Distribusi Minyak Goreng Curah ke Papua dan Maluku Tak Diminati
Dari 74 perusahaan yang teregistrasi di Simirah, belum ada yang berkomitmen memasok minyak goreng ke Papua dan Maluku. Di sisi lain, pemerintah juga telah meminta produsen membeli TBS petani minimal Rp 1.650 per kg.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 74 perusahaan minyak goreng telah teregistrasi dalam program Minyak Goreng Curah Rakyat melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah atau Simirah. Namun, dari jumlah itu, belum ada perusahaan yang minat memasok minyak goreng curah ke daerah-daerah di Papua dan Maluku.
Di sisi lain, pemerintah juga membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan itu memasok minyak goreng dalam bentuk kemasan sederhana dengan merek dagang milik pemerintah, yaitu MinyakKita. Pemerintah juga meminta produsen minyak kelapa sawit mentah (CPO) untuk membeli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani minimal Rp 1.650 per kilogram.
Hal itu mengemuka dalam telekonferensi pers tentang Sosialisasi Penggunaan Aplikasi Simirah dan Peduli Lindungi untuk Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR) di Jakarta, Selasa (28/6/2022). Dalam acara tersebut dijelaskan pula mengenai penyempurnaan kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO), batas pembelian minyak goreng curah, dan rencana peralihan minyak goreng curah ke kemasan sederhana.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Emil Satria mengatakan, dari 127 perusahaan yang sudah mendaftar program MGCR melalui Simirah, 98 perusahaan sudah diterbitkan nomor registrasi. Dari jumlah itu, 24 perusahaan merupakan produsen CPO dan 74 perusahaan produsen minyak goreng.
Sisanya, tiga perusahaan masih dalam proses verifikasi, 11 perusahaan kurang data, dan 15 perusahaan masih tahap konsep. Sembari menunggu proses registrasi sejumlah perusahaan itu selesai, program MGCR tetap berjalan ditopang oleh sejumlah perusahaan minyak goreng yang sudah teregistrasi.
”Realisasi distribusi minyak goreng curah pada 1-27 Juni 2022 mencapai 199.288,8 ton dari total rencana distribusi selama Juni 2022 yang ditargetkan sebanyak 383.270 ton,” ujarnya.
Namun, lanjut Emil, dari 74 perusahaan minyak goreng yang sudah teregistrasi itu, belum ada yang berkomitmen memasok minyak goreng ke Provinsi Papua dan Maluku. Hal ini menyebabkan alokasi atau rencana distribusi minyak goreng curah untuk kedua daerah itu selama Juni 2022 masih nol.
Selain itu, masih banyak daerah yang rencana distribusi minyak goreng curahnya belum maksimal. Daerah-daerah itu di antaranya Sulawesi Tenggara yang rencana distribusinya baru 12 persen, Papua Barat 6 persen, dan Kepulauan Bangka Belitung 34 persen.
Dari 74 perusahaan minyak goreng yang sudah teregistrasi itu, belum ada yang berkomitmen memasok minyak goreng ke Provinsi Papua dan Maluku.
Di sisi lain, rencana distribusi sejumlah perusahaan yang sudah teregistrasi ke beberapa daerah ada yang lebih dari 1,5 kali proyeksi kebutuhan. Beberapa daerah itu, antara lain, DKI Jakarta (365 persen), Sumatera Utara (194 persen), dan Bali (160 persen).
”Pasar-pasar di daerah-daerah itu diperkirakan tidak akan mampu menyerap semua minyak goreng curah yang disalurkan, sehingga akan dialihkan ke daerah-daerah yang masih kekurangan. Daerah-daerah yang masih kekurangan itu juga berpotensi untuk diisi oleh perusahaan-perusahaan yang belum teregistrasi,” kata Emil.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga rata-rata nasional minyak goreng curah per 17 Juni 2022 sebesar Rp 15.900 per liter. Sementara harga minyak goreng curah di Papua Rp 23.833 per liter, Maluku Utara Rp 22.50 per liter, dan Papua Barat Rp 21.000 per liter.
Baca juga: Insentif Ekspor CPO Ditambah guna Percepat Ekspor dan Dongkrak Harga TBS
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menuturkan, pasokan minyak goreng curah program MGCR itu berasal dari pemenuhan DMO CPO dan sejumlah produk turunannya. Pada Juni 2022, pemerintah menentukan DMO minyak goreng curah sebanyak 300.000 ton atau setara dengan 416.000 ton CPO.
Harga patokan DMO CPO ditentukan Rp 9.500 per liter atau Rp 10.600 per kg. Adapun harga minyak goreng curah di tingkat produsen dipatok Rp 10.800 per liter atau Rp 12.000 per kg, di pengecer akhir Rp 12.600 per liter atau Rp 14.000 per kg, dan di konsumen Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg.
Selain itu, lanjut Oke, pemerintah juga terus mengoptimalkan pendistribusian minyak goreng curah hasil DMO ke daerah-daerah pelosok di luar Jawa. Agar langkah itu berjalan baik, pemerintah memberikan insentif kepada eksportir yang memasok minyak goreng dan bahan bakunya ke daerah-daerah tersebut.
Kemendag telah membuat Matriks Regionalisasi Pendistribusian Minyak Goreng Curah. Ada 12 daerah pendistribusian yang ditentukan indeks pengali realisasi DMO dengan ekspor, yaitu Bengkulu dengan indeks 1,1, Bangka Belitung (1,1), Kepulauan Riau (1,25), Papua (1,35), Papua Barat (1,35), Maluku (1,35), Maluku Utara (1,35), Nusa Tenggara Timur (1,35), Sulawesi Tengah (1,15), Sulawesi Tenggara (1,15), Gorontalo (1,15), dan Kalimantan Utara (1,35).
Contohnya, indeks regionalisasi pendistribusian ke Papua 1,35 sehingga setiap eksportir yang mendistribusikan hasil DMO ke Papua sebanyak 1.000 liter berhak mendapatkan tambahan ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya sebanyak 350 liter.
Baca juga: Hadapi Restriksi dan Wabah, Pemerintah Jaga Stok Domestik
Menurut Oke, produsen minyak goreng juga diperbolehkan mendistribusikan minyak goreng kemasan sederhana dengan merek dagang milik pemerintah, yakni MinyakKita, seharga Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg. Sejumlah syaratnya adalah harus memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mencantumkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di kemasan sederhana itu.
”Produsen minyak goreng yang mau mengikuti program itu akan mendapatkan insentif ekspor. Insentif ekspor tersebut saat ini tengah dimatangkan,” ujarnya.
Produsen minyak goreng juga diperbolehkan mendistribusikan minyak goreng kemasan sederhana dengan merek dagang milik pemerintah, yakni MinyakKita, seharga Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg.
Peduli Lindungi dan TBS
Oke menambahkan, pemerintah juga mengubah ketentuan pembelian minyak goreng curah dari 2 liter per hari per kartu tanda penduduk (KTP) menjadi 10 kg per hari berdasarkan nomor induk kependudukan yang sudah terdaftar di aplikasi Peduli Lindungi. Hal itu berlaku bagi rumah tangga ataupun usaha mikro dan kecil (UMK).
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menuturkan, pembelian minyak goreng curah dapat menggunakan aplikasi Peduli Lindungi. Caranya, pembeli tinggal memindai QR code (kode respons cepat) di tingkat pengecer terdaftar yang saat ini jumlahnya 40.000 pengecer.
”Jika telah memindai atau QR code masyarakat muncul warna hijau, artinya boleh membeli. Sebaliknya, jika muncul warna merah maka kuota 10 kg minyak goreng curah telah dipakai,” ujarnya.
Pembelian maksimal dengan kuota 10 kg itu, lanjut Rachmat, sebenarnya adalah untuk UMK, seperti pedagang gorengan atau pangan olahan lainnya. Namun, di masa transisi ini, hal itu diterapkan juga bagi rumah tangga. Dalam beberapa minggu ke depan pemerintah akan melihat sejauh mana perbedaan sekaligus ada potensi dimanfaatkan oleh pembeli untuk kemudian dijual lagi atau tidak.
Baca juga: Beli Minyak Goreng Curah Bisa Pakai Aplikasi Peduli Lindungi
Rachmat juga menjelaskan, harga TBS yang anjlok disebabkan beberapa faktor. Hal itu mulai dari permintaan dari luar negeri yang berkurang hingga dibutuhkan waktu untuk mengekspor CPO serta sejumlah produk turunannya pasca-larangan ekspor dicabut.
”Ekspor itu mesti berproses atau tidak seketika dikirimkan semua. Butuh pemesanan kapal, perjanjian, atau renegosiasi perjanjian pembelian dengan pembeli. Sementara pasar internasional membacanya Indonesia akan ’menyiram’ atau mengekspor CPO dan produk turunannya secara besar-besaran sehingga harga CPO turun terlebih dahulu,” katanya.
Pemerintah juga telah meminta produsen membeli TBS petani minimal seharga Rp 1.650 per kg.
Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional Kemenko Marves Firman Hidayat menambahkan, pemerintah telah memberikan alokasi ekspor CPO dan produk turunannya cukup besar. Alokasi itu diberikan kepada perusahaan peserta program Subdisi Minyak Goreng Curah yang terdaftar di Simirah dan program flush out (pengosongan) tangki-tangki CPO dan sejumlah produk turunannya yang sudah penuh.
”Ekspor CPO dan sejumlah produk turunan dari program flush out sekitar 1 juta ton, sedangkan dari hasil DMO program Subsidi Minyak Goreng Curah sekitar 2,2 juta ton. Total alokasi hingga akhir Juni 2022 ini mencapai 3,4 juta ton, tetapi realisasi ekspornya baru 1,2 juta ton,” katanya.
Ia juga menyatakan, lambannya ekspor CPO itu bukan menjadi penyebab utama penurunan harga TBS, melainkan juga ada faktor eksternal. Pemerintah optimistis harga TBS akan kembali membaik dalam 1-2 minggu ke depan atau hingga pertengahan Juli 2022.
”Pemerintah juga telah meminta produsen membeli TBS petani minimal seharga Rp 1.650 per kg,” kata Firman.
Baca juga: Petani Sawit Terimpit, Pemerintah Diminta Intervensi