Penerapan EOR diharapkan dapat membantu meningkatkan produksi minyak di Indonesia. Apalagi, ada target produksi 1 juta barel per hari pada 2030.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin (kiri) menyerahkan Rancangan Draft Chemical EOR Tahap I kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina Hulu Rokan, operator Blok Rokan di Pekanbaru, Riau, telah mengajukan draf rencana pengembangan chemical enhanced oil recovery atau EOR tahap I di Lapangan Minas yang ditargetkan mulai 2025. EOR, yang merupakan metode pengurasan minyak tingkat lanjut, diandalkan untuk menaikkan produksi minyak di lapangan tua. Faktor keekonomian harus menjadi pertimbangan.
Penyerahan draf rencana pengembangan (plan of development/POD) injeksi bahan kimia EOR dilakukan di Digital & Innovation Center, Kompleks Pertamina Hulu Rokan (PHR) Rumbai, Pekanbaru, Senin (8/8/2022). Penyerahan dilakukan Direktur Utama PHR Jaffee A Suardin kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto.
Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, saat dihubungi, Selasa (9/8), mengatakan, EOR memang mutlak diperlukan karena menjadi tulang punggung produksi di blok sekelas Rokan. Selama ini pun EOR sudah dilakukan di Duri (bagian dari Blok Rokan) dengan metode injeksi uap.
”Jadi, EOR tak bisa ditawar. Hanya, harus dipastikan secara teknis memang terbukti bisa menyapu minyak yang ada di dalam pada skala lapangan, bukan hanya skala tes di laboratorium atau sumur. Lalu, dipastikan masuk dalam hitungan keekonomiannya, baik PHR sebagai entitas bisnis maupun untuk negara, dalam konteks bagi hasil,” ujar Pri Agung.
Pri Agung menilai, untuk sekadar mempertahankan kondisi sekarang, apa yang telah dilakukan PHR, seperti peningkatan aktivitas dan penambahan rig pengeboran, sudah tepat. Adapun EOR dibutuhkan untuk peningkatan produksi. Guna memastikan probabilitas kesuksesannya tinggi, memang memerlukan waktu.
Dalam memastikan bahwa EOR terbukti mampu meningkatkan produksi serta masuk dalam hitungan keekonomian, peranan pemerintah ataupun SKK Migas sangat penting. ”Ini harus dijaga oleh pemerintah, dalam hal ini SKK Migas sebagai pengendali, mengenai rencana pengembangan yang diajukan PHR. Jadi, evaluasinya mesti komprehensif,” katanya.
Berdasarkan data Pertamina, pelaksanaan pengembangan chemical EOR tahap I mencakup 37 sumur, termasuk sumur produksi, injector, observasi, dan disposal. Itu dengan menerapkan konfigurasi sumur berpola tujuh spot inverted irregular.
Dalam memastikan bahwa EOR terbukti mampu meningkatkan produksi serta masuk dalam hitungan keekonomian, peranan pemerintah ataupun SKK Migas sangat penting.
Mengenai cara kerja chemical EOR, surfaktan (senyawa kimia) dialirkan ke dalam sumur minyak untuk melepaskan sisa-sisa minyak yang terperangkap dalam pori-pori batuan di reservoir. Surfaktan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak bumi dan air sehingga dapat meningkatkan pengurasan minyak.
Perluasan EOR
Jaffee A Suardin menambahkan, pengembangan chemical EOR bagian dari Komitmen Kerja Pasti (KKP) PHR kepada pemerintah untuk meningkatkan cadangan dan produksi. PHR berencana menjalankan chemical EOR tahap I melalui injeksi perdana surfaktan di Lapangan Minas pada 2025.
ADITYA PUTRA PERDANA
Susaan di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialihkelola dari Chevron.
Menurut Dwi, SKK Migas akan segera meninjau ulang draf POD chemical EOR tahap I tersebut. ”Prinsipnya negara mendukung. Yang penting adalah bagaimana membuktikan chemical EOR ini dapat berjalan di Indonesia. Sebab, sangat sedikit yang percaya EOR bisa berjalan di Indonesia. Itu tantangannya,” katanya.
Adapun PHR, yang mengelola penuh Blok Rokan sejak 9 Agustus 2021, telah melakukan sejumlah upaya, baik dalam menahan penurunan produksi maupun peningkatannya dengan pengeboran masif. Setahun sejak alih kelola, rig pengeboran aktif di Blok Rokan meningkat dari awalnya 9 rig menjadi 21 rig. Lalu, bakal terus ditingkatkan menjadi 27 rig hingga akhir 2022.
Berdasarkan data Pertamina, sebelum alih kelola, rata-rata produksi minyak di Blok Rokan 158.700 barel per hari. Sementara setelah alih kelola rata-rata naik menjadi 161.000 barel per hari.
Di tengah tren penurunan produksi dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030. Pri Agung menyebutkan, guna mencapai target itu, program-program seperti penerapan EOR seperti di Blok Rokan juga mesti dilakukan di tempat lain.
”Katakanlah dengan EOR berhasil melipatgandakan produksi di Rokan, tetap belum cukup mencapai 1 juta barel per hari. Hal serupa mestinya dilakukan di blok-blok lain yang besar dan potensial, seperti di Cepu. Lalu lapangan-lapangan milik Pertamina EP yang tersebar. Eksplorasi di tempat lain juga harus dilakukan untuk menemukan lapangan baru yang cadangannya besar,” kata Pri Agung.
Per Selasa (9/8), realisasi produksi minyak di Indonesia rata-rata 607.000 barel per hari atau masih di bawah target APBN 2022 yang sebanyak 703.000 barel per hari. Sementara realisasi produksi gas bumi sebanyak 6.537 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau di atas target yang sebanyak 5.797 MMSCFD.