Pembatasan Kunjungan ke Pulau Komodo dan Padar Mulai 1 Agustus 2022
Mulai 1 Agustus 2022, total kunjungan wisatawan yang diperbolehkan masuk ke Pulau Komodo dan Padar hanya 200.000 orang per tahun. Tiap wisatawan akan dikenakan biaya kontribusi konservasi dan tiket masuk Rp 3,75 juta.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan membatasi kunjungan dan aktivitas wisatawan ke Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Komodo dan Pulau Padar, mulai 1 Agustus 2022. Pembatasan kunjungan ini bertujuan untuk meningkatkan konservasi.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Zeth Sony Libing, saat menghadiri konferensi pers mingguan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di Jakarta, Senin (11/7/2022), menyatakan, kebijakan itu merupakan keputusan bersama pemerintah provinsi NTT dan pemerintah pusat, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pembatasan kunjungan mulai 1 Agustus 2022 akan berlaku bagi seluruh wisatawan baru. Sementara bagi wisatawan yang sebelumnya sudah melakukan kontrak reservasi, pemerintah memberikan dispensasi sampai Desember 2022.
Pembatasan kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo dan Pulau Padar juga termasuk pembatasan aktivitas di perairannya. Dia menjelaskan, keputusan ini memang masih menuai pro-kontra, terutama dari pelaku industri pariwisata. Namun, pemerintah tetap tidak akan mundur. Sebab, jika tidak dibatasi kunjungan dan aktivitasnya, penurunan kualitas ekosistem di pulau tersebut dikhawatirkan semakin parah.
“Telah terjadi penurunan ekosistem karena aktivitas pembakaran sampah, pembuangan sampah secara liar, dan penangkapan ikan ilegal. Jika konservasi tidak lekas ditingkatkan, dampak buruk terhadap ekonomi, seperti kemiskinan, bisa terjadi,” ujar dia.
Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Lukito Awang menjelaskan, pada tahun 2002, jumlah kunjungan wisatawan mencapai 11.000 orang, lalupada tahun 2013 bertambah hingga mencapai sekitar 63.000 orang, dan tahun 2016 naik lagi menjadi sekitar 100.000 orang. Adapun pada tahun 2019, jumlah kunjungan kembali naik menjadi sekitar 221.000 orang.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Taman Nasional Komodo telah melaksanakan kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Kajian ini dilaksanakan oleh tim ahli yang diketuai oleh Irman Firmansyah dari IPB University dengan Komite Pengarah Jatna Supriatna, Guru Besar Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
“Hasil kajian kami menunjukkan terjadi perubahan perilaku komodo, seperti berat badan komodo melebihi ideal dan komodo menjadi kurang waspada,” ujar dia.
Tahun lalu, mengutip BBC, Komite Warisan Dunia Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (Unesco) meminta pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo. Kawasan Taman Nasional Komodo terdiri dari lima pulau besar dengan populasi komodo terbanyak berada di Loh Liang yang terletak di Pulau Komodo serta Loh Buaya yang berada di Pulau Rinca.
Dalam Dokumen Komite Warisan Dunia UNESCO Nomor WHC/21/44.COM/7B, yang diterbitkan setelah Pertemuan Komite Warisan Dunia (WHC) Unesco di Fuzhou, China, 16–31 Juli 2021, mereka beralasan proyek itu berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV). OUV merupakan salah satu kriteria penilaian Unesco untuk penetapan warisan dunia. Mereka juga memberikan catatan agar Indonesia memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan bagaimana properti OUV terlindungi.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan klaim bahwa pembangunan di Pulau Rinca tidak menimbulkan atau berdampak negatif terhadap OUV warisan alam dunia Taman Nasional Komodo.
“Pulau Rinca yang juga masuk Kawasan Taman Nasional Komodo tidak jadi sasaran pembatasan kunjungan dan aktivitas pariwisata. Tidak ada perubahan perilaku atau reproduksi komodo di pulau itu selama kami melakukan penataan dan pembangunan infrastruktur. Kami juga telah mengundang Unesco untuk meninjau langsung pada Maret 2022,” ujar dia saat ditanya alasan mengapa pembatasan kunjungan dan aktivitas wisatawan tidak menyasar juga ke Pulau Rinca.
Dalam setahun, jumlah wisatawan maksimal yang boleh berkunjung ke Pulau Komodo dan Pulau Padar hanya 200.000 orang.
Terkait mekanisme pembatasan, Koordinator Pelaksana Program Konservasi Taman Nasional Komodo Carolina Noge menjelaskan, dalam setahun, maksimal jumlah wisatawan yang boleh berkunjung ke Pulau Komodo dan Pulau Padar hanya 200.000 orang. Mereka sebelumnya harus reservasi melalui aplikasi Inisa. Setiap individu wisatawan wajib membayar biaya kontribusi konservasi yang sudah termasuk tiket masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,75 juta. Nilai ini berlaku satu tahun karena sejalan dengan aktivitas konservasi yang berlangsung setiap satu tahun. Agen perjalanan tetap bisa menguruskan tamunya melalui aplikasi itu.
Nominal biaya kontribusi konservasi itu, lanjut Carolina, telah dihitung berdasarkan batas tengah kajian biaya konservasi. Batas bawah biaya konservasi yaitu Rp 2,8 juta per orang, sedangkan batas atas yaitu Rp 5,8 juta per orang. Wisatawan akan diberikan laporan berkala mengenai pertanggungjawaban penggunaan uang konservasi itu.
“Idealnya, semakin besar jumlah pembatasan kunjungan, semakin tinggi nilai biaya kontribusi konservasi. Kami sudah memikirkan matang-matang untuk lebih dulu mengambil batas tengah. Uang itu juga akan kami gunakan untuk pemberdayaan masyarakat lokal, di luar konservasi alam,” imbuh Carolina.
Karena proses reservasi dilakukan melalui aplikasi, harapannya akan memudahkan pengawasan. Pihak Balai Taman Nasional Komodo juga dimungkinkan melakukan pengetatan kunjungan ketika komodo mulai masuk fase reproduksi.
Deputi Bidang Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu mengatakan, pihak Kemenparekraf selalu menekankan pentingnya konsep pariwisata berkelanjutan. Oleh karena itu, pelestarian alam di Taman Nasional Komodo harus diutamakan. Apalagi, Taman Nasional Komodo telah menjadi salah satu warisan alam dunia Unesco sejak 1991.