Sinergi Program hingga Akurasi Data untuk Nihilkan Kemiskinan Ekstrem
Sinergi program hingga akurasi data sasaran penerima manfaat dibutuhkan dalam menihilkan kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Selain itu, diperlukan pula kolaborasi berbagai kementerian, lembaga, dan pihak nonpemerintah.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencapaian target nol persen kemiskinan ekstrem di tahun 2024 membutuhkan integrasi, sinergi, dan kolaborasi program serta kegiatan berbagai kementerian, lembaga, serta pelibatan aktor non-pemerintah. Hal lain yang juga mutlak perlu adalah akurasi data sasaran penerima manfaat program.
Demikian, antara lain, hal yang disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka secara virtual Indonesian SDGs Corporate Summit (ISCOS) Tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Corporate Forum for CSR Development (CFCD) di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Pada kesempatan tersebut Wapres Amin menuturkan bahwa upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs di sejumlah negara saat ini mengalami tantangan berat sebagai imbas dari krisis ekonomi global yang tengah melanda. Terlebih lagi pandemi Covid-19 telah menghentikan atau memperlambat kemajuan upaya pencapaian SDGs yang dilakukan oleh komunitas global.
Demikian halnya Indonesia, meskipun kedudukannya dalam upaya pencapaian target SDGs naik dari peringkat 97 pada 2021 menjadi 82 pada 2022 dari 163 negara, tetapi saat ini masih memiliki beragam pekerjaan rumah. Hal ini khususnya dalam mencapai target SDGs pertama, yakni memberantas kemiskinan, dan target SDGs kedua, yaitu memberantas kelaparan dan malanutrisi.
”Guna meniadakan kemiskinan dalam bentuk apa pun sebagaimana tujuan SDGs pertama, misalnya, pemerintah mengedepankan kebijakan perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat,” kata Wapres Amin.
Selain untuk mengurangi kemiskinan nasional sebesar 10,14 persen per Maret 2021, Wapres Amin menambahkan, hal tersebut juga terutama untuk menyasar kemiskinan ekstrem yang tercatat masih sebanyak 4 persen. Angka kemiskinan ekstrem ini masih harus terus diturunkan sebagaimana target Presiden Joko Widodo untuk menghapus kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada tahun 2024.
”Untuk itu integrasi, sinergi, dan kolaborasi program serta kegiatan dari berbagai kementerian/lembaga, serta pelibatan aktor non-pemerintah menjadi kunci sukses agenda pencapaian 0 persen kemiskinan ekstrem. Di samping, tentunya, akurasi data sasaran penerima manfaat program,” ujar Wapres Amin.
Integrasi, sinergi, dan kolaborasi program serta kegiatan dari berbagai kementerian/lembaga, serta pelibatan aktor non-pemerintah menjadi kunci sukses agenda pencapaian 0 persen kemiskinan ekstrem. Di samping, tentunya, akurasi data sasaran penerima manfaat program.
Begitu pula dengan upaya pencapaian tujuan SDGs kedua, yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malanutrisi, pemerintah didukung segenap elemen bangsa dituntut bekerja keras sekaligus cerdas. Hal ini agar target prevalensi stunting atau tengkes 14 persen pada 2024 dapat tercapai.
”Terlepas dari turunnya angka stunting sebesar 30,8 persen tahun 2018 menjadi 24,4 persen tahun 2021, masih ada tantangan besar menurunkan 10,4 persen dalam 2,5 tahun ke depan,” kata Wapres Amin.
Sementara itu setibanya di Provinsi Sumatera Selatan untuk melakukan kunjungan kerja, pada Selasa sore, Wapres Amin didampingi Gubernur Sumsel Herman Deru beserta rombongan menuju Mal Pelayanan Publik (MPP) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Palembang. Sebagai informasi, jumlah MPP yang telah diresmikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sejak 2017 hingga 1 September 2022 sebanyak 67 MPP.
MPP Kota Palembang menjadi satu-satunya MPP di Provinsi Sumsel. MPP tersebut diresmikan pada 27 November 2020 dengan menyediakan 373 jenis layanan dari 28 instansi. Di kantor yang berlokasi di Jalan Gubernur H A Bastari, 25 Ulu, Jakabaring tersebut, Wapres Amin melihat langsung alur pelayanan kepada masyarakat.
Bertempat di MPP Kota Palembang tersebut Wapres Amin juga menyerahkan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan kepada warga. Bantuan yang diberikan dari Kemensos berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM), Program Keluarga Harapan (PKH), Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) berupa kursi roda elektrik, wirausaha, serta santunan, yatim piatu. Adapun bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan beasiswa.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengambil kebijakan berupa pengalihan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi naik. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Harga per liter solar subsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Harga pertamax nonsubsidi pun naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Kita perkirakan dengan adanya bansos yang diberikan tambahan Rp 24,17 triliun, maka kita bisa menahan pertambahan jumlah kemiskinan sehingga tetap bisa kita jaga dan bahkan kita upayakan menurun melalui program-program pemerintah lainnya. (Menkeu Sri Mulyani Indrawati)
Sebagian subsidi BBM pun dialihkan untuk bantuan yang dinilai lebih tepat sasaran. BLT BBM sebesar Rp 12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp 150.000 per bulan dan mulai diberikan bulan September selama 4 bulan. Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp 600.000.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers terkait pengalihan subsidi BBM di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu, akhir pekan lalu, menuturkan bahwa pemerintah juga akan memantau dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta kemiskinan dari kenaikan harga BBM yang diumumkan.
”Kita perkirakan dengan adanya bansos yang diberikan tambahan Rp 24,17 triliun, maka kita bisa menahan pertambahan jumlah kemiskinan sehingga tetap bisa kita jaga dan bahkan kita upayakan menurun melalui program-program pemerintah lainnya,” ujar Sri Mulyani.