Di tengah kecenderungan produksi minyak Blok Rokan yang terus menurun, menaikkan produksi menjadi tantangan yang sangat berat bagi Pertamina. Apalagi, ada target produksi 1 juta barel minyak pada 2030.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Pekerja berinteraksi di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialihkelola dari Chevron.
PEKANBARU, KOMPAS — PT Pertamina Hulu Rokan, operator Blok Rokan di Riau, Pekanbaru, berhasil meningkatkan produksi minyak di blok tersebut menjadi 161.000 barel per hari. Sebelum alih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia pada 8 Agustus 2021, produksi minyak di blok tersebut 158.700 barel per hari.
”Ini melalui usaha dan proses luar biasa. Peningkatan produksi nanti akan sendirinya terjadi ketika proses secara sistematis dan terstruktur dilakukan. Target (produksi secara) masif dan agresif ini dijalankan tanpa infrastruktur. Langkah pertama adalah penguatan backbone dengan digitalisasi,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, di Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022).
Nicke menambahkan, masifnya pengeboran itu telah meningkatkan jumlah rig pengeboran aktif di Blok Rokan, dari awalnya 9 rig menjadi 21 rig. Kemudian, bakal terus ditingkatkan menjadi 27 rig hingga akhir 2022.
”Pertamina Hulu Rokan mampu melewati proses transisi, mencakup cultural engagement yang meliputi penyesuaian proses bisnis, budaya kerja dan sistem manajemen keselamatan, serta sharing best practice dengan entitas Pertamina lainnya sehingga operasional Blok Rokan berjalan lancar,” ujar Nicke.
Berdasarkan data Pertamina, pada hari pertama alih kelola Blok Rokan, produksi minyak di blok tersebut sekitar 158.500 barel per hari. Dengan asumsi tidak dilakukan tindakan apa pun, akan menurun menjadi 120.000 barel per hari. Sementara jika hanya mengandalkan sumur-sumur yang ada serta penambahan rig yang banyak dibanding sebelum-sebelumnya, maksimal hanya 142.000 barel per hari.
”Oleh karena itu, kami tambah lagi dengan drilling sehingga bisa mencapai 161.000 barel per hari. Itu (hasil) dari penambahan aktivitas yang kami lakukan. Kami ini melawan penuruan produksi karena setiap bulan terjadi penurunan sekitar 4.000-an barel per hari. Itu yang harus kami lawan sambil meningkatkan produksi,” kata Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin.
Jaffee menambahkan, dalam setahun terakhir, pihaknya sudah belajar banyak mengenai pengelolaan Blok Rokan. Tantangan ke depan, lanjut dia, ialah bagaimana melakukan projectmanagement berkelas dunia agar sumur-sumur yang banyak di blok tersebut dapat ter-deliver. Begitu juga proyek-proyek lain. ”Dengan on time dan on schedule,” ucapnya.
Sebagai gambaran, per sumur itu membutuhkan investasi 600.000 dollar AS sampai 3 juta dollar AS, bergantung pada sumur-sumurnya.
Mengenai investasi di Blok Rokan, Jaffee mengatakan, besarannya cukup signifikan. ”Sebagai gambaran, per sumur itu membutuhkan investasi 600.000 dollar AS sampai 3 juta dollar AS, bergantung pada sumur-sumurnya. Ada perbaikan-perbaikan infrastruktur yang dibutuhkan. Kami mendapat support dari Pertamina (holding) dan pemerintah untuk peningkatan produksi di Blok Rokan ini,” katanya.
Sementara itu, terkait pengembangan migas nonkonvensional, Jaffee menuturkan, saat ini masih dalam tahap eksplorasi atau tahap pembuktian. Pada akhir tahun ini hingga tahun depan, Pertamina Hulu Rokan akan mengebor sumur-sumur eksplorasi untuk membuktikan apakah ada sumber daya yang bisa dikembangkan.
ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialihkelola dari Chevron.
Dalam peringatan setahun alih kelola Blok Rokan ke Pertamina, diresmikan Digital & Innovation Center (Dice) di Kompleks Pertamina Hulu Rokan Rumbai, Pekanbaru. Fasilitas tersebut dilengkapi 66 layar yang menampilkan data dan informasi dalam bentuk digital dashboard. Di antaranya terkait pemantauan aktivitas pengeboran, jadwal pengeboran yang terintegrasi, serta penyiapan lokasi pengeboran dan pembangunan fasilitas sumur minyak. Juga pengelolaan kegiatan produksi dan perawatan peralatan.
Momentum
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetijpto di Pekanbaru, Senin, mengatakan, di tengah tren penurunan produksi migas, Indonesia menargetkan 1 juta barel minyak per hari dan 12 juta kaki kubik gas pada 2030. Target tersebut membutuhkan upaya peningkatan hulu migas secara masif dan agresif.
Menurut Dwi, muncul paradigma bahwa penurunan (produksi) itu kenormalan di migas mengingat sifat migas yang bukan sumber energi terbarukan. ”Di tengah itu, kami sepakat menargetkan incline. Dan, hari-hari ini kami dalam posisi struggle menahan decline untuk menjadi incline di tahun-tahun mendatang. Sebab, 2030 sudah sangat dekat. Kalau kehilangan momentum, akan lebih berat lagi dalam mengangkatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melelang enam wilayah kerja minyak dan gas bumi dengan potensi sumber daya 4 miliar barel minyak dan 14 triliun kaki kubik gas pada 20 Juli 2020. Selain memberi berbagai insentif, pemerintah juga menawarkan kemudahan akses data wilayah kerja tersebut bagi peminat lelang.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, lapangan-lapangan migas yang ada saat ini rata-rata sudah berusia tua. Lapangan tua sering kali sensitif terkait keekonomian proyek meski saat ini terbantu dengan naiknya harga minyak di kisaran 100 dollar AS per barel. Namun, margin lebih besar akan didapat jika lapangan-lapangan masih baru.