Persoalan sinergi program hingga problem data masih dihadapi dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Orkestrasi kebijakan dan kolaborasi pemangku kepentingan pun diperlukan untuk mengatasi masalah itu.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO
·5 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin memimpin rapat terbatas mengenai kemiskinan ekstrem di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (18/11/2021) sore.
JAKARTA, KOMPAS — Penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2024 membutuhkan upaya luar biasa dan orkestrasi kebijakan. Kerja keras dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan pun diperlukan untuk menihilkan kemiskinan ekstrem dalam waktu sekitar dua tahun mendatang.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menetapkan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024 sebagai prioritas utama pemerintahannya. Sebagai gambaran, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2021 yakni 4 persen atau berjumlah 10,86 juta jiwa dari tingkat kemiskinan nasional yang masih sebesar 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta jiwa.
Pengentasan kemiskinan ekstrem dinilai bukanlah hal mudah sehingga dibutuhkan upaya ekstra. ”Untuk (menurunkan tingkat) kemiskinan yang biasa saja, kita masih kesulitan, apalagi untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem. (Hal ini) karena kemiskinan ekstrem ini adalah (menyangkut) golongan masyarakat miskin yang paling susah dientaskan dari kemiskinannya karena berbagai faktor,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dihubungi di Jakarta, Senin (13/6/2022).
Faktor penyebab kemiskinan ekstrem tersebut mulai dari kondisi fisik, kondisi lokasi geografis, ataupun alasan lainnya. Secara logika, ketika ada upaya penghapusan kemiskinan ekstrem, kemiskinan yang non-ekstrem harus diselesaikan terlebih dahulu. ”Jadi, sangat ironis kalau kemudian ada penghapusan kemiskinan ekstrem, tapi kemiskinan yang biasa masih besar jumlahnya,” ujar Faisal.
Peta jalan percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem.
Pada 8 Juni 2022, Presiden Jokowi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem untuk penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah RI pada 2024. Sejumlah menteri, lembaga, badan, gubernur, dan wali kota diinstruksikan mengambil langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem.
Langkah ini dijalankan dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antarkementerian/lembaga dengan melibatkan peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Disebutkan pula, percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem secara tepat sasaran ini dilaksanakan melalui strategi kegiatan yang meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Sinergi program
Menurut Faisal kementerian teknis, yang masing-masing memiliki tugas pokok dan fungsi, tidak dapat menjalankan programnya secara sendiri-sendiri. ”Jadi, harus ada upaya terorkestrasi. (Upaya) untuk memahami mengapa orang berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem perlu pendekatan antarinstansi. Jadi, masalahnya sering kali karena selama ini tiap-tiap instansi teknis terkait, baik di pusat maupun tingkat daerah, ini jalan sendiri-sendiri programnya,” ujarnya.
Jadi, harus ada upaya terorkestrasi. (Upaya) untuk memahami mengapa orang berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem perlu pendekatan antarinstansi. Jadi, masalahnya sering kali karena selama ini tiap-tiap instansi teknis terkait, baik di pusat maupun tingkat daerah, ini jalan sendiri-sendiri programnya.
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Kondisi permukiman di sekitar kawasan Gunung Brintik yang terletak di tengah-tengah Tempat Pemakaman Umum Bergota, Kota Semarang, Kamis (29/7/2021). Wilayah ini merupakan salah satu kantong kemiskinan di Semarang.
Bahkan, tiap-tiap instansi tersebut mempunyai program pengentasan yang satu sama lain tidak ada kaitannya. ”Hal itu yang malah menjadikan tidak efektif dan juga tidak efisien. Padahal, penanganan kemiskinan yang biasa saja harus (terorkestrasi, sinergis) seperti itu, apalagi (untuk penanganan kemiskinan) yang ekstrem,” kata Faisal.
Berkaitan dengan pengurangan beban masyarakat sebagai salah satu strategi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, menurut Faisal, hal ini dapat dilakukan dengan membantu warga dari sisi biaya hidup. Salah satunya dengan menjaga tingkat harga bahan kebutuhan pokok yang menjadi proporsi terbesar bagi masyarakat miskin ekstrem, yakni terutama makanan.
”Jadi, kalau ingin mengurangi beban hidup mereka, beban pengeluaran mereka, ya itu adalah intinya. Kedua, dengan memberikan fasilitas dan infrastruktur yang mengurangi beban,” kata Faisal.
Hal ini, misalnya, berupa dukungan bagi masyarakat miskin ekstrem di lokasi terpencil, susah akses, serta minim atau tidak ada transportasi publik sehingga selama ini harus mengeluarkan ongkos mahal ketika menjual barang, produk, ataupun hasil tani dan kebun mereka. Upaya peningkatan pendapatan masyarakat pun memerlukan satu langkah terintegrasi. ”(Hal ini) karena perlu dilihat dulu masyarakat yang miskin ekstrem itu mata pencriaannya apa? Sehingga, bisa diatasi dengan pendekatan yang tepat, bukan hanya sekadar dengan bansos-bansos lagi, maksudnya. Jadi, ini (bentuk dukungan) dari sisi income-nya,” kata Faisal.
TANGKAPAN LAYAR
Sumber pembiayaan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Faisal menuturkan, mata pencarian masyarakat di kantong kemiskinan biasanya berskala mikro atau bahkan nano dan sektor usahanya di sekitar pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. ”Sering kali, banyak masyarakat di sekitar hutan yang susah mendapatkan akses, fasilitas, bukan hanya fasilitas kesehatan dan pendidikan, tapi dari sisi bansosnya juga susah,” ujarnya.
Pendapatan masyarakat di kantong kemiskinan ekstrem bergantung pada apa yang ada di sekitar mereka. ”Jadi, misalnya, (mereka) menggunakan lahan Perhutani untuk menanam cabai, atau mengumpulkan kayu. Artinya, kalau ingin membantu dari sisi pendapatan mereka, berikan mereka akses untuk bisa meningkatkan pendapatan dari sumber daya yang ada di sekitar mereka,” kata Faisal.
Problem data
Sementara itu, sumber di Sekretariat Wapres menjelaskan, penanganan kemiskinan ekstrem saat ini memerlukan keterbukaan data. Sebab, data selalu menjadi masalah. Selain masalah data, konvergensi program juga perlu diperhatikan. Hal ini karena sesungguhnya banyak anggaran untuk menangani kemiskinan di setiap kementerian atau lembaga. Apabila tidak fokus atau terpecah-pecah, program-program ini tidak memberi dampak yang signifikan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Pemulung mengumpulkan rongsokan di samping gerobaknya di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Minggu (9/8/2020).
Sejauh ini, program-program perlindungan sosial, seperti bantuan sosial, program keluarga harapan, dan bantuan sembako, dikoordinasikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan. Adapun program-program terkait pemberdayaan masyarakat dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), sesuai Instruksi Presiden No 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Nasional, akan mengoordinasikan semua.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta ketika dihubungi menuturkan, Inpres No 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem merupakan instrumen distribusi keadilan ekonomi dan sosial. ”(Inpres No 4/2022 ini) sebagai wujud komitmen yang tinggi dari Bapak Presiden (Jokowi) untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya golongan miskin ekstrem,” kata Arif.
(Inpres No 4/2022 ini) sebagai wujud komitmen yang tinggi dari Bapak Presiden (Jokowi) untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya golongan miskin ekstrem.
Menurut Arif, dibutuhkan kerja keras dan kerja sama semua pihak untuk menjadikan target penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai tujuan bersama. Pihak dimaksud mencakup jajaran pemerintah, termasuk tingkat provinsi, kabupaten, hingga desa; sektor swasta; badan usaha milik negara; organisasi keagamaan; dan organisasi masyarakat sipil.