Pemerintah Tawarkan Insentif dan Kemudahan Akses Data
Pemerintah membuka lelang untuk enam wilayah kerja migas. Itu terdiri dari satu WK eksploitasi dengan penawaran langsung, dua WK eksplorasi dengan penawasan langsung, dan tiga WK eksplorasi dengan lelang reguler.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ilustrasi _ Pekerja servis sumur di anjungan pengeboran minyak NKL 966 PT Pertamina EP Lapangan Sanga-sanga, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melelang enam wilayah kerja minyak dan gas bumi dengan potensi sumber daya sebanyak 4 miliar barel minyak dan 14 triliun kaki kubik gas. Selain memberi berbagai insentif, pemerintah juga menawarkan kemudahan akses data wilayah kerja tersebut bagi peminat lelang.
Keenam wilayah kerja (WK) migas yang dilelang tersebut adalah Bawean di lepas pantai (off shore) Jawa Timur; Offshore North West Aceh; Offshore South West Aceh; Arakundo di daratan dan lepas pantai Aceh; Bengara I di daratan Kalimatan Utara; dan Maratua II di lepas pantai Selat Makassar.
Syarat dan kondisi yang diterapkan pada lelang ini di antaranya bagi hasil kontraktor dengan mempertimbangkan faktor risiko WK, signature bonus (bonus tanda tangan kontrak) terbuka untuk ditawar, dan fleksibilitas bentuk kontrak (cost recovery atau gross split). Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif dan fasilitas perpajakan sesuai peraturan yang berlaku.
”Kami mengundang badan usaha dan bentuk usaha tetap di industri hulu migas untuk mengikuti lelang. Usaha yang memiliki kemampuan keuangan dan teknis, mampu memenuhi syarat minimum komitmen pasti dan ketentuan pokok lelang WK, serta memiliki kinerja dan jejak rekam yang baik dapat ikut berpartisipasi,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Rabu (20/7/2022), di Jakarta.
Dalam lelang kali ini, Kementerian ESDM juga menawarkan kemudahan akses data melalui mekanisme keanggotaan Migas Data Repository (MDR). ”Kami menyiapkan data yang terintegrasi, meningkatkan manajemen, serta kualitas data. Selain itu, (mengenai pelayanan data) kami juga berkolaborasi dengan pihak lain,” kata Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM Agus Cahyono Adi.
Masih strategis
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, migas, terutama gas, masih memiliki peran strategis di tengah transisi energi. Pasalnya, gas merupakan energi fosil yang efek karbonnya paling rendah. Artinya, dengan meningkatkan penggunaan gas, emisi di sektor energi sejatinya menurun.
Apalagi, di tengah dampak perang Rusia-Ukraina, ancaman krisis energi tengah menghantui sejumlah negara Eropa. Negara-negara tersebut mencari pasokan energi fosil, termasuk gas, guna memenuhi kebutuhan energi di negara mereka. Oleh karena itu, pemerintah serta pengusaha sektor migas tak perlu khawatir karena (produk energi) pasti akan terserap.
”Justru yang harus diupayakan itu bagaimana meningkatkan cadangan dan produksinya. Apalagi, kalau dari data dan historis, sebagian besar temuan cadangan itu gas dan itu relevan dengan proses transisi energi,” kata Komaidi.
KOMPAS/ARIS PRASETYO
Rombongan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan berkunjung ke unit produksi terapung di lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau, sekitar 70 kilometer dari garis pantai Kalimantan Timur, Minggu (11/6/2017). Lapangan ini mulai memproduksi gas sejak pertengahan Mei lalu dengan kapasitas 130 juta standar kaki kubik per hari dan akan ditingkatkan menjadi sedikitnya 450 juta standar kaki kubik per hari.
Komaidi menuturkan, lapangan-lapangan migas yang ada saat ini rata-rata sudah berusia tua. Lapangan tua sering kali sensitif terkait keekonomian proyek, meski saat ini terbantu dengan naiknya harga minyak di kisaran 100 dollar AS per barel. Namun, margin lebih besar akan didapat jika lapangan-lapangan masih baru.
Mengenai investasi di sektor hulu migas, Komaidi menilai pemerintah mestinya tidak melihat jangka pendek, tetapi jangka panjang. ”Sebab, sesuatu yang kita panen sekarang (di sektor migas) kan dimulai 10-15 tahun lalu. Kalau cadangan dan produksi turun terus, berarti 10-15 tahun lalu kurang ada upaya yang tepat,” ujarnya.
Oleh karena itu, imbuh Komaidi, kemudahan dan kemenarikan mesti ditawarkan kepada investor, seperti lewat insentif. Menurut dia, untuk kepentingan jangka panjang, perlu ada pengorbanan seperti diberikannya insentif. Di awal, hal itu mungkin akan mengurangi penerimaan dari pajak penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tetapi di masa mendatang, dengan investor masuk dan produksi dipacu, negara akan mendapatkan penerimaan lebih besar.
Selain itu, revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga mendesak untuk dituntaskan. ”Prosesnya sudah sangat lama, sejak 2008. Apalagi, sejumlah pasal sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, setidaknya melalui empat uji materi. Ini kan tidak sehat. Ini berkaitan kenapa cadangan dan produksi migas turun terus, karena payung hukumnya saja sudah seperti itu,” katanya.