Pembangunan Industri Pariwisata Perlu Gunakan Pendekatan Ekosistem
Industri pariwisata berdampak ganda ke sektor lain, seperti pertanian. Di sejumlah daerah yang punya destinasi pariwisata, industri pariwisata berfungsi membantu pemerataan pembangunan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri pariwisata berdampak luas ke berbagai sektor ekonomi produktif, lingkungan, sosial, dan budaya. Cara pandang seperti ini kerap kali tidak digunakan dalam perumusan agenda kebijakan industri pariwisata.
Demikian benang merah bedah buku Ekosistem Kepariwisataan yang ditulis Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf ) Frans Teguh, Rabu (22/12/2021), di Jakarta. Buku setebal sekitar 507 halaman itu diterbitkan Penerbit Buku Kompas.
Dalam bukunya, Frans Teguh melihat kepariwisataan secara holistik dan menggunakan paradigma berpikir sistemik. Transformasi kepariwisataan mengutamakan perubahan egosentris ke ekosentris, lintas dimensi, lintas disiplin ilmu, berpusat kepada manusia, tata kelola yang adaptif, dan berorientasi pada nilai yang berkelanjutan.
Frans juga menyampaikan beberapa gagasan, seperti manajemen industri pariwisata berbasis ekosistem. Gagasan ini dinilai mampu mengelola berbagai potensi kesenjangan ekologis, sosial, teknologi, dan spiritual ketika industri pariwisata harus berhadapan dengan perkembangan zaman yang serba tak pasti.
Sekretaris Kemenparekraf Ni Wayan Giri Adnyani menambahkan, industri pariwisata berdampak ganda ke sektor lain, seperti pertanian. Di sejumlah daerah yang punya destinasi pariwisata, industri pariwisata berfungsi membantu pemerataan pembangunan.
Di sejumlah daerah yang punya destinasi pariwisata, industri pariwisata berfungsi membantu pemerataan pembangunan.
Namun, dalam dinamika pembangunan industri pariwisata menimbulkan dampak negatif. Misalnya, meningkatkan emisi gas rumah kaca, kerusakan ekologis, dan komersialisasi budaya yang tidak berpihak pada lokal.
”Pada masa kini dan mendatang, pembangunan industri pariwisata butuh pendekatan lebih holistik. Pendekatan ekosistem kepariwisataan yang ditawarkan penulis mampu menjawab kebutuhan pembangunan industri pariwisata yang menyeluruh. Hanya saja, dalam penerapannya butuh konsistensi kementerian/lembaga dan pelaku industri,” ujar Ni Wayan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2014-2019 Arief Yahya, dalam sambutan video, berpendapat, pendekatan ekosistem serupa dengan pendekatan pentaheliks yang berarti pembangunan pariwisata melibatkan unsur pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media. Pendekatan ini tepat untuk menata destinasi secara menyeluruh.
Sementara itu, praktisi pariwisata I Gde Pitana berpendapat, banyak sektor ekonomi berkaitan dengan pariwisata. Namun, kebanyakan orang saling mempertentangkan. Misalnya, pariwisata versus lingkungan dan pariwisata versus budaya lokal. ”Apabila seluruh sektor ekonomi yang berkaitan dengan pariwisata bisa ikut dibangun, masyarakat bisa merasakan dampak yang luas,” ujarnya.
Tren baru wisata
Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menambahkan, penduduk dunia sekarang berkisar 7 miliar jiwa. Ketika perayaan 100 tahun Republik Indonesia pada 2045, penduduk dunia diprediksi mencapai 9 miliar jiwa. Kepadatan penduduk seperti itu diperkirakan mengancam ekologi, seperti hutan yang kian menyempit.
Industri pariwisata selalu punya kaitan dengan kondisi perekonomian nasional dan global. Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar yang sudah diakui global.
Oleh karena itu, Rhenald berpendapat, pembangunan pariwisata perlu menggunakan pendekatan ekosistem. Cara berpikir ini menitikberatkan pada keberlanjutan ekologi. ”Kalau sekarang teknologi masif berkembang, saya rasa pemanfaatannya bisa dipakai untuk industri pariwisata yang lebih memperhatikan keberlanjutan ekologi,” katanya.
Menurut Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Didien Junaedi, saat ini tumbuh berbagai bentuk aktivitas pariwisata mulai dari wisata bisnis, kesehatan dan kebugaran, hingga wisata alam. Generasi baru wisatawan juga bermunculan. Pembangunan industri pariwisata yang menekankan pendekatan ekosistem dinilai mampu menjawab tren tersebut.
Sementara menurut Rektor Universitas Katolik Parahyangan Mangadar Situmorang, industri pariwisata selalu punya kaitan dengan kondisi perekonomian nasional dan global. Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar yang sudah diakui global. ”Pendekatan ekosistem kepariwisataan yang diimplementasikan secara baik untuk pembangunan ekonomi nasional ataupun mewujudkan perdamaian di dunia,” tuturnya.
Dalam buku Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2021 yang diterbitkan Kemenparekraf, pada 2019, devisa sektor pariwisata mencapai 16,9 miliar dollar AS. Namun, pada 2020 anjlok menjadi 3,54 miliar dollar AS. Pada 2019, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 16 juta, sedangkan 2020 hanya berkisar 4,08 juta kunjungan.
Kontribusi industri pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional tahun 2019 mencapai 4,8 persen dan menyerap tenaga kerja hingga 13 juta orang. Kondisi ini sebenarnya bisa lebih baik, tetapi terjadi serangkaian bencana alam pada 2018 yang berimbas pada rendahnya tingkat pemesanan perjalanan di awal 2019.