksportir yang margin profitnya terbatas. Untuk yang seperti ini, jangan disuruh mengonversi devisanya jadi rupiah, seharusnya tetap saja menabung dalam dollar AS, asal dijamin suku bunganya harus lebih kompetitif supaya tidak lari ke luar negeri,” katanya.
Ada pula eksportir yang mengandalkan bahan baku lokal, sehingga lebih memungkinkan bagi mereka untuk menyetor devisa dalam waktu lebih panjang, seperti tiga bulan atau lebih. Bahkan, untuk jenis eksportir ini, dollar AS yang diterima dari hasil ekspor dapat dikonversi ke mata uang rupiah.
Eksportir yang bergantung pada bahan baku impor, misalnya, kemungkinan hanya bisa menahan uang devisanya di dalam negeri ( holding time) selama satu bulan saja,
Namun, kata Benny, pengusaha yang mengonversi dollar AS-nya ke dalam rupiah tetap membutuhkan jaminan agar tidak ada pengurangan nilai simpanan yang terpengaruh oleh fluktuasi kurs. Dalam hal ini, eksportir manufaktur memerlukan insentif atau kemudahan lain dalam bentuk pengenaan kurs tengah saat mengonversi devisanya ke rupiah.
“Untuk devisa yang akan langsung dipakai membayar pegawai atau membayar listrik dalam rupiah, itu penukarannya jangan dikenakan kurs bawah, sebaiknya kurs tengah saja, karena beda selisihnya tidak main-main, bisa sampai Rp 1.000 (antara kurs bawah dan kurs atas),” ujar Benny.
FAKHRI FADLURROHMAN
Seorang pekerja berdiri di atas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (28/12/2022). Kementerian Perindustrian mencatat, realisasi ekspor pada 2021 sebesar 177,2 dollar AS atau tumbuh 35,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai ekspor pada 2022 diperkirakan tumbuh 18,72 persen sedangkan pada 2023 berkisar 6,94-8,89 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ia juga sepakat jika pemerintah menetapkan batas threshold nilai ekspor bagi pengusaha yang wajib menaruh devisa di dalam negeri. Menurutnya, kewajiban itu tidak tepat dikenakan pada eksportir pemula atau industri kecil-menengah yang sedang merintis ekspor. “Kita, kan, sedang menumbuhkan minat eksportir baru. Kalau belum apa-apa sudah dikenakan kewajiban ini, bisa memberatkan,” kata dia.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, untuk mencegah eksportir memarkir devisanya di negara lain, pihaknya siap memberikan insentif lain yang menarik dalam bentuk suku bunga simpanan valas yang kompetitif. Kebijakan itu dilakukan melalui pengaturan instrumen term deposit valas.
“Kami akan menjamin suku bunga yang diterima para eksportir yang mau menyimpan dananya di rekening khusus yang akan di-pass on (diteruskan) ke BI. Kami juga akan memberi fee khusus yang tergantung pada tenornya. Semakin panjang tenornya, bank akan kami berikan fee yang lebih,” katanya.