Peningkatan Kemiskinan Ekstrem di 14 Provinsi Jadi PR Pemerintah
Total anggaran yang dialokasikan untuk program terkait penanganan kemiskinan sudah mencapai Rp 450 triliun lebih. Namun, per Maret 2022 masih ada 14 provinsi yang justru mengalami kenaikan persentase kemiskinan ekstrem.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan pada 2024 sudah tidak ada lagi keluarga di Indonesia yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Di tengah upaya mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem tersebut, ada pekerjaan rumah untuk menurunkan persentase kemiskinan ekstrem yang angkanya justru meningkat di 14 provinsi.
Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan Badan Pusat Statistik mencatat, secara nasional terjadi penurunan tingkat kemiskinan ekstrem dari 2,14 persen pada Maret 2021 menjadi 2,04 persen pada Maret 2022. Apabila dilihat per daerah, dari 34 provinsi terdapat 20 provinsi yang mengalami penurunan persentase kemiskinan ekstrem dan 14 provinsi mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem.
Ke-14 provinsi yang mengalami peningkatan persentase kemiskinan ekstrem tersebut adalah Sumatera Utara yang naik 0,02 persen, Riau (0,29), Sumatera Selatan (0,05), Bangka Belitung (0,43), DKI Jakarta (0,29), Jawa Barat (0,07), dan Bali (0,11). Berikutnya adalah Nusa Tenggara Barat yang persentase kemiskinan ekstremnya naik 0,57 persen, Nusa Tenggara Timur (0,12), Kalimantan Barat (0,33), Kalimantan Tengah (0,55), Kalimantan Selatan (0,18), Sulawesi Barat (0,49), dan Papua (0,66).
”Hal yang menjadi penting digarisbawahi (adalah) mengenai konvergensi program dan anggaran,” kata Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden yang juga Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Suprayoga Hadi, di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Suprayoga menuturkan hal tersebut pada acara Temu Humas Kementerian/Lembaga dan Pers yang digelar Biro Pers dan Media Sekretariat Wapres dan Unit Knowledge Management TNP2K. Hadir sebagai pembicara pada kesempatan tersebut CEO Asakreativita dan Co-chair Task Force 5 T20 Vivi Alatas serta Asisten Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Asrori S Karni. Adapun Manager Unit Komunikasi dan Kemitraan TNP2K Ruddy Gobel bertindak sebagai moderator.
Menurut Suprayoga, anggaran yang sudah dikucurkan untuk program kemiskinan apabila ditelisik dari Kementerian Keuangan sudah lebih dari Rp 450 triliun. Anggaran itu dialokasikan di sejumlah kementerian/lembaga, pemerintah daerah melalui APBD, dan lainnya. ”Itu yang pernah coba dihitung oleh TNP2K,” ujarnya.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan agar program berjalan sesuai jalur dan fokus. ”Refocusing, reprogramming, realokasi, dan sebagainya diupayakan untuk bagaimana kita bisa memfokuskan pada upaya penghapusan kemiskinan ekstrem ini di dalam konteks 2 tahun ke depan. Jadi, insya Allah, pada 2024, di akhir kabinet Presiden Joko Widodo yang kedua ini, kita harapkan (angka kemiskinan ekstrem) sudah bisa paling tidak mendekati nol persen atau nol koma paling tidak,” katanya.
Anggaran yang sudah dikucurkan untuk program kemiskinan apabila ditelisik dari Kementerian Keuangan sudah lebih dari Rp 450 triliun. Anggaran itu dialokasikan di sejumlah kementerian/lembaga, pemerintah daerah melalui APBD, dan lainnya.
Terkait peningkatan persentase kemiskinan ekstrem yang terjadi di 14 provinsi, Suprayoga yang ditemui seusai acara menuturkan bahwa salah satu penyebabnya adalah terkait problem data yang mengakibatkan ketidaktepatan sasaran. Perbaikan selama ini terus dilakukan untuk mengatasi persoalan data tersebut.
”Sekarang, dengan sudah ada data P3KE (Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem), kita lebih confidence karena detailnya sudah ada, terus by name by address (lengkap dengan data nama dan alamat). Mudah-mudahan ini sekarang lebih tepat sasaran,” kata Suprayoga.
Vivi Alatas dalam paparannya menyampaikan bahwa tujuan utama pengentasan kemiskinan adalah untuk memastikan orang miskin dan rentan berhasil melewati tangga-tangga kehidupan. Tangga kehidupan dimaksud mulai awal usia, bersekolah, persiapan kerja, bekerja, dan usia tua.
Menurut Vivi, ada guncangan dan titik kritis yang perlu dihindari atau dikelola di semua tangga kehidupan tersebut. Hal yang mesti dihindari saat awal usia, misalnya, adalah kelahiran prematur dan pertumbuhan terhambat. Putus sekolah dan pendidikan berkualitas rendah harus dihindari di masa bersekolah.
Selanjutnya, menganggur, tidak dapat menemukan pekerjaan tepat, dan tidak ada pelatihan nikah muda menjadi hal yang perlu dihindari di masa persiapan kerja. Kehilangan pekerjaan menjadi salah satu contoh guncangan yang mesti dihindari di masa bekerja. Adapun di usia tua hal yang harus dihindari, antara lain, sakit berkepanjangan dan telantar.
Serangkaian perilaku kunci perlu dilakukan individu agar berhasil melewati tangga-tangga kehidupan. ”Perlu pendekatan sistematis untuk mengatasi tantangan dalam tangga-tangga kehidupan,” ujar Vivi.
Agar program pengentasan kemiskinan lebih tepat, menurut Vivi, pemerintah diharapkan memperbaiki metode koleksi data. Perbaikan metode koleksi data dapat dilakukan, antara lain, dengan integrasi daftar rumah tangga dari berbagai data, pelibatan komunitas, serta pendaftaran dari pintu ke pintu di kantong kemiskinan.
Sementara itu, Asrori menuturkan bahwa upaya mempercepat penghapusan kemiskinan memerlukan penguatan kolaborasi pentahelix antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat sipil. ”Konvergensi dan kolaborasi program antar-kementerian/lembaga/pemerintah daerah harus disebarluaskan secara menyeluruh agar menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan,” katanya.