Disparitas Harga Pangan di Wilayah Timur Semakin Turun
Program Tol Laut mampu menekan diparitas harga barang kebutuhan pokok dengan rata-rata penurunan sebesar 12,18 persen pada 2022. Di sisi lain, sejumlah persoalan tol laut masih muncul dan perlu dibenahi.
JAKARTA, KOMPAS — Program Gerai Maritim Pemanfaatan Tol Laut dapat semakin menurunkan disparitas harga pangan dan barang penting di sejumlah wilayah di Indonesia. Untuk memperluas jangkauan dan semakin menekan diparitas, pemerintah tak hanya menambah trayek tol laut, tetapi juga akan memperkuat sentra logistik dan menambah jenis barang.
Di sisi lain, sejumlah persoalan masih membayangi implementasi tol laut. Selain belum optimalnya muatan balik, infrastruktur bongkar muat barang di sejumlah daerah masih belum memadai.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, Selasa (10/1/2023), mengatakan, selama 2022, program Gerai Maritim Pemanfaatan Tol Laut 2022 mampu menekan disparitas harga pangan pokok dan barang penting dengan rata-rata penurunan sebesar 12,18 persen. Hal itu terutama terjadi di sejumlah daerah di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Penurunan harga tertinggi, yakni sebesar 50 persen, terjadi pada komoditas tepung terigu di Kabupaten Supiori, Papua, dari Rp 20.000 per kilogram menjadi Rp 10.000/kg. Harga bawang merah di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, juga turun 46,15 persen dari Rp 65.000/kg menjadi Rp 35.000/kg. Adapun di Kabupaten Sabu Raijua, NTT, harga minyak goreng turun 44 persen dari Rp 25.000/liter menjadi Rp 14.000/liter.
Program Gerai Maritim Pemanfaatan Tol Laut 2022 mampu menekan diparitas harga pangan pokok dan barang penting dengan rata-rata penurunan sebesar 12,18 persen.
Menurut Kasan, capaian penurunan disparitas harga pangan pada 2022 itu cukup baik. Pada 2019, hasil kajian Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri menyebutkan, subsidi biaya pengiriman barang melalui tol laut sebesar 50 persen diperkirakan dapat menurunkan disparitas harga pangan sebesar 6,9 persen.
”Pengaruh terhadap penurunan harga dan disparitas harga akan lebih nyata jika volume barang yang diangkut menggunakan tol laut semakin besar. Semakin banyak barang, semakin lebih besar pengaruhnya pada pasokan dan harga barang tersebut di wilayah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan (3TP),” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Baca juga: Perdagangan Antarwilayah RI Turun dalam Tiga Tahun Terakhir Ini
Pada 2023, pemerintah menambah rute tol laut menjadi 39 trayek dari 34 trayek pada 2022. Hal itu berdasarkan Keputusan Direkur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KP-DJPL 678 Tahun 2022 tentang Penetapan Jaringan Trayek Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut Tahun Anggaran 2023.
Untuk itu, Kemendag akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah 3TP. Regulasi itu antara lain mengatur tentang 32 jenis barang muatan berangkat yang diangkut menggunakan angkutan darat dan laut, serta 21 jenis barang muatan berangkat yang diangkut dengan angkutan udara.
Kasan menuturkan, proses revisi Permendag No 53/2020 itu masih berjalan. Revisi itu terutama menyangkut penambahan jenis barang yang dapat diangkut menggunakan moda laut, udara, dan darat yang disubsidi pemerintah. Penambahan barang itu berdasarkan usulan pemerintah daerah karena berkembangnya kebutuhan masyarakat setempat.
”Selain itu, akan diatur pula tentang pendistribusian dan sentra-sentra logistik pendukung untuk memperkuat dan memperluas jangkauan gerai maritim,” tuturnya.
Baca juga: Jenis Barang Muatan Tol Laut Akan Ditambah
Muatan dan infrastruktur
Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni Opik Taupik mengatakan, pemerintah menambah trayek kapal tol laut Pelni dari 10 trayek pada tahun lalu menjadi 11 trayek pada tahun ini. Dengan 11 trayek itu, Pelni menargetkan jumlah barang angkutan berangkat dan balik bisa mencapai 15.225 TEUs.
Adapun total realisasi muatan pada 2022 sebesar 14.508 TEUs. Jumlah itu terdiri dari muatan berangkat sebanyak 9.538 TEUs dan muatan balik 4.970 TEUs.
”Untuk jenis barang muatan semakin beragam. Namun, jenis barang tetap harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, serta Permendag No 53/2020,” katanya.
Pemerintah menambah trayek kapal tol laut Pelni dari 10 trayek pada tahun lalu menjadi 11 trayek pada tahun ini. Dengan 11 trayek itu, Pelni menargetkan jumlah barang angkutan berangkat dan balik bisa mencapai 15.225 TEUs.
Selain angkutan barang, pada tahun ini, Pelni juga masih akan mengoperasikan satu trayek kapal ternak dengan target sebanyak 6.300 ekor. Dalam dua tahun terakhir (2021-2022), muatan ternak meningkat. Pada 2021, Pelni mengangkut 7.374 ternak dan pada 2022 sebanyak 7.886 ternak.
Tahun ini, sejumlah persoalan masih membayangi implementasi tol laut. Beberapa di antaranya masih terbatasnya muatan balik, kenaikan biaya operasional akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, dan infrastruktur pelabuhan yang belum memadai.
Terkait dengan angkutan balik, pemerintah dan Pelni berupaya meningkatkan fungsi Rumah Kita dengan bersinergi dengan pemerintah daerah serta badan usaha milik negara, daerah, dan desa. Sejak 2017, pemerintah menggulirkan program Rumah Kita atau sentra logistik pendukung tol laut dan gerai maritim. Tujuannya tidak hanya untuk memperlancar distribusi dan menekan disparitas harga, tetapi juga menyeimbangkan keterisian antara kapal-kapal yang datang dari wilayah Indonesia barat dan timur.
Pemerintah menargetkan memiliki 19 gerai Rumah Kita di sejumlah daerah. Beberapa gerai Rumah Kita yang telah telah dibangun diantaranya berada di Nias, Mentawai, Natuna, Sanggate, Dompu, Waingapu, Rote, Kalabahi, Tahuna, Saumlaki, Manokwari, dan Timika. Beberapa di antaranya dibangun oleh anak usaha Pelni, yakni PT Sarana Bandar Nasional.
Baca juga: Berhasil Atasi Disparitas Harga, Gerai Rumah Kita agar Diperbanyak
Terkait kenaikan biaya operasional tol laut, Opik mengakui, hal itu dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM mengingat pengoperasian kapal-kapal tol laut Pelni menggunakan BBM bersubsidi. Untuk itu, Pelni berkomitmen mengimbangi kenaikan biaya operasional itu dengan meningkatkan pelayanan distribusi logistik terhadap masyarakat.
Kami juga menghadapi persoalan menyangkut keterbatasan fasilitas pelabuhan. Sejumlah pelabuhan tujuan kapal tol laut belum memiliki fasilitas yang memadai sehingga membuat proses bongkar muat berjalan lambat.
”Kami juga menghadapi persoalan menyangkut keterbatasan fasilitas pelabuhan. Sejumlah pelabuhan tujuan kapal tol laut belum memiliki fasilitas yang memadai sehingga membuat proses bongkar muat berjalan lambat. Kami berharap dukungan pemerintah pusat dan daerah agar memperkuat infrastruktur pendukung tersebut di wilayah-wilayah 3TP,” kata Opik.
Baca juga: Raffles dan Era Virtual