Upaya pemerintah melalui Perum Bulog menambah stok beras melalui pengadaan dalam negeri dalam situasi paceklik saat ini dinilai tidak tepat. Langkah itu justru berpotensi mendorong harga beras dan inflasi lebih tinggi.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya memacu cadangan beras pemerintah melalui penyerapan produksi dalam negeri secara besar-besaran saat musim paceklik dinilai tidak tepat. Langkah ini justru meningkatkan permintaan di tengah keterbatasan suplai beras. Inflasi bahkan berisiko makin tinggi karena harga beras ikut naik.
Sebelumnya, pemerintah meminta Perum Bulog meningkatkan stok beras hingga 1,2 juta ton pada akhir 2022. Dengan stok sebesar itu, Bulog diharapkan memiliki stok yang cukup untuk mengintervensi pasar sekaligus menangani situasi darurat, seperti saat terjadi bencana alam.
Salah satu cara menambah stok tersebut adalah dengan meningkatkan penyerapan gabah/beras produksi dalam negeri melalui skema komersial. Harga pembelian beras ditetapkan maksimalnya Rp 10.200 per kilogram di gudang Bulog.
Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Perum Bulog periode 2007-2009 sekaligus pengamat pertanian Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta, Mohammad Ismet, secara teoretis, arahan pengadaan dalam negeri untuk Bulog di saat paceklik tidak tepat. ”Pada musim paceklik, stok pasar terbatas. Musim paceklik justru menjadi waktu bagi pedagang dan penggilingan untuk melepas stok (beras) yang mereka beli saat panen raya (ke pasar),” ujarnya saat dihubungi, Senin (5/12/2022).
Apabila Bulog dipaksa menyerap saat musim paceklik, kata Ismet, harga beras di pasar akan meningkat karena adanya tambahan permintaan di tengah keterbatasan stok. Beras hasil serapan yang terbatas membuat stok Bulog tetap tidak memiliki stok yang cukup untuk mengintervensi pasar. Selain itu, kualitas beras yang diserap berpotensi ”dikorbankan”.
Selain itu, ketika Bulog meningkatkan penyerapan saat paceklik, ekspektasi pelaku perberasan lainnya akan berubah sehingga sentimen pasar cenderung negatif. Imbasnya, harga beras di pasar kian meningkat.
Badan Pusat Statistik mencatat, rata-rata harga beras medium di penggilingan per November 2022 mencapai Rp 10.122 per kg. Harga ini 0,78 persen lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya atau naik 11,58 persen dibandingkan November 2021.
BPS mendata, beras mengalami inflasi sejak Juli 2022. Pada September, inflasi beras mencapai 1,44 persen, lalu 1,13 persen sebulan kemudian, dan 0,37 persen pada November. Selain kenaikan harga bahan bakar minyak, faktor musiman seiring berkurangnya area panen menjelang akhir tahun dinilai menjadi pemicunya.
Sesuai simpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR, Rabu (23/11/2022), Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengirimkan surat kepada Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pada akhir November 2022. Surat itu berisi data kesiapan stok beras di tingkat penggilingan yang dapat diserap Bulog. Jumlahnya 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi dengan harga Rp 9.359-Rp 12.985 per kg.
Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, pihaknya sudah menerima surat itu dan menerjunkan tim untuk mengecek langsung di lapangan. ”Ada indikasi pelanggaran hukum. Kami butuh beras (secara riil), bukan hanya sekadar data,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Sejak Agustus 2022, menurut data Bulog, penyaluran beras untuk program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) cenderung meningkat secara bulanan. Angkanya mencapai 214.908 ton (Agustus 2022), lalu 187.909 ton (September 2022), 160.713 ton (Oktober 2022), dan 206.003 ton (November 2022). Padahal, sepanjang Januari-Juli 2022, penyaluran bulanan tertinggi berada di angka 66.073 ton.
Per Senin (5/12/2022), stok beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 514.000 ton. Dengan stok sebesar itu, pemerintah dan Bulog dinilai tidak cukup berdaya untuk mengintervensi pasar. Tanpa pengadaan, stok beras yang dikelola Bulog diperkirakan akan terus turun hingga kurang dari 400.000 ton pada akhir tahun.
Sebelumnya, Budi Waseso menyatakan, pihaknya tengah berupaya mengamankan stok cadangan beras pemerintah di tingkat yang cukup meski tidak mencapai target 1,2 juta ton. ”Insya Allah Desember ini ada tambahan (beras) dari impor yang mengamankan stok kita. Saya akan buka ketika (berasnya) sampai di sini,” katanya.
Menurut Ismet, jika jumlah beras yang diserap Bulog selama periode panen raya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan operasi pasar selama musim paceklik, kekurangannya ditutup melalui impor. ”Artinya, impor dilakukan setelah pengadaan dalam negeri diperkirakan tidak cukup untuk mewujudkan stok Bulog yang aman dan kuat guna memenuhi kebutuhan operasi pasar saat paceklik hingga panen raya berikutnya tiba,” katanya.