Produksi Blok Rokan Diharapkan 180.000 Barel Per Hari pada 2023
Presiden Joko Widodo berharap produksi minyak dari Blok Rokan yang dikelola Pertamina Hulu Rokan bisa jauh lebih tinggi. Produksi diharapkan meningkat secara bertahap hingga mencapai 400.000 barel per hari.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Susana di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialih kelola dari Chevron.
JAKARTA, KOMPAS — Alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada 2021 telah meningkatkan produksi minyak di blok itu dari 158.000 barel per hari menjadi 166.000 barel per hari. Namun, Presiden Joko Widodo ingin jauh lebih dari itu. Pada 2023, produksi diharapkan bisa mencapai 180.000 barel per hari.
Sebelumnya, di Dumai, Provinsi Riau, Kamis (5/1/2023), Presiden Joko Widodo meminta Pertamina meningkatkan produksi minyak di Blok Rokan. Presiden meyakini Pertamina sudah cukup mumpuni. Namun, Presiden menginginkan capaian yang jauh lebih signifikan. Produksi minyak di Blok Rokan diharapkan mencapai 400.000 barel minyak per hari. (Kompas.id, Jumat 6/1/2023)
”Memang target itu tidak mudah dan membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Namun, target ini penting untuk mendorong produksi minyak agar Indonesia tidak lagi bergantung pada impor,” kata Presiden.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (6/1/2023), mengatakan, pemerintah mendukung upaya peningkatan produksi minyak di Blok Rokan. Dukungan itu, misalnya, melalui sejumlah insentif yang mempermudah pengembangannya sekaligus mempercepat pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan produksi migas.
”Termasuk dengan migas nonkonvensional, EOR (pengurasan minyak tahap lanjut), dan waterflood (injeksi air). Itu bisa dipercepat. Program sekarang (di Rokan), kan, pengeboran masif. Pada 2022 sekitar 400 sumur dan tahun ini mau 600 (sumur) lebih. Jadi kita harapkan, (produksi) 180.000 barel per hari, tahun ini, (nanti akan dilihat) bisa tidak?” kata Arifin.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengemukakan, Pertamina memiliki misi untuk meningkatkan level produksi di Rokan dengan upaya masif dan agresif. Pada 2022, pihaknya melakukan total pengeboran pada 413 sumur. Sementara pada 2023, pengeboran ditantang untuk meningkat, yakni mencapai 600 sumur.
Pada tahun kedua alih kelola WK Rokan, operasional Pertamina Hulu Rokan (PHR) memberi efek ganda (multiplier effect) dengan membuka banyak lapangan kerja baru, yakni dari hanya 22.000 orang menjadi 37.500 orang. Begitu juga penambahan rig dari 9 unit (sebelum alih kelola) menjadi 26 unit. Kemudian, 49 unit Rig Workover & Well Service (WOWS) dari 25 unit menjadi 49 unit.
Adapun pada awal 2023, PHR menemukan ladang sumur minyak baru yang mampu menghasilkan ribuan barel per hari. Hal itu diyakini bakal mendukung pencapaian yang diharapkan pemerintah di tingkat nasional, yakni 1 juta barel per hari pada 2030.
Pada awal 2023, PHR menemukan ladang sumur minyak baru yang mampu menghasilkan ribuan barel per hari.
”Pencapaian tahun 2022 akan menjadi penyemangat kami untuk meningkatkan produksi. Sebagai contoh, melalui pengoperasian rig, jumlah mitra kerja PHR meningkat 20-25 persen. Dan yang paling utama adalah untuk selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan,” ujar Nicke, dalam keterangannya.
PHR resmi mengelola Blok Rokan mulai Agustus 2021. Sebelumnya, selama sekitar 97 tahun, blok tersebut dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (dulu bernama Caltex). Pada 2021, kontrak mereka habis. Pemerintah kemudian menyerahkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina sebagai perusahaan yang memenangi tender.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Presiden Joko Widodo memberi arahan kepada Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (kedua dari kiri) serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (paling kiri), saat mengunjungi tangki timbun milik Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Dumai, Provinsi Riau, Kamis (5/1/2023).
Blok Rokan adalah salah satu wilayah kerja migas dengan cadangan minyak terbesar di Indonesia. Di era 1970-an, produksinya bahkan mencapai 1 juta barel per hari, tetapi lalu terjadi penurunan produksi. Blok Rokan, yang kini berkontribusi 26 persen dari produksi minyak bumi nasional, diyakini akan menjadi penopang produksi nasional yang ditarget 1 juta barel per hari pada 2030.
Biaya tinggi
Pengamat ekonomi energi sekaligus Dosen Magister Energi Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Jaka Aminata, saat dihubungi, Jumat, menilai, sejumlah upaya peningkatan produksi minyak, termasuk dengan teknologi dan upaya menarik investasi, menjadi hal positif. Terlebih, energi fosil dalam beberapa waktu ke depan masih akan dibutuhkan.
Cadangan minyak yang bisa dioptimalkan Indonesia pun masih banyak. ”Namun, masalahnya, biaya untuk eksplorasi sangatlah tinggi karena tidak setiap eksplorasi mendapatkan minyaknya (ada risiko). Kerja sama-kerja sama perlu diupayakan,” ujar Jaka.
Indonesia, yang sudah menjadi pengimpor bersih (net importer) minyak sejak 2004, kata Jaka, memang kekurangan minyak meski cadangannya melimpah. Impor minyak mau tidak mau akan terus dilakukan demi memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Kondisi itu juga membuat harga minyak mentah Indonesia menunggu atau bergantung pada perkembangan dunia. ”Minyak ini digunakan semua kalangan masyarakat dan pemerintah harus subsidi. Seharusnya, kita juga berani bernegosiasi dengan Rusia untuk impor minyak, karena harganya lebih murah,” kata Jaka.