PT Pertamina Hulu Rokan resmi mengelola Blok Rokan pada 9 Agustus 2021. Setahun sejak alih kelola, rata-rata setiap hari dilakukan pengeboran sumur baru. Akhir tahun ini, produksi ditargetkan melebihi Blok Cepu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·6 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Hari ini, Selasa (9/8/2022), tepat setahun Pertamina mengelola penuh Blok Rokan, setelah dialih kelola dari PT Chevron Pacific Indonesia yang melakukannya sejak 1924. Selama satu tahun alih kelola, Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan 370 pengeboran atau lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya.
Sejak Blok Rokan di Riau dialihkelolakan pada 9 Agustus 2021 dari PT Chevron Pasific Indonesia, PT Pertamina (Persero) berupaya membuktikan pengelolaan lebih baik dari sebelumnya. Tantangan utama ialah melawan laju penurunan produksi minyak di sumur-sumur lama yang besarannya sekitar 4.000 barel per hari. Di samping itu, pengeboran sumur-sumur baru terus dilakukan secara masif dan agresif.
Senin (8/8/2022) siang, sinar matahari menyengat ke areal terbuka di Lapangan Bekasap, Kabupaten Bengkalis, Riau, Wilayah Kerja (WK) Rokan, yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha Pertamina. Tepat di tengah areal yang dikelilingi pepohonan sawit itu, terpancang besi hingga deretan pipa yang menjulang. Di bawah tanah, kedalamannya lebih dari 1 kilometer (km).
Itulah rig PDSI-49.2 di Lapangan Bekasap yang berkategori light crude oil atau dihasilkan minyak yang cenderung encer. ”Ini (sumur) yang ke-393 di Bekasap. Masih banyak di lapangan-lapangan lain di Blok Rokan, terutama di Lapangan Duri yang sekitar 11.000 sumur,” kata Hendri Junaidi dari Tim Pertamina Hulu Rokan, yang mendampingi rombongan kunjungan media.
Rig PDSI-49.2 di WK Rokan tersebut merupakan salah satu contoh pengeboran sumur dengan kinerja yang lebih baik dan efisien dibandingkan pengelolaan sumur-sumur minyak sebelum alih kelola. Pengeboran di sumur tersebut berlangsung selama sembilan hari dengan target produksi minyak 107 barel per hari. Sumur itu berjarak sekitar 6,5 km dari Lapangan Duri yang menghasilkan Duri crude (bukan light crude), dengan karakter lebih kental.
”(Untuk Duri crude) agar bisa dipompa, maka di-steam atau dipanaskan agar encer. Dengan water injection dan steam EOR (enhanced oil recovery) baru bisa meningkat 60 persen. Jadi, minyak di bawah sebenarnya masih banyak,” ujar Hendri.
Menurut Hendri, di bawah tanah, minyak biasanya lengket pada bebatuan. Untuk sementara, teknologi terbatas pada injeksi air dan uap, tetapi ke depan diyakini bakal lebih optimal dengan injeksi bahan kimia atau chemical EOR. Adapun pada Senin, draf rencana pengembangan (plan of development/POD) itu diserahkan dari PHR kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Penambahan jumlah rig pengeboran menjadi salah satu upaya masif Pertamina dalam meningkatkan produksi di Blok Rokan. Apabila sebelum alih kelola hanya terdapat sembilan rig aktif, saat ini sudah ada 21 rig. Jumlah tersebut akan terus ditingkatkan dan ditargetkan sudah ada 27 rig pada akhir triwulan IV-2022.
”Saat alat berat masuk (area pengeboran), termasuk rig, kemudian sistem dikoneksikan sehingga dapat mulai mengebor. Setelah mengebor pun belum dapat minyak. Rig mesti keluar dulu, lalu masuk tim berikutnya untuk memasang pipa-pipa, juga steam, barulah (minyak) bisa diproduksi,” kata Direktur Utama PHR Jaffee A Suardin.
Apabila sebelum alih kelola hanya terdapat sembilan rig aktif, saat ini sudah ada 21 rig. Jumlah tersebut akan terus ditingkatkan dan ditargetkan sudah ada 27 rig pada akhir triwulan IV-2022.
Selama setahun sejak alih kelola, PHR telah mengebor sekitar 370 sumur baru atau rata-rata satu sumur per hari. Dari 21 rig aktif, imbuh Jaffee, alurnya mesti jelas dan terpetakan. Semua telah diperhitungkan. Hal tersebut terbantu dengan digitalisasi yang sudah dikembangkan PHR. ”Dengan termonitor, dalam 5 menit, kami bisa langsung membuat keputusan,” ucapnya.
ADITYA PUTRA PERDANA
(Kiri ke kanan) Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022). Pertamina Hulu Rokan sejak Agustus 2021 mengelola Blok Rokan setelah dialih kelola dari Chevron.
PHR resmi mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021. Sebelumnya, selama sekitar 97 tahun, blok tersebut dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (dulu bernama Caltex). Pada 2021, kontrak mereka habis. Pemerintah kemudian menyerahkan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina sebagai perusahaan yang memenangi tender.
Blok Rokan adalah salah satu wilayah kerja migas dengan cadangan minyak terbesar di Indonesia. Di era 1970-an, produksinya bahkan mencapai 1 juta barel per hari, tetapi kemudian terjadi penurunan produksi. Blok Rokan, yang kini berkontribusi 26 persen dari produksi minyak bumi nasional, diyakini menjadi salah satu penopang peningkatan produksi nasional menjadi 1 juta barel per hari pada 2030 (saat ini sekitar 600.000 barel per hari).
Laju penurunan
Menurut data PHR, produksi minyak di Blok Rokan saat alih kelola atau Agustus 2021 sebanyak 158.500 barel per hari. Seiring dengan sudah tuanya sumur-sumur, penurunan produksi tak terelakkan. Dengan catatan tak dilakukan tindakan apa pun, produksinya bakal menurun menjadi 120.000 barel per hari. Apabila hanya ada penambahan rig, maksimal hanya 142.000 barel per hari. Upaya peningkatan aktivitas pun dilakukan dengan pengeboran sumur-sumur baru, hingga tercapai sekitar 161.000 barel per hari.
”Kami melawan penuruan produksi karena setiap bulan terjadi penurunan sekitar 4.000 barel per hari. Itu yang harus kami lawan sambil meningkatkan produksi. Kami targetkan 500 pengeboran per tahun,” ujar Jaffee.
Mengenai upaya pengembangan injeksi bahan kimia EOR, draf POD tersebut akan segera dievaluasi oleh SKK Migas. PHR berencana menjalankan chemical EOR tahap I melalui injeksi perdana surfaktan di Lapangan Minas pada 2025.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menambahkan, menahan laju penurunan sambil meningkatkan produksi menjadi hal utama yang dilakukan Pertamina di Blok Rokan, yang masih sangat potensial. Dalam setahun, hingga Juni 2022, kontribusi Blok Rokan bagi negara sebesar Rp 28 triliun.
ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022). Pertamina Hulu Rokan sejak Agustus 2021 mengelola Blok Rokan setelah dialih kelola dari Chevron.
”Tantangan (Blok Rokan) adalah target menyalip (Blok) Cepu (dikelola ExxonMobil) akhir tahun 2022. Sebenarnya Oktober (produksi) sudah ditargetkan 171.500 barel per hari. Diharapkan menjadi juara di Indonesia,” ujar Nicke di Pekanbaru.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetijpto mengemukakan, saat ini, industri hulu migas memang sedang dalam posisi berjuang untuk menahan penurunan produksi. Namun, di tengah tantangan itu, Indonesia tetap menargetkan 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas pada 2030. Dengan upaya masif dan agresif, target diharapkan tercapai. Tak hanya di Rokan, tetapi juga wilayah-wilayah penghasil migas lainnya.
”Dari sisi investasi, keekonomian ini penting. Sudah dipersilakan memilih gross split atau cost recovery. Jadi, dibebaskan, sesuai masing-masing lapangan. Untuk keekonomian, pemerintah terbuka untuk diskusi ataupun memberi insentif untuk menjaga keekonomian di lapangan,” kata Dwi.
Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengemukakan, penurunan produksi migas sebenarnya sudah terjadi sejak 15 tahun terakhir. Penurunannya berkisar 25-30 persen per tahun. Oleh karena itu, dalam menahan penurunan produksi itu, pengembangan yang masif memang harus dilakukan.
Metode EOR, termasuk injeksi bahan kimia EOR, menjadi sebuah keharusan guna mencapai target produksi yang diharapkan. Terkait chemical EOR, yang baru akan dikembangkan, perlu dipastikan bahwa hal itu mampu mengangkat minyak-minyak di perut bumi. Tak kalah penting, yakni kepastian keekonomiannya. Evaluasi dari SKK Migas pun mesti komprehensif.
”Intensitas seperti yang dilakukan oleh Pertamina Hulu Rokan baru sebatas menahan penurunannya agar tidak lebih besar. Namun, untuk meningkatkannya tidak cukup dengan langkah itu. Diperlukan eksplorasi di wilayah sekitarnya karena biasanya masih ada yang potensial. Pola seperti itu perlu diterapkan di semua wilayah kerja migas,” ucap Pri Agung.
Mengenai investasi, ia menilai Indonesia mesti realistis bahwa untuk menemukan lapangan skala besar, dibutuhkan investasi yang sangat besar. Dalam hal ini, perusahaan besar asinglah yang mampu melakukan itu.
”Agar konkret, kita perlu cerdik bagaimana menggaet (perusahaan) besar untuk bersedia melakukan eksplorasi yang penuh risiko itu. Beri kesempatan kepada mereka di tahap awal untuk eksplorasi. Artinya, biarkan tahapan risiko tinggi itu diambil pelaku skala besar saja. Kita tak perlu pertaruhkan investasi. Kalau sudah ketemu, barulah, misalnya, pengelolaannya dilakukan bersama,” imbuh Pri Agung.
Target ambisius 1 juta barel minyak per hari pada 2030 amatlah berat jika melihat laju penurunan produksi minyak di Indonesia, terutama pada sumur-sumur tua. Dengan delapan tahun tersisa, berbagai upaya peningkatan produksi mesti terus dikawal. Apa yang dilakukan di Blok Rokan hanya sekeping upaya dalam mencapai target pada 2030 dan amat tak mudah jika hanya bergantung pada blok tersebut.