Ragam Visa untuk Memikat Turis Datang ke Indonesia
Pemerintah berencana memperluas jumlah cakupan negara yang berhak mengakses visa kedatangan elektronik dan menambah ragam visa baru, yaitu ”golden visa”. Kebijakan ini diharapkan memikat turis asing ke Indonesia.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
Beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa Pemerintah Indonesia akan memperluas cakupan negara yang bisa mengakses electronic visa on arrival atau visa kedatangan elektronik. Perhimpunan Hotel dan Restoran atau PHRI menilai rencana ini positif karena mengikuti perkembangan persaingan pasar pariwisata dunia.
Sebelumnya, pada Desember 2022, pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan visa second home atau rumah kedua. Izin tinggal terbatas visa rumah kedua adalah 5 tahun dan 10 tahun. Permohonannya pun bisa melalui laman molina.imigrasi.go.id.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno dalam konferensi pers mingguan, Senin (16/1/2023) petang, di Jakarta, menyampaikan, setelah keluar visa second home atau rumah kedua, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan golden visa. Golden visa bersifat turunan dari visa rumah kedua.
”Jika visa rumah kedua diarahkan bagi warga negara asing pensiunan, golden visa diperuntukkan khusus bagi warga negara asing yang memiliki keterampilan, seperti keterampilan di bidang teknologi digital dan kesehatan. Pelaku industri lain dan investor yang mampu memberikan manfaat besar bagi Indonesia juga berhak mengakses golden visa,” kata Sandiaga.
Menurut Sandiaga, mekanisme pelaksanaan kebijakan golden visa masih dalam pembahasan. Bersamaan dengan itu, rencana perluasan cakupan jumlah negara yang bisa mengakses visa kedatangan elektronik (e-VOA) juga sedang dalam kajian. Kajian mempertimbangkan statistik kedatangan dan pengeluaran visa kunjungan. Pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengumumkan hasil pembahasan tersebut dalam waktu dekat.
Bagi pelaku pariwisata dalam negeri, keragaman bentuk visa beserta kemudahan cara akses harus mampu memikat wisatawan asing berkunjung ke Indonesia. Kebijakan ini perlu didukung dengan menstandarkan layanan imigrasi di bandara dan pelabuhan. Pemerintah tetap perlu memiliki kontrol keamanan bagi setiap kunjungan yang masuk ke Indonesia.
”Kegiatan pariwisata tidak hanya bersenang-senang (leisure), tetapi juga pariwisata olahraga dan perjalanan bisnis. Bagi kami, pelaku industri pariwisata, beragam bentuk visa yang sudah ataupun yang akan dikeluarkan pemerintah merupakan penawaran yang bisa memikat lebih banyak wisatawan mancanegara (wisman) masuk,” ujar Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran saat dihubungi, Selasa (17/1/2023), di Jakarta.
Hal terpenting, lanjut Maulana, adalah kemudahan mengakses beragam visa dan diikuti dengan pelayanan imigrasi yang terstandar di semua pintu masuk kedatangan internasional yang ada. Sebab, pelabuhan dan bandara merupakan ujung tombak citra Indonesia di mata dunia, termasuk bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.
Beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa pemerintah akan memperluas cakupan negara yang bisa mengakses e-VOA. PHRI menilai rencana ini positif karena mengikuti perkembangan persaingan pasar pariwisata dunia.
Aplikasi berbasis laman untuk e-VOA melalui laman molina.imigrasi.go.id resmi diluncurkan 10 November 2022. Setelah mengisi formulir pendaftaran, warga negara asing dapat langsung meneruskan ke halaman pembayaran dan bertransaksi menggunakan kartu kredit/debit berlogo Visa, MasterCard, atau JCB. Kemudian, permohonan itu akan diverifikasi dan jika disetujui, visa dikirim ke pemohon melalui aplikasi.
Pada saat peluncuran aplikasi itu, pemerintah menyebutkan terdapat 46 negara yang sudah bisa mengajukan e-VOA. Negara tersebut, antara lain, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris, China, Uni Emirat Arab, Jepang, dan India.
Sebanyak enam bandara internasional melayani e-VOA, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten; Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Denpasar, Bali; dan Bandara Internasional Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur. Sementara jumlah pelabuhan laut yang memfasilitasi e-VOA mencapai 11, di antaranya Bandar Bentan Telani Lagoi, Bandar Seri Udana Lobam, dan Batam Centre yang semuanya ada di Kepulauan Riau.
”Apabila ada satu negara di satu kawasan sudah melakukannya, hal ini akan meningkatkan daya saing pariwisata bagi negara itu. Kami tetap mendorong pemerintah memperkuat kontrol keamanan ketika cakupan negara e-VOA diperluas. Jangan sampai pengusaha pariwisata lokal jadi penonton,” ucap Maulana.
Harus terukur
Wakil Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Budijanto Ardiansyah berpendapat, kehadiran e-VOA merupakan langkah praktis yang dilakukan pemerintah dalam rangka digitalisasi pelayanan visa. Hal seperti ini sudah jamak dilakukan di banyak negara. Hanya saja, dia berharap kemudahan dan kecepatan akses layanan itu tetap harus mempertimbangkan ketepatan sasaran wisman yang dituju.
”Jika kini muncul wacana memperluas cakupan e-VOA, kami berharap pemerintah bisa belajar dari pengalaman pelaksanaan bebas visa. Pemerintah pernah membebaskan visa bagi wisman dari 100 lebih negara, tetapi kami menilainya malah bukan sebagai kebijakan yang efisien,” ujar Budijanto.
Dari 100 lebih negara yang dibebaskan visa, menurut Budijanto, ada sejumlah negara di antaranya tidak masuk kategori pasar potensial bagi Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Mohammad Yusuf menilai perlunya evaluasi dari pelaksanaan beragam visa yang pernah dikeluarkan dan sedang berlaku. Penilaian seperti ini penting dikaitkan dengan volume kunjungan wisman yang dihasilkan. ”Jangan sampai pemerintah latah (ingin mengeluarkan ragam baru visa). Kebijakan apa pun perlu terukur,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia per November 2022 tercatat 657.270 kunjungan atau naik 336,5 persen secara tahunan. Namun, dibandingkan dengan Oktober 2022, jumlah tersebut menurun 3,19 persen. Adapun total kunjungan wisman ke Indonesia pada periode Januari-November 2022 sebanyak 4,58 juta kunjungan atau naik 228,3 persen secara tahunan.