Komoditas beras mengalami inflasi lima bulan terakhir dan mengindikasikan pasokannya ke pasar makin berkurang. Intervensi pemerintah dan tambahan pasokan diperlukan guna mengendalikan harga beras yang naik makin tinggi.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pemilik sawah menghitung panen padi varietas Ciherang di Desa Sukamaju, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (29/11/2022). Pergeseran musim tanam dan panen terjadi di kawasan ini selama setahun terakhir atau bergeser dua bulan dari waktu biasanya.
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan harga beras yang berpengaruh pada inflasi beberapa bulan terakhir menandakan kebutuhan menambah stok yang dikelola Perum Bulog untuk mengintervensi pasar makin mendesak. Pedagang mengharapkan tambahan pasokan bulan ini, termasuk lewat impor, untuk mengendalikan harga beras di tingkat konsumen.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (1/12/2022) merilis, rata-rata harga beras per November 2022 mencapai Rp 11.877 per kilogram (kg). Angka ini meningkat dari harga bulan sebelumnya Rp 11.837 per kg. Penyebab kenaikan harga sejak empat bulan lalu bersifat musiman karena produksi beras menurun jelang akhir tahun.
Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Zulkifli Rasyid memperkirakan, aliran beras ke pedagang-pedagang di pasar induk telah menurun lebih dari 50 persen. Realisasi permintaan beras ke Bulog juga belum optimal. Padahal, PIBC merupakan salah satu barometer beras nasional. ”Kami sangat membutuhkan beras impor. Tak perlu ada kisruh-kisruh (untuk merealisasikannya),” ujarnya, Kamis (1/12/2022).
Keterbukaan pemerintah terhadap rencana hingga realisasi impor, menurut Zulkifli, secara psikologis akan berdampak pada penurunan harga beras di pasar. Dia berharap beras impor bisa sampai di Indonesia pada pertengahan Desember 2022, paling lambat sepekan sebelum akhir tahun.
Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, menilai, Desember merupakan momen yang tepat untuk mendatangkan beras impor ke Indonesia. ”Desember merupakan puncak paceklik karena panen terbatas. Di hilir, permintaan meningkat karena momen Natal dan Tahun Baru,” katanya.
Menurut Bayu, pergerakan inflasi dan harga beras itu menandakan daya beli masyarakat tertekan, khususnya pada kelompok dengan pengeluaran terbesar untuk kebutuhan pangan. Pada musim paceklik, petani pun jadi konsumen dan berada di kelompok tersebut.
Pengendalian harga beras saat ini bergantung pada stok Bulog. Namun, per Rabu (30/11/2022), stok beras yang dikelola Bulog tinggal 541.000 ton. Agar dapat mengendalikan harga beras secara efektif, pemerintah berharap dapat menambah stok beras setidaknya 1,2 juta ton pada akhir tahun.
Tambahan biaya
Salah satu upaya memperkuat stok beras Bulog adalah melalui pengadaan beras dari dalam negeri. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian telah mengirimkan surat kepada Bulog yang melampirkan data stok beras di penggilingan yang berpotensi diserap Bulog.
Jumlah stok 610.632 ton dan tersebar di 24 provinsi itu memiliki rentang harga Rp 9.359 per kg hingga Rp 11.700 per kg. Sebelumnya, Bulog dan Badan Pangan Nasional (NFA) berharap harganya tidak lebih dari Rp 10.200 per kg.
Menurut Bayu, masih ada tambahan biaya sekitar 10 persen dari harga tersebut yang perlu disiapkan Bulog. ”Bulog akan memindahkan stok secara nasional (dari sumber suplai) ke daerah yang membutuhkan sehingga perlu biaya untuk pengangkutan, bongkar muat, hingga pergudangan,” katanya.
Di hilir, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras menyebutkan, HET beras medium berkisar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg. Dengan selisih harga di penggilingan dan HET, kata Bayu, pemerintah perlu menyiapkan anggaran untuk Bulog.
Sesuai data yang dilampirkan Kementerian Pertanian, stok beras tertinggi berada di Sulawesi Selatan, yakni mencapai 215.223 ton, dengan rata-rata harga Rp 9.713 per kg. Sementara Jawa Tengah menempati posisi kedua dengan stok 104.008 ton beras dengan rata-rata harga Rp 10.251 per kg.
Jumlah itu umumnya meningkat jika dibandingkan dengan data yang dipaparkan Kementerian Pertanian pada rapat dengar pendapat Komisi IV DPR, Rabu (23/11/2022). Dengan jumlah beras 351.370 ton, penggilingan di Sulawesi Selatan disebut siap memasok 205.550 ton ke Bulog, sedangkan Jawa Tengah bisa memasok 32.150 ton.
Lewat keterangan tertulis Kementerian Pertanian, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat Dadang Hidayat mengatakan, surplus beras di Jawa Barat mencapai 178.883 ton. Menurut dia, jika beras impor masuk, harga gabah dan beras akan anjlok.