Turut Distribusikan Minyakita, Perusahaan Bisa Ekspor CPO 13,5 Kali Lipat
Di tengah kesibukan Indonesia menggulirkan sejumlah kebijakan mendorong ekspor CPO, Malaysia mendapatkan jaminan pasar CPO dari China dan India. Malaysia-India juga bekerja sama mempromosikan dan mengembangkan sawit.
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan minyak minyak kelapa sawit mentah dan sejumlah produk turunannya bisa mengekspor komoditas-komoditas itu sebanyak 13,5 kali lipat. Syaratnya, perusahaan tersebut harus mendistribusikan minyak goreng kemasan merek Minyakita.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, Kementerian Perdagangan telah menaikkan rasio pengali ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan sejumlah produk turunannya menjadi 9 kali lipat dari realisasi kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) setiap perusahaan (1:9). Sebelumnya, rasio konversi hak ekspor atas pemenuhan DMO adalah 1:7.
”Dengan meningkatkan angka pengali ekspor dari 7 kali lipat menjadi 9 kali lipat dan ditambah insentif pendistribusian DMO dalam bentuk minyak goreng kemasan merek Minyakita, maka perusahaan akan dapat mengekspor CPO dan sejumlah produk turunannya sebanyak 13,5 kali lipat dari realisasi DMO,” kata Zulkifli melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Pada 29 Juli 2022, pemerintah memutuskan melanjutkan kebijakan DMO untuk menjaga stok dan harga minyak goreng di dalam negeri. Kemendag telah menaikkan rasio pengali ekspor atas DMO dari 1:7 menjadi 1:9 untuk mengdongkrak ekspor.
Kebijakan itu diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penetapan Rasio Pengali Besaran Volume Pemberian Persetujuan Ekspor CPO; Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil; RBD Palm Olein; dan Used Cooking Oil (UCO). Kebijakan yang diterbitkan pada 29 Juli 2022 itu berlaku per 1 Agustus 2022.
Dengan meningkatkan angka pengali ekspor dari 7 kali lipat menjadi 9 kali lipat dan ditambah insentif pendistribusian DMO dalam bentuk minyak goreng kemasan merek Minyakita, maka perusahaan akan dapat mengekspor CPO dan sejumlah produk turunannya sebanyak 13,5 kali lipat dari realisasi DMO.
Kemendag juga memberikan insentif ekspor bagi perusahaan-perusahaan yang turut mendistribusikan hasil DMO berbentuk minyak goreng kemasan merek Minyakita. Hingga akhir Juli 2022, sebanyak 91 perusahaan telah mendapatkan persetujuan penggunaan merek Minyakita.
Kemendag juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1117 Tahun 2022. Regulasi itu juga memberikan insentif pengali ekspor atas pendistribusian DMO minyak goreng ke 12 wilayah tertentu.
Kedua belas daerah itu adalah Bengkulu dengan rasio pengali 1,1, Bangka Belitung (1,1), Kepulauan Riau (1,25), Papua (1,35), Papua Barat (1,35), Maluku (1,35), Maluku Utara (1,35), Nusa Tenggara Timur (1,35), Sulawesi Tengah (1,15), Sulawesi Tenggara (1,15), Gorontalo (1,15), dan Kalimantan Utara (1,35).
Contohnya, indeks regionalisasi pendistribusian ke Papua 1,35 sehingga setiap eksportir yang mendistribusikan hasil DMO ke Papua sebanyak 1.000 liter berhak mendapatkan tambahan ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya sebanyak 350 liter.
”Kebijakan tersebut diterapkan terutama untuk memenuhi pasokan minyak goreng di wilayah Indonesia timur yang saat ini masih minim karena distribusinya masih terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia,” kata Zulkifli.
Baca juga: Distribusi Minyak Goreng Curah ke Papua dan Maluku Tak Diminati
Di samping itu, katanya, Kemendag telah mengubah pola penghitungan dan penerbitan harga referensi CPO yang menjadi dasar penentuan pungutan ekspor dan bea keluar komoditas tersebut dari sebulan sekali menjadi dua minggu sekali. Dengan begitu, harga referensi yang didapat akan lebih aktual mengikuti perkembangan harga CPO internasional.
”Saya berharap, kebijakan-kebijakan itu, termasuk penghapusan sementara pungutan ekspor CPO hingga 31 Agusutus 2022, dapat mengerek harga TBS petani di atas Rp 2.000 per kg, sekaligus menjaga stabilitas stok dan harga minyak goreng di dalam negeri,” ujarnya.
Baca juga: Penghapusan Pungutan Pajak Ekspor Belum Dongkrak Harga TBS di Daerah
Per 3 Agustus 2022, harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia mencapai 3.941 ringgit per ton, membaik dari sehari sebelumnya yang sebesar 3.873 ringgit per ton. Namun, harga tersebut masih di bawah harga tertinggi 4.200 ringgit per ton setelah terjun bebas pada medio Juli 2022 ke level 3.568 ringgit per ton.
TradingEconomics menyebutkan, harga CPO kembali turun di bawah 4.000 ringgit setelah Indonesia mengizinkan eksportir mengekspor CPO sebanyak 9 kali lipat dari realisasi kewajiban menjual di dalam negeri. Permintaan ekspor yang lemah dari Malaysia juga semakin menambah prospek bearish atau penurunan harga CPO.
Selasa lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengingatkan, sejumlah tantangan Indonesia mendorong ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya. Selain harga dan pasar CPO global masih lesu, eksportir membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan kapal sehingga ekspor berjalan lambat.
Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono menjelaskan, dalam situasi normal, ekspor CPO bisa dilakukan kurang atau paling lama sebulan. Sebelum mendapatkan persetujuan ekspor (PE), eksportir biasanya sudah mencari kapal.
Dalam kondisi sekarang, eksportir harus memenuhi DMO dan memastikan mendapat PE dahulu baru mencari kapal. Untuk memperoleh kapal juga tidak mudah karena harus ”berebut” dahulu dengan para pengguna dari negara lain. ”Saat ini, untuk mengekspor CPO setidaknya membutuhkan waktu sebulan lebih, bahkan ada yang mencapai dua bulan,” katanya (Kompas, 2/3/2022).
Baca juga: Ekspor CPO Diperkirakan Berjalan Lambat meski Rasio Pengali Dinaikkan
Malaysia menjaga pasar
Di tengah guliran berbagai kebijakan Indonesia mendorong ekspor CPO, Malaysia terus menjaga pasar CPO di China dan India. Sama halnya dengan Indonesia, Malaysia juga mendapatkan jaminan pembelian CPO dan komoditas pertanian lain dari China saat Menteri Luar Negeri China Wang Yi berkunjung ke Malaysia pada 12 Juli 2022.
Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia (MPOC) juga bekerja sama dengan Asosiasi Minyak Produsen India (IVPA). Keduanya menandatangani nota kesepahaman tentang kolaborasi mempromosikan industri kelapa sawit India dan bertukar informasi terkait penelitan dan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. IVPA bahkan menjamin, volume ekspor CPO India dari Malaysia masih akan stabil pada semester II-2022.
Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia (MPIC) Zuraida Kamaruddin menyatakan, volume impor CPO China pada tahun ini diperkirakan setara dengan tahun lalu. Namun, kecil kemungkinannya total impor minyak sawit China pada 2022 mendekati volume yang tercatat pada 2021 karena sedang menghadapi tantangan ekonomi global, seperti kenaikan suku bunga, tekanan inflasi, dan kekhawatiran resesi.
China diperkirakan akan mengimpor sekitar 4,8 juta ton CPO pada 2022 atau sekitar 11 persen dari total impor CPO global. Dari jumlah tersebut, 12 persen atau sekitar 1,67 juta ton impor CPO China berasal dari Malaysia (New Straits Times, 19 Juli 2022).
Adapun IVPA memperkirakan impor CPO India dari Malaysia pada paruh kedua tahun ini tetap stabil atau sekitar 55 persen dari total impor CPO India kendati ada percepatan ekspor CPO Indonesia. Presiden IVPA Sudhakar Rao Desai mengatakan, hal itu sejalan dengan permintaan di India yang diperkirakan 800.000 ton per bulan selama enam bulan ke depan. Permintaan itu meningkat 20 persen dibandingkan paruh pertama 2022.
”Malaysia telah menjaga rantai pasok CPO global dengan baik dan memenuhi permintaan India selama periode larangan ekspor CPO Indonesia. Malaysia memainkan peran penting dalam menjaga ketahanan minyak nabati India dalam dua bulan terakhir,” katanya (Bernama, 28 Juli 2022).
Baca juga: Membaca Data-Fakta CPO dan TBS