"Berselancar" di Tahun Ujian Lewat Ketepatan dan Fleksibilitas Program
Di tengah tekanan eksternal dan kegentingan global yang memberikan ancaman dan risiko bagi semua negara, Indonesia dapat melalui tahun 2022 dengan sejumlah capaian positif. Bagaimana dengan tahun 2023?
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·6 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantaro dalam Sidang Kabinet Paripurna mengenai Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022 serta Rencana Program dan Anggaran Tahun 2023 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/1/2023). Presiden minta untuk APBN 2023 difokuskan pada program yang produktif, utamanya dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. APBN 2023 juga diminta fokus menyelesaikan prioritas nasional, baik yang berkaitan dengan penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, dan juga ketahanan pangan, serta agenda menjelang pemilu. KOMPAS/HERU SRI KUMORO 16-01-2023
Ketepatan dan fleksibilitas program yang dijalankan menjadi ujian pada tahun menantang 2023 terutama saat menghadapi dan mengatasi krisis ekonomi. Itulah yang ditekankan Presiden Joko Widodo saat membuka pidatonya pada sidang kabinet paripurna di awal tahun 2023 di Istana Negara, Jakarta, awal pekan lalu. Ia pun menuturkan bahwa tahun ini masih merupakan tahun yang tidak mudah. Secara lugas, Kepala Negara bahkan menyebut 2023 sebagai tahun ujian bagi semua negara di dunia.
“(Hal ini) karena tekanan geopolitik yang semakin tinggi, ekonomi dunia melemah. Utamanya negara-negara besar, (seperti) Uni Eropa, China, Amerika Serikat, saya kira, diperkirakan akan melemah semua. Padahal ekspor kita ke negara-negara itu sangat besar sehingga kita juga harus hati-hati,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pidato pengantar di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/1/2023) lalu.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia juga terus menurun dari angka sebelumnya yang 2,9 persen dan kini diproyeksikan oleh Bank Dunia hanya 1,7 persen. Kondisi ini dinilai menjadi tantangan bagi semua negara, termasuk Indonesia. “Tetapi karena kita kemarin bisa melewati tahun 2022 dengan baik, Insya Allah di tahun 2023 juga bisa,” katanya.
Tetapi karena kita kemarin bisa melewati tahun 2022 dengan baik, Insya Allah di tahun 2023 juga bisa.
Pada kesempatan tersebut Kepala Negara menegaskan bahwa hal paling penting bagi Indonesia adalah merespons secara cepat setiap perubahan yang ada di dunia. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan juga dari pembacaan dengan cepat dinamika yang ada di dunia tersebut.
“Dan kita berharap ekspor kita masih baik, investasi juga masih baik, kemudian kita juga akan terus memperkuat hilirisasi karena ini akan memberikan dampak yang luas bagi kesempatan kerja bagi rakyat kita dan juga akan menambah devisa bagi negara,” ujar Presiden Jokowi.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantaro dalam Sidang Kabinet Paripurna mengenai Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022 serta Rencana Program dan Anggaran Tahun 2023 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/1/2023). Presiden minta untuk APBN 2023 difokuskan pada program yang produktif, utamanya dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. APBN 2023 juga diminta fokus menyelesaikan prioritas nasional, baik yang berkaitan dengan penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, dan juga ketahanan pangan, serta agenda menjelang pemilu. KOMPAS/HERU SRI KUMORO 16-01-2023
Presiden pun meminta APBN 2023 betul-betul difokuskan pada kegiatan-kegiatan dan program-program yang benar-benar produktif. Utamanya, pada penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. APBN 2023 juga harus fokus menyelesaikan prioritas nasional baik yang berkaitan dengan penurunan tengkes, penurunan kemiskinan ekstrem, ketahanan pangan, serta agenda menjelang Pemilu.
Kementerian diminta pula mendorong agar transfer ke daerah, termasuk dana desa, betul-betul memacu ekonomi daerah. “Dan juga APBD harus sinkron dengan APBN. Artinya, sinkron dengan prioritas-prioritas nasional yang, telah saya kira bolak-balik saya sampaikan, terutama berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, ekspor, dan investasi,” ujarnya.
APBD harus sinkron dengan APBN. Artinya, sinkron dengan prioritas-prioritas nasional yang, telah saya kira bolak-balik saya sampaikan, terutama berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, ekspor, dan investasi.
Berkaitan dengan fondasi stabilitas politik, demokrasi, kepastian hukum, rasa keadilan, serta penegakan HAM yang harus terus diperkuat, Presiden Jokowi menuturkan dirinya pun telah meminta seluruh menteri terkait menindaklanjutinya. “Terutama dalam perspektif HAM, saya minta tindak lanjut dari apa yang saya umumkan minggu lalu. Seluruh kementerian ikut bersama-sama menindaklanjuti apa yang telah saya sampaikan mengenai pelanggaran berat masa lalu, yang nonyudisial,” kata Presiden Jokowi.
Adapun berkaitan dengan inflasi, Presiden Jokowi meminta agar urusan ini dikeroyok bersama supaya dapat ditekan di bawah lima persen. “Dan, saya yakin, setelah saya keluar masuk pasar, saya lihat stabilitas harga, saya lihat peluang itu sangat mudah jika dikerjakan bersama, sama seperti kita menyelesaikan pandemi Covid-19 di negara kita,” ujarnya.
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal
Normalisasi kebijakan fiskal
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan kemampuan anggaran di tahun 2023 lebih penting dicermati. Hal ini karena pada saat sama ada normalisasi kebijakan fiskal, yakni untuk mencapai target defisit di bawah 3 persen.
Ada kekhawatiran normalisasi kebijakan fiskal tersebut akan berdampak ke sektor riil. Hal ini karena normalisasi kebijakan fiskal dilakukan, antara lain, dengan mengurangi atau menyetop banyak insentif-insentif yang diberikan selama pandemi.
“Spending (belanja untuk) insentif memang dikurangi. Padahal, di sektor riil, dampak pandemi belum tuntas. Lukanya belum sepenuhnya sembuh. Ada scarring effect”
“Spending (belanja untuk) insentif memang dikurangi. Padahal, di sektor riil, dampak pandemi belum tuntas. Lukanya belum sepenuhnya sembuh. Ada scarring effect,” kata Faisal.
Di saat luka sektor riil yang belum sembuh tersebut ada masalah baru, seperti kenaikan inflasi, kekhawatiran resesi di luar negeri dan perlambatan permintaan yang berpengaruh pada ekspor sehingga berdampak pada banyak sektor. “Termasuk kemarin yang banyak PHK (pemutusan hubungan kerja), (yakni di sektor) tekstil dan sepatu,” ujarnya.
Menurut Faisal, apabila normalisasi kebijakan fiskal dari sisi pelepasan insentif tidak dilakukan secara hati-hati, maka sektor riil akan kembali terpukul. Di sisi lain, ada upaya mengejar penerimaan. “Otomatis, dengan target defisit di bawah 3 persen, di samping menghemat di sisi belanja – termasuk belanja insentif – berarti harus mendorong penerimaan,” katanya.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengunjung memeriksa kain yang akan dibeli di salah satu toko tekstil di Pasar Tanah Abang Blok B, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2022). Pasar tekstil yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi harus bersaing dengan penjualan pakaian bekas impor yang kini menjadi tren di masyarakat. Dari sudut industri, impor pakaian bekas mengganggu pasar domestik yang menjadi pangsa pasar utama bagi industri garmen kecil dan konveksi yang mendominasi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Adryan Yoga Paramadwya (Z20) 22-12-2022
Para pelaku usaha, terutama sektor-sektor yang rentan atau pada skala kecil dan menengah, akan terpukul apabila upaya mengejar penerimaan atau pajak tidak dilakukan secara hati-hati. “Apalagi kalau kita lihat target pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 tinggi, (yakni) 5,3 persen. Artinya, sebetulnya target penerimaan juga di-set (dipatok) lebih tinggi mengikuti asumsi makronya,” ujar Faisal.
Faisal berpendapat, pada kondisi seperti ini, yakni ketika banyak insentif dikurangi dan ada kekhawatiran dari sektor riil bahwa pajak akan digenjot, perlu ada fleksibilitas terhadap program-program yang tidak mendesak. Hal yang lebih urgen harus lebih didahulukan.
Sementara itu, Kantor Staf Presiden pada Rabu (18/1/2023) merilis, ketidakpastian global akan berdampak pada pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia pada 2023. Peningkatan ekspor Indonesia diperkirakan sekitar 12,8 persen atau turun dibandingkan tahun lalu yang sebesar 29,4 persen.
Kondisi ini disebabkan meningkatnya potensi resesi global, peningkatan suku bunga The Fed, dan masih berlanjutnya perang Rusia-Ukraina yang mengganggu rantai pasok global. Meski demikian, pemerintah Indonesia optimistis bisa menjaga neraca perdagangan tetap tumbuh walaupun melambat.
Neraca perdagangan Indonesia selama 2022 mencatatkan surplus sebesar 54,46 miliar dollar AS dengan persentase peningkatan 53,7 persen year on year (y-o-y) atau secara tahunan. Jika merujuk pada data bulanan sejak Mei 2020, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 32 bulan berturut-turut. Namun berbagai kalangan menilai, capaian tersebut tidak akan bisa diulang pada 2023 karena terjadi ketidakpastian global.
Modal dan peluang
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Agung Krisdiyanto menuturkan, di tengah ketidakpastian global tersebut Indonesia masih memiliki modal besar dan peluang untuk menjaga perkembangan neraca perdagangan tetap tumbuh. Hal ini di antaranya melalui peningkatan hilirisasi industri, khususnya komoditas nikel, bauksit, dan tembaga.
“Hasilnya sudah ada. Selama 2022, hilirisasi komoditas nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor nikel dan turunanannya sebesar 365 persen year on year (yoy)”
Indonesia dinilai juga dapat mendiversifikasi ekspor ke negara-negara non tradisional, terutama yang telah memiliki perjanjian perdagangan dengan skema tarif rendah. Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki perjanjian perdagangan baik regional dan bilateral dengan ASEAN, Jepang, Pakistan, Chile, Uni Emirat Arab, Mozambique, Australia, dan Korea.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin dua rapat terbatas (ratas) yang diselenggarakan berturut-turut, Rabu (11/1/2023) siang di Istana Merdeka, Jakarta. Ratas pertama terkait evaluasi ekspor 2022 dan target 2023. Adapun ratas kedua terkait investasi.
Selain itu, Indonesia saat ini juga sedang melakukan negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa atau IEU-CPA (Indonesia – European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) yang diharapkan dapat rampung pada akhir 2023. “KSP akan mengawal dan melakukan langkah debottlenecking agar bisa segera mencapai kesepakatan,” katanya.
Adapun di sisi impor, Agung menuturkan, pemerintah berupaya menekan impor melalui instrumen pengadaan barang/jasa pemerintah, yakni mengutamakan produk dalam negeri. Komitmen tersebut tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 2/2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Agung menuturkan, kondisi perekonomian Indonesia yang lebih didominasi pasar domestik ketimbang internasional saat ini masih lebih baik dibanding negara-negara lain. Pengaruh global dapat disiasati dengan kebijakan inward looking atau strategi pendayagunaan pasar domestik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Cadangan devisa Indonesia yang berkisar 137 miliar dollar AS dinilai juga masih cukup aman untuk pembiayaan impor selama 6 bulan. Cadangan ini dapat memberikan bantalan cukup kuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang diperkirakan akan mengalami gejolak akibat peningkatan suku bunga The Fed. “Kalangan dunia usaha tetap harus waspada, tapi jangan panik dan khawatir. Kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik,” katanya.
Kebersamaan mengatasi krisis tentu menjadi jawaban, baik di pusat maupun daerah. Mampukah semuanya menjalankannya?